Selasa, 19 Januari 2016

Peranan dan Tanggungjawab Advokat dalam Penegakan Hukum



Penulis  Barhamudin, SH., MHum.

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui dan menjelaskan peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum dan Mengetahui   dan   memahami   ketentuan   hukum  tentang peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum. Adapun jenis penelitian ini, adalah  penelitian hukum normatif yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku, majalah, dan jurnal yang berkaitan dengan  wewenang advokat. Study kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu  bahan hukum yang terdiri 1. Bahan hukum primer : bahan hukum yang mengikat seperti Kitab Undang-undang hukum acara Pidana, Undang-undang Advokat  nomor 18 tahun 2003. 2.  Bahan hukum sekunder, terdiri dari : Kepustakaan yang berhubungan erat dengan peran advokat, Hasil penelitian  ilmiah yang ada kaitannya dengan materi penelitian. 3. Bahan hukum tersier, terdiri dari Kamus hukum, Kamus besar bahasa Indonesia dll. Hasil penelitian menunjukan bahwa Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum. Tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan. Tanggung jawab advokat dalam penegakan hukum kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, Kepada Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat. Tanggung Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat.

Kata kunci : Advokat, Penegak Hukum.

I. Pendahuluan
Penegakan hukum yang adil merupakan syarat utama kemajuan suatu negara dan merupakan jati diri suatu bangsa yang beradab. Semakin tinggi peradaban suatu bangsa semakin jelas keadilan dan kepastian hukum yang berlaku pada bangsa atau kaum tersebut. Penegakan hukum diwujukdkan oleh lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas aparat penegak hukum  telah cukup banyak dikeluarkan  kebijakan-kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum agar  lebih profesional, berintegritas, berkepribadian dan bermoral tinggi melalui perbaikan-perbaikan sistem perekrutan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan dan pelatihan serta pengawasan terhadap perilaku aparat penegak hukum dan meningkatkan kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
Undang-Undang Dasar Negara kita, menyatakan dengan tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum,[1] sebagai negara yang menyatakan diri sebagai negara hukum, upaya penegakan supremasi hukum, bain secara kelembagaan pengadilan, kepolisian, kejaksaan maupun secara pribadi sebagai aparat penegak hukum harus mandiri dalam menegakan hukum dan keadilan. Demikian pula dengan advokat, namun kenyataannya penegakan hukum  yang belum mandiri menjadi penyebab kurang berjalannya penegakan hukum yang efektif, konsisten dan berkeadilan. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kita dilanda krisis multidimensi, hal ini akan mempengaruhi kehidupan hukum  yang  menunjukkan fenomena adanya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Pihak yang sering disalahkan  sebagai  penyebab  kuang efektifnya  supremasi  hukum  adalah  aparat penegak hukum itu sendiri, seperti polisi, hakim, jaksa , dan advokat. Dalam membicarakan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu peradilan khususnya peradilan pidana, biasanya ada tersangka atau terdakwa dengan berbagai hak-hak dan kewajibannya, penyidik dan penyelidik, penuntut umum atau jaksa, hakim dan advokat. Dalam peradilan perdata ada pihak tergugat, penggugat dan advokat. Demikian juaga dalal sisten peradilan lainanya selalu melibatkan advokat.
 Advokat adalah pihak yang terlibat dalam  hukum  sebagai profesi untuk membela dan  mendampingi dan konsultan bagi mereka yang membutuhkan.  Profesi pada hakekatnya adalah pekerjaan tetap yang berwujud karya pelayanan yang dijalankan dengan penguasaan dan penerapan pengetahuan di bidang ilmu tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai panggilan hidup dan pelaksanaannya terikat pada nilai-nilai tertentu yang dilandasi semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar pada penghormatan dan upaya menjunjung tinggi martabat manusia.[2]
Sejalan  dengan  pengertian  di  atas,  profesi  hukum  dapat  dipahami sebagai profesi yang melalui penguasaan dan penerapan disiplin ilmu hukum di masyarakat, diemban orang untuk menyelenggarakan dan menegakkan ketertiban yang berkeadilan. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sudah selayaknya bila di masyarakat muncul harapan dan tuntutan pengembangan dan  pelaksanaan  profesi  hukum  agar  selalu  didasarkan  pada  nilai-nilai moralitas  umum, seperti nilai keadilan,   nilai   kemanusiaan,   kejujuran, kepatuhan dan kewajaran, keharusan untuk memiliki kualitas keahlian dan keilmuan serta kesadaran untuk selalu menghormati dan menjaga integritas serta menghormati profesinya, dan nilai pelayanan pada kepentingan publik.[3] Nilai-nilai di atas, seharusnya berlaku pada semua jenis profesi yang secara langsung  dapat  dianggap  sebagai  bidang-bidang  profesi  hukum  dalam membela dan mendampingi kliennya mencari keadilan.
Di Indonesia, orang yang dipandang mengerti hukum dan dapat memberi bantuan hukum kepada klien, mengalami perkembangan yang signifikan. Sebagai suatu negara hukum yang berlandaskan pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, untujk memberikan pengayoman kepada masyarakat diperlukan  adanya  lembaga  pemberi  jasa  hukum  yang  profesional  yang diharapkan dapat memberikan suatu keadilan, kebenaran kepastian hukum serta  supremasi  hukum  kepada  klien  kepada  khususnya  dan  masyarakat pencari keadilan pada umumnya.[4]
Dilihat dari perannya yang sangat penting ini, maka profesi advokat sering disebut sebagai profesi terhormat atas kepribadian yang dimilikinya. Karena tugas pokok seorang dalam proses persidangan adalah mengajukan fakta  dan  pertimbangan  yang  ada  sangkut  pautnya  dengan  klien  yang dibelanya dalam  suatu perkara sehingga demikian memungkinkan  hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya.[5] Profesi pengacara sudah dikenal oleh masyarakat Yunani dan Romawi dan diatur oleh negara.[6] Melihat  uraian di  atas,  penulis tertarik  untuk  membahasnya  dengan judul peranan dan tanggungjawab   advokat dalam penegakan hukum.  

