Oleh Marsidah
Fakultas Hukum Universitas Palembang
Abstract
The method
used in this study using normative
research that explore, examine, and examine the object to literature
data or secondary data for the purpose of discussing the legal norms contained
in the legislation, such as Law Number. 30 Year 2004 concerning Notary, as
amended by Act No. 2 of 2014, namely Law Notary (UUJN). The data used in this
research is secondary data consists of primary legal materials, secondary law
and tertiary legal materials. Primary legal materials consist of legislation,
whereas the secondary legal materials obtained from books and research and
tertiary legal materials in the form of magazines and legal dictionaries and
others. The analysis used is qualitative method to analyze the data and draw
conclusions. Notary is a public official authorized to make an authentic deed
and have more authority as defined in this Act or under the laws lainya.Notaris
in their duties can not be separated from actions that deviate, because the
notary remain an ordinary man who did not escape from error. To the authors will
see further powers and duties notary in their profession, the problem in this
paper is: "On Judicial Review Authority As a Notary Public Officials Act
In Making Authentic". In line with the above problems, the authority and
the obligation of notary has been regulated in Article 15 UUJN, notaries
authorized to make the deed authentic of all deeds, agreements, and
determination required by legislation and / or desired by the stakeholders to
be declared in authentic deed, guaranteeing the creation date of the deed,
saving certificates, giving grosse, copy, and official copies. Moreover
authorized notary certify the signatures and assign a letter under match with a
copy of the original letter, a deed relating to land and make a treatise deed
auction. While the notary obligations under Article 16 UUJN.
Key
words: Notary, Deed Authentic
Abstrak
Metode yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan yuridis normatif , yaitu penelitian yang
menelusuri, meneliti, dan mengkaji
objek tersebut terhadap data kepustakaan atau data
sekunder dengan maksud membahas
norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku dan
hasil penelitian dan bahan hukum tersier yaitu berupa majalah dan kamus hukum
dan lain-lain. Analisa yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menganalisis data dan
menarik kesimpulan. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainya.Notaris dalam
menjalankan tugasnya tidak dapat terlepas dari perbuatan yang menyimpang, karena
notaris tetap seorang manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Untuk itu
penulis akan melihat lebih jauh kewenangan dan kewajiban notaris yang dalam
menjalankan profesinya, maka permasalahan dalam penulisan ini adalah : Tinjauan
Yuridis Tentang Bentuk Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan
Akta Autentik. Sejalan dengan permasalahan di atas, maka kewenangan dan
kewajiban notaris telah diatur dalam ketentuan Pasal 15 UUJN, notaris berwenang
membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta. Selain itu notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
surat di bawah kecocokan foto copy dengan surat aslinya, membuat akta yang
berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang. Sedangkan
kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN.
Kata Kunci : Notaris, Akta Autentik
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa
lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam
masyarakat.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan
terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan
masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan,
pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis
berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan
kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional,
regional, maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak
dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi
penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik, pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum bagi masyarakat. Notaris dalam menjalankan profesinya
memberikan pelayanan kepada masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang
berlaku, karena notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya bukan hanya untuk
kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan masyarakat dan berkewajiban
untuk menjamin kebenaran dari akta-akta yang dibuatnya. Dalam melaksanakan
tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan
notaris.
Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral
yang tinggi, sehingga notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada
padanya dan notaris dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang
memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak
citra notaris itu sendiri.
Perlindungan hukum terhadap notaris dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu
Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris menentukan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
Notaris berwenang membuat otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, salinan akta.
Dengan banyaknya kewenangan yang dimiliki oleh
notaris tersebut, jasa seorang notaris kebanyakan dibutuhkan oleh masyarakat
dalam hal pembuatan akta autentik.
Akta autentik yang dibuat oleh notaris, pada
hakekatnya sesuai dengan yang diberitahukan kepada notaris, selanjutnya
keterangan para pihak dituangkan dalam akta notaris.
Menurut Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta
notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan
tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Akta autentik yang dimaksud
adalah akta autentik sesuai dengan rumusan Pasal 1868 KUH Perdata yaitu :
“Suatu akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
dibuat oleh dan/atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
dimana akta itu dibuat”. Berdasarkan pasal tersebut notaris mempunyai wewenang
untuk membuat akta autentik.
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang
membuat akta autentik, notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya
dalam membuat akta otentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau
dilakukan secara melawan hukum.
Notaris tidak dapat dilepaskan dari perbuatan yang
menyimpang atau perbuatan melawan hukum. Karena notaris tetap seorang manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan. Notaris harus siap untuk menghadapi jika
sewaktu-waktu dijadikan pihak yang terlibat dalam perkara hukum yang
diakibatkan dari produk hukum yang dibuatnya. Dalam menjalankan tugas dan
jabatannya tidak dapat dipungkiri lagi. Saat ini cukup banyak perkara-perkara
perdata dan pidana yang terjadi dikarenakan prilaku notaris yang tidak
profesional dan memihak salah satu pihak pada akta-akta yang dibuatnya.
Untuk itu notaris yang melakukan perbuatan melawan
hukum dalam pembuatan akta autentik wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya,
sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada notaris itu sendiri
dan pihak yang dirugikan. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk
menentukan bentuk pertanggung jawaban yang layak dilakukan oleh notaris yang
melakukan perbuatan melawan hukum agar pertanggung jawaban dirasakan adalah
khususnya bagi para pihak yang dirugikan maupun bagi notaris itu sendiri.
