Penulis Barhamudin, SH., MHum.
Abstrak
Tujuan penelitian
ini adalah untuk Mengetahui dan menjelaskan peranan dan tanggungjawab advokat
dalam penegakan hukum dan Mengetahui
dan memahami ketentuan
hukum tentang peranan dan
tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum. Adapun jenis penelitian ini,
adalah penelitian hukum normatif yaitu
penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis, seperti
buku-buku, majalah, dan jurnal yang berkaitan dengan wewenang advokat. Study kepustakaan ini
dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu
bahan hukum yang terdiri 1. Bahan hukum primer : bahan hukum yang
mengikat seperti Kitab Undang-undang hukum acara Pidana, Undang-undang Advokat nomor 18 tahun 2003. 2. Bahan hukum sekunder, terdiri dari :
Kepustakaan yang berhubungan erat dengan peran advokat, Hasil penelitian ilmiah yang ada kaitannya dengan materi
penelitian. 3. Bahan hukum tersier, terdiri dari Kamus hukum, Kamus besar bahasa
Indonesia dll. Hasil penelitian menunjukan bahwa Advokat sebagai penegak hukum
yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan
hukum dan keadilan. Baik secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki
peranan yang sangat besar dalam penegakan hukum. Tugas, kewajiban, sikap dan
tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode
etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang
mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili
klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta
membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan. Tanggung jawab
advokat dalam penegakan hukum kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik
Advokat, Kepada Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat.
Tanggung Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat.
Kata kunci : Advokat,
Penegak Hukum.
I. Pendahuluan
Penegakan
hukum yang adil merupakan syarat utama kemajuan suatu negara dan merupakan jati
diri suatu bangsa yang beradab. Semakin tinggi peradaban suatu bangsa semakin
jelas keadilan dan kepastian hukum yang berlaku pada bangsa atau kaum tersebut.
Penegakan hukum diwujukdkan oleh lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum
lainnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas aparat penegak hukum telah cukup banyak dikeluarkan kebijakan-kebijakan dalam upaya peningkatan
kualitas dan kemampuan aparat penegak hukum agar lebih profesional, berintegritas,
berkepribadian dan bermoral tinggi melalui perbaikan-perbaikan sistem
perekrutan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan dan pelatihan serta
pengawasan terhadap perilaku aparat penegak hukum dan meningkatkan
kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
Undang-Undang
Dasar Negara kita, menyatakan dengan tegas bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum,[1]
sebagai negara yang menyatakan diri sebagai negara hukum, upaya penegakan
supremasi hukum, bain secara kelembagaan pengadilan, kepolisian, kejaksaan maupun
secara pribadi sebagai aparat penegak hukum harus mandiri dalam menegakan hukum
dan keadilan. Demikian pula dengan advokat, namun kenyataannya penegakan hukum yang belum mandiri menjadi penyebab kurang berjalannya
penegakan hukum yang efektif, konsisten dan berkeadilan. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa kita dilanda krisis multidimensi, hal ini akan mempengaruhi kehidupan
hukum yang menunjukkan fenomena adanya ketidakpastian
hukum dan ketidakadilan.
Pihak
yang sering disalahkan sebagai penyebab
kuang efektifnya supremasi hukum
adalah aparat penegak hukum itu
sendiri, seperti polisi, hakim, jaksa , dan advokat. Dalam membicarakan
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu peradilan khususnya peradilan pidana,
biasanya ada tersangka atau terdakwa dengan berbagai hak-hak dan kewajibannya,
penyidik dan penyelidik, penuntut umum atau jaksa, hakim dan advokat. Dalam
peradilan perdata ada pihak tergugat, penggugat dan advokat. Demikian juaga
dalal sisten peradilan lainanya selalu melibatkan advokat.