II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana  Peran dan tanggungjawab Advokat dalam Penegakan Hukum?

III. Tujuan Penelitian
Adapun  tujuan penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk:
a.  Mengetahui dan menjelaskan peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum.
b.  Mengetahui   dan   memahami   ketentuan   hukum  tentang peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum

IV. Metode Penelitian
Adapun jenis penelitian ini, adalah  penelitian hukum normatif yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku (kitab), majalah, dan jurnal yang berkaitan dengan  wewenang advokat. Study kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu penelitian bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini yang terdiri  :
1. Bahan hukum primer : bahan hukum yang mengikat
a.   Kitab Undang-undang hukum acara Pidana.
b.   Undang-undang Advokat  nomor 18 tahun 2003.
2.  Bahan hukum sekunder, terdiri dari :
a.   Kepustakaan yang berhubungan erat dengan peran advokat. 
b.   Hasil penelitian  ilmiah yang ada kaitannya dengan materi penelitian.
3. Bahan hukum tersier, terdiri dari :
a.   Kamus hukum.
b.   Kamus besar bahasa Indonesia
c.   dll

V. PEMBAHASAN  
A.  Peranan Advokat.
Menurut Soerjono Soekanto seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lainnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang  untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap  penegak hukum secara sosiologis mempunyai kedudukan  (status)  dan  peranan  (role)  sebagai  penegak  hukum. Kedudukan (status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak- hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau “role”.[7]
Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :[8]
1. peranan yang ideal (ideal role)
2. Peranan yang seharusnya (expected role)
3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)
4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)
Peranan yang sebenarnya dilakukan kadang-kadang juga dinamakan “role perfonmance” atau “role playing”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peranan yang ideal dan seharusnya datang dari pihak atau pihak-pihak lain, sedangkan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan berasal dari diri sendiri.
Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga masyarakat lain juga mempunyai kedudukan dan peranan. Sebagai seorang penegak hukum pusat perhatian sudah pasti diarahkan pada perananya, peranan yang seharusnya dan peranan aktual.
Peranan yang seharusnya dari kalangan tertentu  seperti advokat telah dirumuskan dalam Undang-undang.demikian pula halnya dengan perumusan terhadap peranan yang ideal. berkaitan dengan peranan advokat Undang-undang advokat nomor 18 tahun 2003 tersebut memberikan pengertian advokat adalah orang yang berprofesi memberi  jasa  hukum  di  dalam  maupun  di  luar  persidangan  yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.
Kata advokat, secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare, yang  berarti to defend, to call to one,s aid to vouch or warrant. Sedangkan dalam bahasa Inggris advokate berarti : to speak in favbour of or depend by argument, to support,indicate,or recommanded publicy.[9] Secara terminologis, terdapat beberapa pengertian advokat yang didefinisikan oleh para ahli hukum, organisasi,  peraturan  dan  perundang-undangan  yang  pernah  ada sejak masa kolonial hingga sekarang menurut RUU KUHAP pengertian advokat adalah orang yang memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasrkan ketentuan Undang-undang tentang Advokat.
Advokat dalam memberikan jasa hukumnya dalam praktek dapat dijumpai dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang. Dalam semua tingkat tersebut advokat harus mempunyai surat kuasa yang diperoleh dari pemberi kuasa untuk mendampingi, mewakili, memberikan nasihat hukum kepada kliennya.
Surat kuasa merupakan sesuatu yang penting  dalam menangani suatu kasus tindak pidana korupsi karena tanpa surat kuasa advokat tidak dapat untuk memberikan jasa hukum di pangadilan yang mana dalam tingakat pemeriksaan baik ditingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dimuka sidang surat kuasanya harus berbeda dari beberapa tingkat tersebut.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[10]
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum  itu  melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.[11] ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang  hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.[12]
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata. Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum dapat diimplementasikan dengan baik.[13] Penegakan hukum pada prinsipnya harus memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.
Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung tinggi prinsip serta tujuan hukum. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum,  jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.[14]
Dari unsur penegakan hukum advokat harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar kehendak dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang dimenangkan adalah pihak materiil yaitu klien, sebagai pihak yang berkepentingan.[15]
Dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya.
Apakah statusnya sebagai penegak hukum sama dengan penegak hukum lainnya, ataukah beda. Ketentuan pasal 5 UU Advokat tersebut memang telah merinci kedudukan dan wewenang advokat sebagai penegak hukum. Akan tetapi, timbul masalah apakah advokat/pengacara hanya harus membela kepentingan klien saja sehingga walaupun dia tahu bahwa kliennya salah, ia akan melakukan apa saja yang dibolehkan agar putusan hakim tidak akan merugikan klien, ataukah tugas advokat sama dengan tugas hakim atau penegak hukum lainnya yaitu untuk menegakkan hukum demi kepentingan umum dengan menyandang predikat penegak hukum. Sehingga konsekuensinya, advokat tidak boleh membela kepentingan klien secara membabi buta karena juga harus ikut menegakkan hukum.[16]
