Rabu, 11 Januari 2017

TINJAUAN YURIDIS TENTANG BENTUK KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK



Oleh Marsidah
Fakultas Hukum Universitas Palembang

Abstract
The method used in this study using normative  research that explore, examine, and examine the object to literature data or secondary data for the purpose of discussing the legal norms contained in the legislation, such as Law Number. 30 Year 2004 concerning Notary, as amended by Act No. 2 of 2014, namely Law Notary (UUJN). The data used in this research is secondary data consists of primary legal materials, secondary law and tertiary legal materials. Primary legal materials consist of legislation, whereas the secondary legal materials obtained from books and research and tertiary legal materials in the form of magazines and legal dictionaries and others. The analysis used is qualitative method to analyze the data and draw conclusions. Notary is a public official authorized to make an authentic deed and have more authority as defined in this Act or under the laws lainya.Notaris in their duties can not be separated from actions that deviate, because the notary remain an ordinary man who did not escape from error. To the authors will see further powers and duties notary in their profession, the problem in this paper is: "On Judicial Review Authority As a Notary Public Officials Act In Making Authentic". In line with the above problems, the authority and the obligation of notary has been regulated in Article 15 UUJN, notaries authorized to make the deed authentic of all deeds, agreements, and determination required by legislation and / or desired by the stakeholders to be declared in authentic deed, guaranteeing the creation date of the deed, saving certificates, giving grosse, copy, and official copies. Moreover authorized notary certify the signatures and assign a letter under match with a copy of the original letter, a deed relating to land and make a treatise deed auction. While the notary obligations under Article 16 UUJN.
Key words: Notary, Deed Authentic
Abstrak
            Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan yuridis normatif , yaitu penelitian yang menelusuri,  meneliti, dan    mengkaji   objek    tersebut     terhadap data kepustakaan atau data sekunder dengan  maksud membahas norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan, antara  lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku dan hasil penelitian dan bahan hukum tersier yaitu berupa majalah dan kamus hukum dan lain-lain. Analisa yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menganalisis data dan menarik kesimpulan. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainya.Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak dapat terlepas dari perbuatan yang menyimpang, karena notaris tetap seorang manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Untuk itu penulis akan melihat lebih jauh kewenangan dan kewajiban notaris yang dalam menjalankan profesinya, maka permasalahan dalam penulisan ini adalah : Tinjauan Yuridis Tentang Bentuk Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta Autentik. Sejalan dengan permasalahan di atas, maka kewenangan dan kewajiban notaris telah diatur dalam ketentuan Pasal 15 UUJN, notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Selain itu notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan surat di bawah kecocokan foto copy dengan surat aslinya, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang. Sedangkan kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN.
Kata Kunci : Notaris, Akta Autentik