Advokat adalah pihak yang terlibat dalam hukum sebagai
profesi untuk membela dan mendampingi dan
konsultan bagi mereka yang membutuhkan. Profesi pada hakekatnya adalah pekerjaan tetap
yang berwujud karya pelayanan yang dijalankan dengan penguasaan dan penerapan
pengetahuan di bidang ilmu tertentu yang pengembangannya dihayati sebagai
panggilan hidup dan pelaksanaannya terikat pada nilai-nilai tertentu yang
dilandasi semangat pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta
berakar pada penghormatan dan upaya menjunjung tinggi martabat manusia.[2]
Sejalan dengan
pengertian di atas,
profesi hukum dapat
dipahami sebagai profesi yang melalui penguasaan dan penerapan disiplin
ilmu hukum di masyarakat, diemban orang untuk menyelenggarakan dan menegakkan
ketertiban yang berkeadilan. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sudah
selayaknya bila di masyarakat muncul harapan dan tuntutan pengembangan dan pelaksanaan
profesi hukum agar
selalu didasarkan pada
nilai-nilai moralitas umum,
seperti nilai keadilan, nilai kemanusiaan, kejujuran, kepatuhan dan kewajaran, keharusan
untuk memiliki kualitas keahlian dan keilmuan serta kesadaran untuk selalu
menghormati dan menjaga integritas serta menghormati profesinya, dan nilai
pelayanan pada kepentingan publik.[3]
Nilai-nilai di atas, seharusnya berlaku pada semua jenis profesi yang secara
langsung dapat dianggap
sebagai bidang-bidang profesi
hukum dalam membela dan
mendampingi kliennya mencari keadilan.
Di
Indonesia, orang yang dipandang mengerti hukum dan dapat memberi bantuan hukum
kepada klien, mengalami perkembangan yang signifikan. Sebagai suatu negara
hukum yang berlandaskan pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, untujk
memberikan pengayoman kepada masyarakat diperlukan adanya
lembaga pemberi jasa
hukum yang profesional
yang diharapkan dapat memberikan suatu keadilan, kebenaran kepastian
hukum serta supremasi hukum
kepada klien kepada
khususnya dan masyarakat pencari keadilan pada umumnya.[4]
Dilihat
dari perannya yang sangat penting ini, maka profesi advokat sering disebut
sebagai profesi terhormat atas kepribadian yang dimilikinya. Karena tugas pokok
seorang dalam proses persidangan adalah mengajukan fakta dan
pertimbangan yang ada
sangkut pautnya dengan
klien yang dibelanya dalam suatu perkara sehingga demikian memungkinkan hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya.[5]
Profesi pengacara sudah dikenal oleh masyarakat Yunani dan Romawi dan diatur
oleh negara.[6]
Melihat uraian di atas,
penulis tertarik untuk membahasnya
dengan judul peranan dan tanggungjawab
advokat dalam penegakan hukum.
II. Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimana Peran dan tanggungjawab Advokat
dalam Penegakan Hukum?
III. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini dilakukan dalam
rangka untuk:
a. Mengetahui dan
menjelaskan peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum.
b. Mengetahui dan
memahami ketentuan hukum
tentang peranan dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum
IV. Metode Penelitian
Adapun
jenis penelitian ini, adalah penelitian hukum
normatif yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber
tertulis, seperti buku-buku (kitab), majalah, dan jurnal yang berkaitan
dengan wewenang advokat. Study kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu penelitian
bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini yang terdiri :
1. Bahan hukum primer : bahan hukum yang mengikat
a. Kitab Undang-undang hukum acara Pidana.
b. Undang-undang Advokat nomor 18 tahun 2003.
2. Bahan hukum sekunder, terdiri dari :
a. Kepustakaan yang berhubungan erat dengan
peran advokat.
b. Hasil penelitian ilmiah yang ada kaitannya dengan materi
penelitian.
3. Bahan hukum
tersier, terdiri dari :
a. Kamus hukum.
b. Kamus besar bahasa Indonesia
c. dll
V. PEMBAHASAN
A. Peranan
Advokat.