Menurut sebagian ahli hasil dari lokakarya para advokat di Jakarta, alternatif yang kedualah yang sesuai dengan tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 37 UU No. 14 tahun 1970 yang menetapkan bahwa dalam memberi bantuan hukum pengacara membantu melancarkan penyelesaian perkara. Yaitu membantu hakim dalam memutuskan perkara dengan data dan informasi yang ada padanya yang disampaikan dimuka pengadilan.
Sudikno Mertokesumo menyatakan, bahwa pengacara atau advokat kedudukannya subjektif karena ia ditunjuk oleh salah satu pihak untuk mewakilinya di persidangan dan penilainyapun sangat subyektif karena ia harus membela kepentingan kliennya. Akan tetapi perlu diingat bahwa fungsi pokok seorang pengacara adalah untuk membantu melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi pancasila, hukum dan keadilan. Disamping itu juga sesuai dengan kode etik advokat bahwa advokat tidak harus mengutamakan kepentingan kliennya saja akan tetapi lebih pada mengutamakan tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran.[17]
Masalah lain timbul jika diihat dari fakta empiris bahwasanya advokat atau pegacara dalam menangani perkara hanya memahami profesinya sebagai kuasa hukum dari klien dan mengesampingkan profesinya sebagai salah satu aparat penegak hukum. Sehingga ia akan mudah menerima dalam bentuk apapun suap dari klien bahkan sampai melakukan perjanjian dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa dan hakim. Sehingga yang dikedepankan bukanlah prinsip kebenaran dan keadilan tapi kemenangan dalam suatu perkara. Dari sini muncul anggapan masyarakat bahwa hukum dapat dimanipulasi dan dibeli. Sehingga kepercayaan kepada aparat penegak hukum ini lebur dengan sendirinya.
Jika kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat mengasumsikan bahwa ada dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang berasal dari penegak hukum itu sendiri. Salah satu contoh, adanya kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam menegakan hukum berpedoman pada Undang-Undang semata sehingga mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Selanjutnya faktor eksternal yang berasal dari luar penegak hukum itu sendiri misalnya ketika terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan masyarakat yang menyelesaikan dengan caranya sendiri sepertihalnya penyuapan.[18]
Maka dari itu seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali apa itu etika profesi hukum yang akhirnya terejawantahkan dalam kode etik profesi hukum. Agar advokat atau pengacara dapat menjalankan tugas profesinya dengan baik, kiranya perlu memahami lalu mengamalkan apa yang menjadi sumpah janjinya advokat, yaitu:[19] “Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : Peran advokat dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien diartikan bahwa bagaimana advokat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat.  
Mengenai sumpah advokat dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor18 tahun 2003 tentang Advokat yang menyebutkan : [20]
“Demi Allah saya bersumpah / saya berjanji” :
- Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila    sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia;
- Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu barang kepada siapapun juga;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi     jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keasilan;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan, atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;
- Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagi advokat;
- Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau            memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya saya merupakan bagian dari tanggung jawab profesi saya sebagai advokat.
Disamping pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat, juga perlu pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana hukum dan pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat penegak hukum demi kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi memenangkan perkara yang dihadapinya.
Menurut Amir Syamsudin, bahwa teks sumpah advokat pada point terakhir ini berbeda dengan teks sumpah yang selama ini telah ada sebagai berikut;” bahwa saya tidak akan membela atau memberi nasihat hukum dalam suatu perkara yang menurut keyakinan dan kepercayaan saya tidak mengandung dasar hukum untuk diajukan ke pengadilan”, bahwa teks ini sangat interpretatif dan tidak konkret.[21] Dalam menjalankan profesinya Menurut Ropuan Rambe,  seorang advokat harus memegang teguh sumpah advokat dalam menegakkan hukum keadilan, dan kebenaran. Advokat adalah profesai yang bebas ; free profesion;vrijberoep, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak tunduk pada kekuasaan publik.[22]
Selain mengenai sumpah advokat. Advokat juga harus mendalami keperanan advokat dengan kode etik tersebut, maka untuk mudah mendapat pegangan tentang yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh advokat, Kode etik Advokat memberikan lebih jelas kepada anggota-anggotanya tentang praktek dalam profesi yang harus dilakukan. Karena dalam kode etik advokat telah diberikan petunjuk kepada anggotanya tentang hal- hal sebagai berikut : [23]
1. Soal tanggung jawab
2. Soal keharusan yang mereka perbuat.
3. Menjaga kelakuan / perilaku sebagai seorang yang profesional dalam menjalankan profesinya
4. Integritas harus dijaga dalam menjalankan profesinya