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku, karena notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya bukan hanya untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan masyarakat dan berkewajiban untuk menjamin kebenaran dari akta-akta yang dibuatnya. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris.
Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral yang tinggi, sehingga notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya dan notaris dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra notaris itu sendiri.
Perlindungan hukum terhadap notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Notaris berwenang membuat otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, salinan akta.
Dengan banyaknya kewenangan yang dimiliki oleh notaris tersebut, jasa seorang notaris kebanyakan dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal pembuatan akta autentik.
Akta autentik yang dibuat oleh notaris, pada hakekatnya sesuai dengan yang diberitahukan kepada notaris, selanjutnya keterangan para pihak dituangkan dalam akta notaris.
Menurut Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Akta autentik yang dimaksud adalah akta autentik sesuai dengan rumusan Pasal 1868 KUH Perdata yaitu : “Suatu akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh dan/atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat”. Berdasarkan pasal tersebut notaris mempunyai wewenang untuk membuat akta autentik.
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya dalam membuat akta otentik yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dilakukan secara melawan hukum.
Notaris tidak dapat dilepaskan dari perbuatan yang menyimpang atau perbuatan melawan hukum. Karena notaris tetap seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Notaris harus siap untuk menghadapi jika sewaktu-waktu dijadikan pihak yang terlibat dalam perkara hukum yang diakibatkan dari produk hukum yang dibuatnya. Dalam menjalankan tugas dan jabatannya tidak dapat dipungkiri lagi. Saat ini cukup banyak perkara-perkara perdata dan pidana yang terjadi dikarenakan prilaku notaris yang tidak profesional dan memihak salah satu pihak pada akta-akta yang dibuatnya.
Untuk itu notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta autentik wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada notaris itu sendiri dan pihak yang dirugikan. Untuk itu perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan bentuk pertanggung jawaban yang layak dilakukan oleh notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum agar pertanggung jawaban dirasakan adalah khususnya bagi para pihak yang dirugikan maupun bagi notaris itu sendiri. Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka mendorong penulis  memberikan judul : TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah : Bagaimanakah bentuk kewenangan dan kewajiban notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta autentik ?
C. Metode Penelitian
            Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menelusuri,  meneliti, dan    mengkaji   objek    tersebut     terhadap data kepustakaan atau data sekunder dengan  maksud membahas norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan, antara  lain Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku dan hasil penelitian dan bahan hukum tersier yaitu berupa majalah dan kamus hukum dan lain-lain. Analisa yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menganalisis data dan menarik kesimpulan.
II. PEMBAHASAN
Kewenangan notaries sebagai penjabaran dari Pasal 1 angka 1 UU perubahan atas UUJN terdapat dalam Pasal 15 UU perubahan atas UUJN yang tersirat sebagai berikut :
Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjaminn kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Notaris berwenang pula :
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Membuktikan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
Membuat akta risalah lelang.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Seorang notaris dalam menjalankan profesinya memiliki kewajiban-kewajiban yang sebagaimana diatur dalam Bab III bagian kedua UU perubahan atas UUJN. Seorang notaris wajib bertindak jujur, seksama dan tidak memihak. Kejujuran merupakan hal yang penting karena jika seorang notaris bertindak dengan ketidakjujuran maka akan banyak kejadian yang merugikan klien bahkan akan menurunkan ketidakpercayaan klien terhadap notaris tersebut. Keseksamaan bertindak merupakan salah satu hal yang juga harus selalu dilakukan seorang notaris.[1] Selain itu juga dalam melaksanakan jabatannya notaris juga berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan klien, membuat dokumen atau akta yang diminta oleh klien, membuat daftar akta-akta yang dibuatnya, membacakan akta di hadapan para pihak, dan menerima karyawan magang di kantornya. Mengenai kewajiban notaris ini diatur secara lengkap dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU perubahan atas UUJN, yakni :
Dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib :
Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris.
Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.
Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta.
Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain.
Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku.
Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga.
Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan.
Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf I atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelengggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.
Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir pecan.
Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.
Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris.
Menerima magang calon notaris.
Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta in originali.
Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
Akta penawaran pembayaran tunai.
Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga.
Akta kuasa.
Akta keterangan kepemilikan.
Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur yaitu perilaku notaris harus memiliki integritas moral yang mantap, harus jujur bersikap terhadap klien maupun diri sendiri, sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.[2] Jabatan yang dipangku notaris adalah jabatan kepercayaan dan justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris.[3] Kewajiban merahasiakan dapat dilakukan dengan upaya penuntutan hak ingkar, yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan dalam Pasal 1909 KUHPerdata bahwa setiap orang yang dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian di muka pengadilan. Selain itu juga, notaris dalam melaksanakan jabatannya dituntut untuk dapat memenuhi dan mentaati ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam UUJN dan UU perubahan atas UUJN.
Akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris diharapkan mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris, agar notaris tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ditentukan dalam UUJN. Menurut R. Soegondo mengemukakan bahwa untuk dapat membuat akta autenik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang advokat, meski pun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta autentik, karena itu tidak mempunyai keududkan sebagai pejabat umum. Sebaliknya seorang pegawai catatan sipil (Ambtenaar van de Burgelijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta autentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh undang-undang ditetapkan sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.[4]
Nilai pembuktian akta autentik merupakan salah satu langkah dalam proses beracara dalam perkara perdata dan pidana. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa adalah suatu peristiwa atau hubungan hukum yang mendukung adanya hak.[5] Apa yang tersebut mengenai isi dari akta autentik dianggap benar kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Kekuatan pembuktian sempurna, mengandung arti bahwa isi akta itu dalam pengadilan dianggap benar sampai ada bukti perlawanan yang melumpuhkan akta tersebut. Beban pembuktian perlawanan itu jatuh pada pihak lawan dari pihak yang menggunakan akta autentik atau akta di  bawah tangan tersebut.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : bahwa bentuk kewenangan dan kewajiban notaris sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta autentik telah diatur dalam Pasal 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang UUJN. Oleh karena itu, notaris dalam menjalankan profesinya harus berpedoman pada ketentuan yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian notaris akan terhindar dari persoalan akibat perbuatannya melawan hukum karena kesalahannya.





DAFTAR PUSTAKA
G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta.
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta.
Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang.
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Rhedbook Publishier, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117.



[1] Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, hlm. 41
[2] Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 93
[3] G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 117
[4] R. Soegondo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 43
[5] Abdulkadir Muhammad, 2004,  Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 129

0 komentar:

Posting Komentar