Menurut
Soerjono Soekanto seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lainnya
dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan
wewenang untuk berbuat atau tidak
berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis mempunyai kedudukan (status)
dan peranan (role)
sebagai penegak hukum. Kedudukan
(status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang
mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya
mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban
tertentu. Hak- hak dan kewajiban tadi merupakan peranan atau “role”.[7]
Suatu
peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :[8]
1. peranan yang
ideal (ideal role)
2. Peranan yang
seharusnya (expected role)
3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived
role)
4. Peranan yang
sebenarnya dilakukan (actual role)
Peranan
yang sebenarnya dilakukan kadang-kadang juga dinamakan “role perfonmance” atau
“role playing”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peranan yang ideal dan
seharusnya datang dari pihak atau pihak-pihak lain, sedangkan yang dianggap
oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan berasal dari diri
sendiri.
Seorang
penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga masyarakat lain juga mempunyai
kedudukan dan peranan. Sebagai seorang penegak hukum pusat perhatian sudah
pasti diarahkan pada perananya, peranan yang seharusnya dan peranan aktual.
Peranan
yang seharusnya dari kalangan tertentu
seperti advokat telah dirumuskan dalam Undang-undang.demikian pula
halnya dengan perumusan terhadap peranan yang ideal. berkaitan dengan peranan
advokat Undang-undang advokat nomor 18 tahun 2003 tersebut memberikan
pengertian advokat adalah orang yang berprofesi memberi
jasa hukum di
dalam maupun di
luar persidangan yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan Undang-undang ini.
Kata advokat,
secara etimologis berasal dari bahasa latin advocare, yang berarti to defend, to call to one,s aid to
vouch or warrant. Sedangkan dalam bahasa Inggris advokate berarti : to speak in
favbour of or depend by argument, to support,indicate,or recommanded publicy.[9]
Secara terminologis, terdapat beberapa pengertian advokat yang didefinisikan
oleh para ahli hukum, organisasi,
peraturan dan perundang-undangan yang
pernah ada sejak masa kolonial
hingga sekarang menurut RUU KUHAP pengertian advokat adalah orang yang memberi
jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasrkan ketentuan Undang-undang tentang Advokat.
Advokat
dalam memberikan jasa hukumnya dalam praktek dapat dijumpai dalam tingkat
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang. Dalam semua tingkat
tersebut advokat harus mempunyai surat kuasa yang diperoleh dari pemberi kuasa
untuk mendampingi, mewakili, memberikan nasihat hukum kepada kliennya.
Surat
kuasa merupakan sesuatu yang penting
dalam menangani suatu kasus tindak pidana korupsi karena tanpa surat
kuasa advokat tidak dapat untuk memberikan jasa hukum di pangadilan yang mana
dalam tingakat pemeriksaan baik ditingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
dimuka sidang surat kuasanya harus berbeda dari beberapa tingkat tersebut.
Penegakan
hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.[10]
Ditinjau
dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas
dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti
yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu
melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.[11]
ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti
sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal
dan tertulis saja.[12]
Penegakan
hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan cita untuk menjadi
sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai yang terkandung
didalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata. Eksistensi hukum
menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum dapat
diimplementasikan dengan baik.[13] Penegakan hukum pada prinsipnya harus
memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Disamping itu masyarakat
juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai suatu keadilan.
Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna
(secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang dirasakan adil
(secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.
Pada
dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur
masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung
tinggi prinsip serta tujuan hukum. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian
mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam
arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum
itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan.
Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan
dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau
pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis
dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi)
terpidana.[14]
Dari
unsur penegakan hukum advokat harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil.
Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan syarat materiil
menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar kehendak dari kliennya.
Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang
dimenangkan adalah pihak materiil yaitu klien, sebagai pihak yang
berkepentingan.[15]
Dalam
ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat sebagai
penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam
upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat selain bermakna
sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh karenanya sering
terjadi benturan kepentingan antara keduanya.