5. Menjaga reputasi.
Ini berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus pula menjadi tonggak tegaknya hukum dan keadilan
Dalam peranannya yang pertama, pembela mengambil posisi berhadapan dengan peradilan. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempertahankan hak-hak kliennya. Dalam hubungan ini kedudukan pembela harus otonom dan tidak bergantung. Ia juga harus menjaga agar tidak terjatuh dalam suasana kompromi.
Peranan yang kedua advokat sebagai pemberi bantuan hukum, menurut Satjipto Rahardjo seorang pembela sedikit banyak harus melakukan “kerja sama” dengan pak Hakim dan pak Jaksa. Hal ini dilakukan adalah demi kelangsungan hubungan yang teratur antara pembela dengan para pejabat hukum, ia tidak dapat selalu mengambil sikap yang berlawanan terhadap mereka, dalam situasi demikian kedudukan pembela seolah-olah berubah menjadi pegawai pengadilan.[24]
Maksud dari pendapat di atas seorang advokat harus menjalin kerja sama dengan Hakim maupun Jaksa dengan tujuan untuk demi kelangsungan hubungan yang teratur antara advokat dengan pejabat pemerintah yang tidak lain adalah untuk tegaknya kebenaran dan keadilan serta advokat harus menyadari bahwa kedudukanya berbeda dengan pegawai pemerintah karena advokat/pembela  adalah pekerjaan yang memberikan jasa kepada orang lain yang secara materi didapatkan dari honorarium dari klien.
Peranan advokat dalam menjalankan kode etiknya tidak begitu mudah dan sederhana. Hal mana pernah digambarkan oleh P.M Trapman dengan keterangannya bahwa betapa sulitnya seorang advokat dalam proses pidana untuk memperpadukan antara keharusan memihak pada terdakwa sebagai digambarkan dalam kata Belanda noodzakelijke eezijdigheid dan di samping kewajiban advokat mengemukakan penilaian yang obyektif terhadap kejadian karena memanfaatkan diri dalam Ethische Legimitatie.
Kode etik adalah merupakan perangkat moral yang sesungguhnya mesti ada pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Obyek material dari etika adalah moralitas yang melekat pada suatu profesi. Oleh karena itu, pada tanggal 4 April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga profesi hukum Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan untuk menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang berlaku untuk semua penasihat hukum Indonesia tidak terkecuali penasihat hukum berkebangsaan asing yang berpraktek di Indonesia. Secara sistematis, kode etik yang telah disepakati oleh asosiasi atau organisasi profesi itu dibagi dalam ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut yaitu kode etik yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan kepribadian Penasihat Hukum pada umumnya.
Di sini memuat aturan yang mana sejalan dengan sumpah pengangkatan seorang penasihat hukum sebagaimana dijelaskan di dalam uraian berikut ini antara lain :
Setiap penasihat hukum adalah warga negara yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjalankan praktek profesinya menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta sumpah jabatannya.
Penasihat hukum dilarang melakukan sikap-sikap diskriminasi, karena itu harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada yang memerlukannya tanpa membedakannya suku, agama, kepercayaan, keturunan, kedudukan sosial atau  keyakinana politiknya dan tidak semata mencari imbalan materi, tetapi harus mengutamakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran dengan cara jujur dan bertanggung jawab.
Penasihat hukum dalam menjalankan praktek profesinya harus bebas dan mandiri sertsa tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib memeperkuangkan setinggi-tingginya hak asasi manusia di dalam negara hukum Indonesia. Penasihat hukum wajib memegang teguh solidaritas sesama teman sejawat dan apabila teman sejawat diajukan sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana, maka ia wajib dibela oleh teman sejawat lainnya secara Cuma-Cuma. Penasihat hukum tidfak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat penasihat hukum dan dalam perilaku sehari-harinya senantiasa menjunjung tinggi profesi pensasehat hukum sebagai profesi yang terhormat (officium nobile).
Penasihat hukum dalam melakukan praktek profesinya harus bersikap hati-hati dan menjaga sopan santun terhadap para pejabat  penegak hukum,sesama teman sejawat dan masyarakat, namun berkewajiban mempertahankan hak dan martabat penasihat hukum di mana pun ia berada.[25]
Kode etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan suatu pelanggaran hukum secara obyektif. Rambu-rambu di sini adalah setiap madvokat harus jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya baik dengan klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama pada dirinya sendiri.
Praktek yang professional dalam menjalankan profesinya lazimnya berporos pada kemampuan dalam menjalankan pengetahuan formal yang dimilikinya kemudian dijalankan dengan pendekatan etis dalam menjalankan pekerjaannya yaitu kode erik. Arti professional itu sendiri merupakan profesi yang dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan pelatihan yang mantap bagi seorang profesionla untuk meminta bantuan jasanya itu yakin dan percaya dan tertarik untuk minta bantuaanya