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka mendorong penulis memberikan judul : TINJAUAN YURIDIS TENTANG
KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas adalah : Bagaimanakah bentuk kewenangan dan
kewajiban notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta autentik ?
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan yuridis normatif, yaitu penelitian yang
menelusuri, meneliti, dan mengkaji
objek tersebut terhadap data kepustakaan atau data
sekunder dengan maksud membahas norma-norma
hukum yang terdapat dalam perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku dan
hasil penelitian dan bahan hukum tersier yaitu berupa majalah dan kamus hukum
dan lain-lain. Analisa yang digunakan adalah metode kualitatif untuk
menganalisis data dan menarik kesimpulan.
II. PEMBAHASAN
Kewenangan notaries sebagai penjabaran dari Pasal
1 angka 1 UU perubahan atas UUJN terdapat dalam Pasal 15 UU perubahan atas UUJN
yang tersirat sebagai berikut :
Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta autentik, menjaminn kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Notaris berwenang pula :
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Membuktikan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan.
Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
Membuat akta risalah lelang.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2). Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Seorang notaris dalam menjalankan profesinya
memiliki kewajiban-kewajiban yang sebagaimana diatur dalam Bab III bagian kedua
UU perubahan atas UUJN. Seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan
tidak memihak. Kejujuran merupakan hal yang penting karena jika seorang notaris
bertindak dengan ketidakjujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan klien
bahkan akan menurunkan ketidakpercayaan klien terhadap notaris tersebut.
Keseksamaan bertindak merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan
seorang notaris.[1] Selain itu juga dalam melaksanakan jabatannya
notaris juga berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan klien, membuat dokumen atau
akta yang diminta oleh klien, membuat daftar akta-akta yang dibuatnya,
membacakan akta di hadapan para pihak, dan menerima karyawan magang di
kantornya. Mengenai kewajiban notaris ini diatur secara lengkap dalam Pasal 16
ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU perubahan atas UUJN, yakni :
Dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib :
Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
Protokol Notaris.
Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.
Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan
Minuta Akta.
Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini,
kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji
jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat
tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat
dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap
buku.
Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga.
Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan.
Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam
huruf I atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelengggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.
Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir pecan.
Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang
negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.
Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2
(dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta
wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,
saksi, dan notaris.
Menerima magang calon notaris.
Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta in originali.
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
Akta penawaran pembayaran tunai.
Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat
berharga.
Akta kuasa.
Akta keterangan kepemilikan.
Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut
sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur yaitu perilaku notaris harus
memiliki integritas moral yang mantap, harus jujur bersikap terhadap klien
maupun diri sendiri, sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak
semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.[2] Jabatan yang dipangku notaris adalah
jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan
sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan
semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris.[3] Kewajiban merahasiakan dapat dilakukan dengan
upaya penuntutan hak ingkar, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan
dalam Pasal 1909 KUHPerdata bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi
wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan. Selain itu juga, notaris dalam
melaksanakan jabatannya dituntut untuk dapat memenuhi dan mentaati
ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam UUJN dan UU perubahan atas
UUJN.
Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan
notaris diharapkan mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan
jabatan notaris, agar notaris tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang
ditentukan dalam UUJN. Menurut R. Soegondo mengemukakan bahwa untuk dapat
membuat akta autenik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum.
Di Indonesia, seorang advokat, meski pun ia seorang yang ahli dalam bidang
hukum, tidak berwenang untuk membuat akta autentik, karena itu tidak mempunyai
keududkan sebagai pejabat umum. Sebaliknya seorang pegawai catatan sipil
(Ambtenaar van de Burgelijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak
membuat akta autentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta
kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh
undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat
akta-akta itu.[4]
Nilai pembuktian akta autentik merupakan salah
satu langkah dalam proses beracara dalam perkara perdata dan pidana. Pembuktian
diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk
membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa adalah suatu peristiwa atau
hubungan hukum yang mendukung adanya hak.[5] Apa yang tersebut mengenai isi dari akta autentik
dianggap benar kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Kekuatan pembuktian
sempurna, mengandung arti bahwa isi akta itu dalam pengadilan dianggap benar
sampai ada bukti perlawanan yang melumpuhkan akta tersebut. Beban pembuktian
perlawanan itu jatuh pada pihak lawan dari pihak yang menggunakan akta autentik
atau akta di bawah tangan tersebut.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan permasalahan dan pembahasan yang telah
diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : bahwa bentuk
kewenangan dan kewajiban notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta
autentik telah diatur dalam Pasal 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang UUJN. Oleh karena itu, notaris dalam menjalankan profesinya harus
berpedoman pada ketentuan yang sudah ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian notaris akan terhindar dari persoalan
akibat perbuatannya melawan hukum karena kesalahannya.
DAFTAR PUSTAKA
G.H.S. Lumban Tobing, 1983,
Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.
Ira Koesoemawati dan
Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta.
Liliana Tedjosaputro, 2003,
Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang.
Sjaifurrachman dan Habib
Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar
Maju, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri
Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Rhedbook Publishier, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2004 Nomor 117.
[1]
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke
Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm. 41
[2] Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka
Ilmu, Semarang, hlm. 93
[3] G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga,
Jakarta, hlm. 117
[4] R. Soegondo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, CV.
Rajawali, Jakarta, hlm. 43
[5] Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum
dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 129
0 komentar:
Posting Komentar