Apakah
statusnya sebagai penegak hukum sama dengan penegak hukum lainnya, ataukah
beda. Ketentuan pasal 5 UU Advokat tersebut memang telah merinci kedudukan dan
wewenang advokat sebagai penegak hukum. Akan tetapi, timbul masalah apakah
advokat/pengacara hanya harus membela kepentingan klien saja sehingga walaupun
dia tahu bahwa kliennya salah, ia akan melakukan apa saja yang dibolehkan agar
putusan hakim tidak akan merugikan klien, ataukah tugas advokat sama dengan
tugas hakim atau penegak hukum lainnya yaitu untuk menegakkan hukum demi
kepentingan umum dengan menyandang predikat penegak hukum. Sehingga
konsekuensinya, advokat tidak boleh membela kepentingan klien secara membabi
buta karena juga harus ikut menegakkan hukum.[16]
Menurut
sebagian ahli hasil dari lokakarya para advokat di Jakarta, alternatif yang
kedualah yang sesuai dengan tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan yang
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 37 UU No. 14
tahun 1970 yang menetapkan bahwa dalam memberi bantuan hukum pengacara membantu
melancarkan penyelesaian perkara. Yaitu membantu hakim dalam memutuskan perkara
dengan data dan informasi yang ada padanya yang disampaikan dimuka pengadilan.
Sudikno
Mertokesumo menyatakan, bahwa pengacara atau advokat kedudukannya subjektif
karena ia ditunjuk oleh salah satu pihak untuk mewakilinya di persidangan dan
penilainyapun sangat subyektif karena ia harus membela kepentingan kliennya.
Akan tetapi perlu diingat bahwa fungsi pokok seorang pengacara adalah untuk membantu
melancarkan penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi pancasila, hukum dan
keadilan. Disamping itu juga sesuai dengan kode etik advokat bahwa advokat
tidak harus mengutamakan kepentingan kliennya saja akan tetapi lebih pada
mengutamakan tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran.[17]
Masalah
lain timbul jika diihat dari fakta empiris bahwasanya advokat atau pegacara
dalam menangani perkara hanya memahami profesinya sebagai kuasa hukum dari
klien dan mengesampingkan profesinya sebagai salah satu aparat penegak hukum.
Sehingga ia akan mudah menerima dalam bentuk apapun suap dari klien bahkan
sampai melakukan perjanjian dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa
dan hakim. Sehingga yang dikedepankan bukanlah prinsip kebenaran dan keadilan
tapi kemenangan dalam suatu perkara. Dari sini muncul anggapan masyarakat bahwa
hukum dapat dimanipulasi dan dibeli. Sehingga kepercayaan kepada aparat penegak
hukum ini lebur dengan sendirinya.
Jika
kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat mengasumsikan bahwa ada
dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi aparat penegak hukum dalam
menegakkan hukum yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal
yang berasal dari penegak hukum itu sendiri. Salah satu contoh, adanya
kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam menegakan hukum berpedoman pada
Undang-Undang semata sehingga mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat. Selanjutnya faktor eksternal yang berasal dari luar penegak hukum
itu sendiri misalnya ketika terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan
masyarakat yang menyelesaikan dengan caranya sendiri sepertihalnya penyuapan.[18]
Maka
dari itu seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali apa itu etika
profesi hukum yang akhirnya terejawantahkan dalam kode etik profesi hukum. Agar
advokat atau pengacara dapat menjalankan tugas profesinya dengan baik, kiranya
perlu memahami lalu mengamalkan apa yang menjadi sumpah janjinya advokat,
yaitu:[19] “Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji
: Peran advokat dalam memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien diartikan
bahwa bagaimana advokat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan
fungsinya serta kode etik dan sumpah advokat.
Mengenai
sumpah advokat dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor18 tahun 2003 tentang Advokat
yang menyebutkan : [20]
“Demi Allah saya
bersumpah / saya berjanji” :
- Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila sebagai dasar negara dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia;
- Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau
tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan
atau menjanjikan sesuatu barang kepada siapapun juga;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pemberi jasa hukum akan bertindak
jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keasilan;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam
atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada
hakim, pejabat pengadilan, atau pejabat lainnya agar memenangkan atau
menguntungkan bagi perkara klien yang sedang atau akan saya tangani;
- Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung
jawab saya sebagi advokat;
- Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan
atau memberi jasa hukum di
dalam suatu perkara yang menurut hemat saya saya merupakan bagian dari tanggung
jawab profesi saya sebagai advokat.
Disamping
pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat, juga perlu
pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana hukum dan
pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat penegak hukum demi
kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi memenangkan perkara yang
dihadapinya.