Sebelum berbicara mengenai pemberian jasa hukum, pengertian jasa menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia jasa adalah perbuatan yang baik / berjiwa dan bernilai bagi orang lain, negara dsb.[26]  Pemberian  jasa  hukum  kepada  setiap  orang/  klien/korporasi berkaitan dengan tindak pidana korupsi dapat dilakukan dalam    beberapa              tingkat yakni tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka siding pengadilan Secara yuridis ia juga didukung oleh ketentuan-ketentuan hukum dan nilai-nilai universal. Selain itu, secara sosiologis pemberian jasa hukum khususnya bagi masyarakat tidak mampu/miskin merupakan kebutuhan masyarakat dalam upaya mencari kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjamin hak asasi manusia.dalam memberikan jasa hukumnya, advokat dapt melakukan secara prodeo maupun atas dasar honorarium/fee berdasarkan kesepakatan bersama dan tingkat kewajaran serta kondisi kliennya.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan  advokat  berupa  memberikan  konsultasi  hukum,  bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.[27]  Pengertian jasa hukum tersebut berbeda dengan pengertian bantuan hukum menurut undang- undang advokat. Bantuan hukum mempunyai pengertian tersendiri yaitu jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma- cuma kepada klien yang tidak mampu.
Berkaitan dengan Jasa hukum seorang advokat dapat diberikan dalam litigasi dan juga non litigasi. Nonlitigasi ini dapat berupa konsultasi hukum memberikan memberikan advice hukum kepada klien berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi. Dalam proses litigasi peran advokat dapat mengajukan saksi dan saksi ahli yang meringankan terdakwa,eksepsi, pledoi, banding, kasasi maupun peninjauan kembali
Tugas dan fungsi advokat dalam sebuah pekerjaan atau profesi apa pun tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi : [28]
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
b. Memperjuangkan  hak-hak  asasi  manusia  dalam  negara hukum Indonesia;
c. Melaksanakan kode etik advokat;
d. Memberikan nasehat hukum; (legal advice);
e.  Memberikan konsultasi hukum (legal consultation);
f. Memberikan pendapat hukum (legal opinion);
g. Menyusun kontrak-kontrak (legal drfting);
h. Memberikan informasi hukum (legal information);
i. Membela kepentingan klien (litigation);
j. Mewakili klien di muka pengadilan ( legal representation);
k. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (legal aid).
Mengenai  pengertian  klien  ada  beberapa  pendapat  yang dikemukakan yaitu :
Dalam Kamus umum Bahasa Indonesia, Klien diartikan orang yang minta bantuan atau nasihat pada pengacara, konsultan dsb.[29]  Dalam Kamus hukum klien adalah pelanggan, orang atau lainnya yang memperoleh bantuan hukum dari seorang pengacara.[30]  Pengertian Klien menurut Undang-undang advokat nomor 18  tahun 2003 adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat
Berdasarkan definisi klien di atas dapat disimpulkan klien adalah orang/badan hukum yang membutuhkan jasa hukum dari advokat baik litigasi maupun non litigasi berupa pendampingan, mewakili ataupun memberikan advice hukum demi kepentingan orang/badan hukum hukum yang membutuhkan jasa advokat.
Dalam menjalankan perannya, advokat wajib menjalankan hubungan baik dengan para kliennya, karena menurut Martiman Prodjohamidjojo; “pekerjaan penasihat hukum adalah pekerjaan kepercayaan”. dimaksud hubungan baik itu sebagaimana dijelaskan di bawah ini : [31]
1. Penasihat hukum di dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya;
2. Penasihat hukum dalam perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai;
3. Penasihat hukum tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan kliennya mengenai perkara yang diurusnya;
4. Penasihat hukum  dilarang keras menjamin klien terhadap perkaranya akan dimenangkan;
5. Penasihat hukum dilarang menetapkan syarat-syarat yang membatasi       kebebasan klien untuk mempercayakan kepentingannya kepada penasihat hukum yang lain;
6. Penasihat hukum harus menentukan besarnya honor dalam batas-batas yang layak dengan mengingat kemampuan klien;
7. Penasihat hukum dilarang membebani klien dengan biaya- biaya yang tidak perlu;
8. Penasihat hukum dapat menggunakan hak retensi terhadap klien asalkan tidak merugikan kepentingan klien yang dapat diperbaiki lagi.
9. Penasihat hukum harus selalu memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan wajib menjaga rahasia itu.
Pada dasarnya butir-butir di atas dapat diartikan mengenai hak- hak klien dimana harus dijaga hubungan baik itu tanpa menimbulkan suatu permasalahan yang bisa terjadi antara advokat dan klien. Dalam hal ini jangan sampai klien dirugikan oleh seorang advokat atau peran yang dimainkan oleh advokat harus sesuai dengan sumpah dan kode etik advokat serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
Advokat dalam menjalankan profesinya tidak mematuhi kode etik advokat akan dapat diadukan ke dewan kehormatan dengan ancaman sanksi seperti peringatan biasa, keras dan dapat di copot ijin prakteknya sebagai advokat Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat, yaitu Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara.
Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya penegakan supremasi hukum, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan  yang sangat besar dalam penegakan hukum. Peran advokat dalam penegakan hukum dirasa belum maksimal, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor.
Peran dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum dalam kenyataannya belum optimal, hal tersebut dikarenakan adanya benturan kepentingan antara advokat sebagai penegak hukum yang harus menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran dan advokat sebagai profesi hukum yaitu kuasa hukum yang bertindak sebagai kuasa atau wakil dari klien (pihak yang berperkara). Sehingga seharusnya advokat dalam membela klien harus bertindak sebagaimana kode etik advokat yang bertugas untuk menegakkan keadilan bagi kliennya dan semuanya. Serta membantu hakim dalam menemukan kebenaran sehingga tidak dibenarkan jika ia kukuh mempertahankan kesalahan klien, yang dicari adalah keadilan yang bersifat luas, bukan hanya kepentingan memenangkan perkara di Pengadilan.[32]

B. Tanggungjawab Adokat.

Berhubungan dengan peranan  yang sangat besar advokat sebagaimana tersebut diatas, maka advokat juga tentunya memiliki tanggung jawab dalam penegakan hukum setidaknya menurut  Ismu Gunadi Widodo advokat harus bertanggung jawab kepada empat hal yaitu : bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, kepada aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat.[33]
Pertama, tanggung jawab advokat kepada Tuhan. Manusia adalah mahluk religious yang memiliki kecerdasan spiritual. Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas. [34]
Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan. Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekat yang besar, menggunakannya  menuju kearifan, dan untuk mencapai  kebahagiaan yang abadi. [35]
Dengan pengakuan potensi kecerdasan spiritual tersebut, manusia dengan sendirinya memiliki tanggung jawab akan kehidupannya kepada Tuhan. Tanggung jawab tersebut melekat pada diri manusia bukan disebabkan butuhnya Tuhan kepada manusia melainkan bentuk rasa dan sikap iman manusia kepada Tuhan. Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga dikatakan tindakan manusia tidak lpas daei hukuman hukuman Tuhan. Yang dituangkan dalam berbagai kitab suco melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman hukuman  tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika perungatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraikan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah perintah Tuhan. Berarti menginggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan terhadap Tuhan sebagai penciptanya.[36]
Tanggung Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat. Sebagai manusia, secara individual Advokat mengikatkan dirinya untuk selalu bertanggung jawab kepada Tuhan-Nya. Hal tersebut ditunjukkan dalam pembacaan janji advokat sebagai berikut:
 “Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :
-  Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
- Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
-  Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
-  Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat
-  Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
Sumpah tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan menjalani profesi sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya sebagai formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan.
Kedua, Tanggung Jawab kepada kode Etik advokat. Di dalam Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia Tentang Kepribadian Advokat, disebutkan: “Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya”. [37]
Bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya adalah “kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap Advokat” yang tidak lain merupakan implementasi dari bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,   .       Moral ini berkaitan erat dengan pandangan hidup, agama atau kepercayaan maupun adat-kebiasaan masyarakat yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar ideologi Negara dan pandangan hidup dan jati diri bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan ethika moral bangsa Indonesia , termasuk sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menunjukkan bahwa, seluruh bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk di dalamnya adalah seorang Advokat. [38]
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
a. Kejujuran profesional (professional honesty) sebagaimana terungkap dalam Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dalam kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”, dan
b. Suara hati nurani (dictate of conscience).
Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti bahwa bagi advokat Indonesia tidak ada pilihan kecuali menolak setiap perilaku yang berdasarkan “he who pays the piper calls the tune” karena pada hakikatnya perilaku tersebut adalah pelacuran profesi advokat. [39]
Ketiga, Tanggung jawab kepada Undang-Undang Advokat. Untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a)   mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b)  berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
e) melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan dan atau perbuatan tercela;
f) melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat , maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1) Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya; dan 3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara kliennya.
Dengan adanya hak dan kewenangan istimewa itu tentunya  juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu:
1. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat;
2. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak menjalankan profesi terhormat ini.
Undang-undang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat dalam pasal 1 butir (1), menentukan, bahwa advokat ialah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan Undang-undang tersebut. Advokat disini dapat pula diartikan sebagai pengacara atau penasihat hukum, atau kuasa hukum ataupun orang yang memberikan bantuan hukum karena pada dasarnya peran, tugas dan tanggungjawabnya sama yaitu untuk membantu klien dalam menegakkan keadilan dan kebenaran bagi dirinya.
 Adapun tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.
Untuk menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika yang ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik. Di setiap sektor kenegaraan dan pemerintahan selalu terdapat peraturan tata tertib serta pedoman organisasi dan tata kerja yang bersifat internal. Di lingkungan organisasi-organisasi masyarakat juga selalu terdapat Anggaran atau Pedoman Dasar dan Anggaran atau Pedoman Rumah Tangga organisasi. Namun, baru sedikit sekali di antara organisasi atau lembaga-lembaga tersebut yang telah memiliki perangkat Kode Etika yang disertai oleh infra struktur kelembagaan Dewan Kehormatan ataupun Komisi Etika yang bertugas menegakkan kode etika dimaksud.