Menurut
Amir Syamsudin, bahwa teks sumpah advokat pada point terakhir ini berbeda
dengan teks sumpah yang selama ini telah ada sebagai berikut;” bahwa saya tidak
akan membela atau memberi nasihat hukum dalam suatu perkara yang menurut
keyakinan dan kepercayaan saya tidak mengandung dasar hukum untuk diajukan ke
pengadilan”, bahwa teks ini sangat interpretatif dan tidak konkret.[21]
Dalam menjalankan profesinya Menurut Ropuan Rambe, seorang advokat harus memegang teguh sumpah
advokat dalam menegakkan hukum keadilan, dan kebenaran. Advokat adalah profesai
yang bebas ; free profesion;vrijberoep, yang tidak tunduk pada hirarki jabatan
dan tidak tunduk pada perintah atasan, dan hanya menerima perintah atau order
atau kuasa dari klien berdasarkan perjanjian yang bebas, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, yang tunduk pada kode etik profesi advokat, dan tidak
tunduk pada kekuasaan publik.[22]
Selain
mengenai sumpah advokat. Advokat juga harus mendalami keperanan advokat dengan
kode etik tersebut, maka untuk mudah mendapat pegangan tentang yang wajib ditaati
dan dipenuhi oleh advokat, Kode etik Advokat memberikan lebih jelas kepada
anggota-anggotanya tentang praktek dalam profesi yang harus dilakukan. Karena
dalam kode etik advokat telah diberikan petunjuk kepada anggotanya tentang hal-
hal sebagai berikut : [23]
1. Soal tanggung
jawab
2. Soal keharusan
yang mereka perbuat.
3. Menjaga kelakuan / perilaku sebagai seorang yang
profesional dalam menjalankan profesinya
4. Integritas harus
dijaga dalam menjalankan profesinya
5. Menjaga reputasi.
Ini
berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan
dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus
pula menjadi tonggak tegaknya hukum dan keadilan
Dalam
peranannya yang pertama, pembela mengambil posisi berhadapan dengan peradilan.
Tujuannya tidak lain adalah untuk mempertahankan hak-hak kliennya. Dalam
hubungan ini kedudukan pembela harus otonom dan tidak bergantung. Ia juga harus
menjaga agar tidak terjatuh dalam suasana kompromi.
Peranan
yang kedua advokat sebagai pemberi bantuan hukum, menurut Satjipto Rahardjo
seorang pembela sedikit banyak harus melakukan “kerja sama” dengan pak Hakim
dan pak Jaksa. Hal ini dilakukan adalah demi kelangsungan hubungan yang teratur
antara pembela dengan para pejabat hukum, ia tidak
dapat selalu mengambil sikap yang berlawanan terhadap mereka, dalam situasi
demikian kedudukan pembela seolah-olah berubah menjadi pegawai pengadilan.[24]
Maksud
dari pendapat di atas seorang advokat harus menjalin kerja sama dengan Hakim
maupun Jaksa dengan tujuan untuk demi kelangsungan hubungan yang teratur antara
advokat dengan pejabat pemerintah yang tidak lain adalah untuk tegaknya
kebenaran dan keadilan serta advokat harus menyadari bahwa kedudukanya berbeda
dengan pegawai pemerintah karena advokat/pembela adalah pekerjaan yang memberikan jasa kepada
orang lain yang secara materi didapatkan dari honorarium dari klien.
Peranan
advokat dalam menjalankan kode etiknya tidak begitu mudah dan sederhana. Hal
mana pernah digambarkan oleh P.M Trapman dengan keterangannya bahwa betapa
sulitnya seorang advokat dalam proses pidana untuk memperpadukan antara
keharusan memihak pada terdakwa sebagai digambarkan dalam kata Belanda
noodzakelijke eezijdigheid dan di samping kewajiban advokat mengemukakan
penilaian yang obyektif terhadap kejadian karena memanfaatkan diri dalam
Ethische Legimitatie.
Kode
etik adalah merupakan perangkat moral yang sesungguhnya mesti ada pada semua
profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Obyek material dari etika adalah
moralitas yang melekat pada suatu profesi. Oleh karena itu, pada tanggal 4
April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga
profesi hukum Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan
untuk menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang berlaku untuk semua
penasihat hukum Indonesia tidak terkecuali penasihat hukum berkebangsaan asing
yang berpraktek di Indonesia. Secara sistematis, kode etik yang telah
disepakati oleh asosiasi atau organisasi profesi itu dibagi dalam
ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut yaitu kode etik yang berkaitan dengan
sikap, perilaku, dan kepribadian Penasihat Hukum pada umumnya.
Di
sini memuat aturan yang mana sejalan dengan sumpah pengangkatan seorang
penasihat hukum sebagaimana dijelaskan di dalam uraian berikut ini antara lain
:
Setiap penasihat
hukum adalah warga negara yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
menjalankan praktek profesinya menjunjung tinggi hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945 serta sumpah jabatannya.
Penasihat
hukum dilarang melakukan sikap-sikap diskriminasi, karena itu harus bersedia
memberi nasehat dan bantuan hukum kepada yang memerlukannya tanpa membedakannya
suku, agama, kepercayaan, keturunan, kedudukan sosial atau keyakinana politiknya dan tidak semata mencari
imbalan materi, tetapi harus mengutamakan penegakan hukum, keadilan dan
kebenaran dengan cara jujur dan bertanggung jawab.
Penasihat
hukum dalam menjalankan praktek profesinya harus bebas dan mandiri sertsa tidak
dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib memeperkuangkan setinggi-tingginya hak
asasi manusia di dalam negara hukum Indonesia. Penasihat hukum wajib memegang
teguh solidaritas sesama teman sejawat dan apabila teman sejawat diajukan
sebagai tersangka dalam suatu perkara pidana, maka ia wajib dibela oleh teman
sejawat lainnya secara Cuma-Cuma. Penasihat hukum tidfak dibenarkan melakukan
pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat penasihat hukum
dan dalam perilaku sehari-harinya senantiasa menjunjung tinggi profesi
pensasehat hukum sebagai profesi yang terhormat (officium nobile).
Penasihat
hukum dalam melakukan praktek profesinya harus bersikap hati-hati dan menjaga
sopan santun terhadap para pejabat penegak
hukum,sesama teman sejawat dan masyarakat, namun berkewajiban mempertahankan
hak dan martabat penasihat hukum di mana pun ia berada.[25]
Kode
etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan suatu
pelanggaran hukum secara obyektif. Rambu-rambu di sini adalah setiap madvokat
harus jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya baik dengan
klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama pada dirinya sendiri.
Praktek
yang professional dalam menjalankan profesinya lazimnya berporos pada kemampuan
dalam menjalankan pengetahuan formal yang dimilikinya kemudian dijalankan
dengan pendekatan etis dalam menjalankan pekerjaannya yaitu kode erik. Arti
professional itu sendiri merupakan profesi yang dilengkapi dengan ilmu pengetahuan
dan juga dilengkapi dengan pelatihan yang mantap bagi seorang profesionla untuk
meminta bantuan jasanya itu yakin dan percaya dan tertarik untuk minta
bantuaanya
Sebelum
berbicara mengenai pemberian jasa hukum, pengertian jasa menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia jasa adalah perbuatan yang baik / berjiwa dan bernilai bagi orang
lain, negara dsb.[26]
Pemberian jasa
hukum kepada setiap
orang/ klien/korporasi berkaitan dengan
tindak pidana korupsi dapat dilakukan dalam
beberapa tingkat yakni
tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka siding pengadilan Secara
yuridis ia juga didukung oleh ketentuan-ketentuan hukum dan nilai-nilai
universal. Selain itu, secara sosiologis pemberian jasa hukum khususnya bagi
masyarakat tidak mampu/miskin merupakan kebutuhan masyarakat dalam upaya
mencari kebenaran, menegakkan keadilan, dan menjamin hak asasi manusia.dalam
memberikan jasa hukumnya, advokat dapt melakukan secara prodeo maupun atas
dasar honorarium/fee berdasarkan kesepakatan bersama dan tingkat kewajaran
serta kondisi kliennya.