Demikian pula halnya UU Advokat teleh menentukan adanya kewajiban menyusun kode etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat. Setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku tidaknya kode etik tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi Advokat. Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat dapat ditegakkan. Infrastruktur tersebut membutuhkan budaya taat aturan di lingkungan advokat itu sendiri, baik aturan hukum negara maupun aturan berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah tangga serta kode etik profesi.
Keempat, Tanggung jawab kepada masyarakat. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut.
Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat , maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1) Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya; dan 3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara kliennya.
Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa hak dan kewenangan istimewa juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat,yaitu:
1. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat;
2. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak menjalankan profesi terhormat ini.
Bagian dari kewajiban advokat kepada masyarakat, adalah telah memberi bantuan jasa hukum kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal 3 dinyatakan bahwa seorang advokat tidak dapat menolak dengan alasan kedudukan sosial orang yang memerlukan jasa hukum dan didalam Pasal 4 kalimat: mengurus perkara cuma-cuma telah tersirat kewajiban ini. Dan asas ini dipertegas lagi dalam Pasal 7 KEAI alinea 8: ... kewajiban untuk memberikan bantuan hukum id cuma-cuma (pro deo) bagi ornag yang tidak mampu. Meskipun di Indonesia telah ada lembaga-lembaga yang membantu kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama Lembaga Bantuan Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau yang serupa), namun kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa hukum kepada klien miskin, tetap harus diutamakan.
Pemberian jasa hukum terhadap klien dalam perkara tindak korupsi advokat tetap berada pada koridor hukum yang ada. maksudnya jasa hukum yang diberikan advokat baik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang harus selalu mengedepankan prinsip-prinsip hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan disamping membela kepentingan klien, maka advokat harus memberikan perlindungan hukum terhadap klien dalam perkara tindak pidana korupsi jangan sampai sebelum ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersangka/terdakwa sangat dirugikan karena belum tentu tersangka/terdakwa itu bersalah oleh karena itu tanggung jawab advokat sangat penting dalam proses tegaknya hukum.
Menurut Fritz Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku manusia yaitu : (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional. (2). Atribusi eksternal atau atribusi lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi (unsur psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi tempat atau lingkungan orang itu berada. [40] Oleh karena itu teori  atribusi  terbagi menjadi dalam 2 ( dua ) sebab dalam persepsi sebab-akibat suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan individu yaitu : Atribusi Intern yang mencakup semua pemyebab intern seseorang, seperti keadaan hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi atau keinginan. Sedangkan Atribusi Ekstern, mencakup penyebab-penyebab ekstern seseorang, seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca dan seterusnya.[41]
Dalam hubungannya dengan peran dan tanggungjawab advokat tentunya advokatpun tidak dapat menghindari pengaruh yang merupakan faktor dari dalam ( internal ) apakah disebabkan oleh faktor dari luar ( eksternal) sebagaimana tersebut diatas dalam memberikan jasa hukum terhadap kliennya. Dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya advokat dihadapkan faktor-faktor teknis dan non teknis.
Mengenai faktor teknis advokat dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya misalnya Pasal 72 KUHAP yang bunyinya atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelannya yang maksudnya dalam praktek apakah sudah dapat diterapkan, dalam Pasal 17 UU No. 18 tahun 2003 yang bunyinya dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen yang lain, baik dalam instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal ini apakah dapat diterapkan karena advokat sering terbentur memperoleh informasi. Sedangkan faktor non teknis advokat dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya apakah dalam praktek bisa diterapkan dalam jasanya advokat dapat sering kali berhak menghubungi kliennya tanpa harus memberikan sesuatu misal uang ataupun barang. Faktor yang lain misal advokat membela perkara trial by mass ( demo-demo) ada tekanan dari pihak lain terhadap advokat tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi advokat dalam menangani perkara kliennya  banyak sekali dijumpai dalam praktek misalnya dari faktor atribusi  ekstern   seorang   advokat   harus   memberikan   penjelasan kepada publik atau pun masyarakat bahwa klien belum tentu bersalah sebelum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, seorang advokat dalam membela, mendampingi, mewakili, bertindak, dan menunaikan tugas dan fungsinya harus selalu memasukan ke dalam pertimbangannya kewajiban terhadap klien, masyarakat, diri sendiri, negara terlebih kepada Allah SWT.

VI. PENUTUP.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum.
Tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan..
Tanggung jawab advokat dalam penegakan hukum kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, Kepada Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat. Tanggung Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat. Sebagai manusia, secara individual Advokat mengikatkan dirinya untuk selalu bertanggung jawab kepada Tuhan-Nya. Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya, Tanggung jawab kepada Undang-Undang. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Seorang advokat telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium) dan  dapat menolak dengan alasan kedudukan sosial orang yang memerlukan jasa hukum dan kewajiban untuk memberikan bantuan hukum id cuma-cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.

DAFTAR PUSTAKA

Arief T. Surowidjojo, Pembaharuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. 2004,
Amir Syamsudin, Menyambut Undang-undang Advokat,peran advokat dalam Pembangunan, Jakarta. 2002.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Lokakarya tentang Pengacara Pada Badan Peradilan Agama, Jakarta. 1977.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999.
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia ,Idealisme dan Keprihatinan, Sinar Harapan. Jakarta. 1995.
Ignatius Ridwan Widyadarma, Etika Profesi Hukum dan Keperanannya,  Undip, Semarang. 2001.
Ismu Gunadi Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan Hukum,
Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Grasindo. Jakarta. 2001.
Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Ghalia Indonesia. Bogor, 2002.
Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2001.
Martiman Prodjohamidjojo, Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.1982.
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum,  Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002.
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis), Genta Publishing, Yogyakarta. 2009.
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta. 1994.
Sarlito W, Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta.2010.
Sudarsono, Kamus Hukum; Rineka Cipta, Jakarta. 2007.
W.J.S,Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.1983.
Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat



[1] Pasal 1 ayat 3 UUD 1945
[2] Suhrawardi K. Lubis, 1994,  Etika Profesi Hukum,  Jakarta: Sinar Grafika,  hlm. 8.
[3] Ibid
[4] Arief T. Surowidjojo, 2004, Pembaharuan Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal. 124.
[5] Suhrowardi K., ibid.hal.  8.
[6] Frans Hendra Winarta, 1995, Advokat Indonesia ,Idealisme dan Keprihatinan, Jakarta; Sinar Harapan.  hal 19
[7] Soerjono Soekanto, 2002, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum, Jakarta; Raja Grafindo Persada, hal 13
[8] Ibid, hal 14
[9]  Ibnid.
[10]  Jimly Assidiqqi, Penegakan Hukum, hal. 1
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis), 2009, Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. Vii.
[14] Jimly, Op. Cit. Hal. 3
[15] Mukti Arto, 2001, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 131-132.
[16] Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Lokakarya tentang Pengacara Pada Badan Peradilan Agama, : 1977, Jakarta hlm. 43.
[17] Mukti Arto, Op.Cit, hlm. 132.
[18] Mukti Arto, Ibid. 132.
[19] Ibid
[20]  Pasal 4   Undang-undang Advokat nomor 18 tahun 2003
[21] Amir Syamsudin, 2002, Menyambut Undang-undang Advokat, peran advokat dalam Pembangunan, Jakarta, hal.. 47
[22] Ropuan Rambe , 2001, Tehnik Praktek Advokat, Jakarta,Grasindo, Hal. 33.
[23] Ignatius Ridwan Widyadarma, 2001, Etika Profesi Hukum dan Keperanannya, Semarang; Undip, hal. 24
[24] Rahmat Rosyadi, 2002, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Bogor, Ghalia Indonesia. Hal. 106
[25] Ibid. Hal. 89
[26] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1999, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 403
[27] Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, Pasal 18.
[28] Rahmat Rosyadi, loc cit.  Hal.  85
[29] W.J.S,Poerwadarminta,1983, Kamus Umum Bahasa Indonesia;Jakarta,Balai Pustaka, hal. 513
[30] Sudarsono, 2007,  Hukum Jakarta; Rineka Cipta, hal.  222
[31] Martiman Prodjohamidjojo,1982, Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 18
[32] Kasus  penyuapan Hakim PTTUN yang melibatkan Advokat senior OC. Kaligis menindikasikan hal demikian.
[33] Ismu Gunadi Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan Hukum, Hal. 6
[34] Ibid.
[35] Ibid.
[36] Ibid.
[37] Ibid. hal. 7
[38] Ibid. hal. 8
[39] Ibid.
[40] Sarlito W, Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 102
[41] Ibid. 

0 komentar:

Posting Komentar