Menurut
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian jasa
hukum adalah jasa yang diberikan
advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum,
menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan hukum klien.[27]
Pengertian jasa hukum tersebut berbeda
dengan pengertian bantuan hukum menurut undang- undang advokat. Bantuan hukum
mempunyai pengertian tersendiri yaitu jasa hukum yang diberikan oleh advokat
secara cuma- cuma kepada klien yang tidak mampu.
Berkaitan
dengan Jasa hukum seorang advokat dapat diberikan dalam litigasi dan juga non
litigasi. Nonlitigasi ini dapat berupa konsultasi hukum memberikan memberikan
advice hukum kepada klien berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi. Dalam
proses litigasi peran advokat dapat mengajukan saksi dan saksi ahli yang
meringankan terdakwa,eksepsi, pledoi, banding, kasasi maupun peninjauan kembali
Tugas
dan fungsi advokat dalam sebuah pekerjaan atau profesi apa pun tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Karena keduanya merupakan sistem kerja yang
saling mendukung. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat harus berfungsi : [28]
a. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;
b. Memperjuangkan
hak-hak asasi manusia
dalam negara hukum Indonesia;
c. Melaksanakan kode etik advokat;
d. Memberikan nasehat hukum; (legal advice);
e. Memberikan
konsultasi hukum (legal consultation);
f. Memberikan pendapat hukum (legal opinion);
g. Menyusun kontrak-kontrak (legal drfting);
h. Memberikan informasi hukum (legal information);
i. Membela kepentingan klien (litigation);
j. Mewakili klien di muka pengadilan ( legal
representation);
k. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat
yang lemah dan tidak mampu (legal aid).
Mengenai pengertian
klien ada beberapa
pendapat yang dikemukakan yaitu :
Dalam Kamus umum
Bahasa Indonesia, Klien diartikan orang yang minta bantuan atau nasihat pada
pengacara, konsultan dsb.[29]
Dalam Kamus hukum klien adalah pelanggan, orang atau
lainnya yang memperoleh bantuan hukum dari seorang pengacara.[30]
Pengertian Klien menurut Undang-undang
advokat nomor 18 tahun 2003 adalah
orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat
Berdasarkan
definisi klien di atas dapat disimpulkan klien adalah orang/badan hukum yang
membutuhkan jasa hukum dari advokat baik litigasi maupun non litigasi berupa
pendampingan, mewakili ataupun memberikan advice hukum demi kepentingan
orang/badan hukum hukum yang membutuhkan jasa advokat.
Dalam
menjalankan perannya, advokat wajib menjalankan hubungan baik dengan para
kliennya, karena menurut Martiman Prodjohamidjojo; “pekerjaan penasihat hukum
adalah pekerjaan kepercayaan”. dimaksud hubungan baik itu sebagaimana
dijelaskan di bawah ini : [31]
1. Penasihat hukum di dalam mengurus perkara mendahulukan
kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya;
2. Penasihat hukum dalam perkara perdata harus
mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai;
3. Penasihat hukum tidak dibenarkan memberikan keterangan
yang dapat menyesatkan kliennya mengenai perkara yang diurusnya;
4. Penasihat hukum
dilarang keras menjamin klien terhadap perkaranya akan dimenangkan;
5. Penasihat hukum dilarang menetapkan syarat-syarat yang
membatasi kebebasan klien untuk
mempercayakan kepentingannya kepada penasihat hukum yang lain;
6. Penasihat hukum harus menentukan besarnya honor dalam
batas-batas yang layak dengan mengingat kemampuan klien;
7. Penasihat hukum dilarang membebani klien dengan biaya-
biaya yang tidak perlu;
8. Penasihat hukum dapat menggunakan hak retensi terhadap
klien asalkan tidak merugikan kepentingan klien yang dapat diperbaiki lagi.
9. Penasihat hukum harus selalu memegang rahasia jabatan
tentang hal-hal yang diberitahukan kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan
wajib menjaga rahasia itu.
Pada
dasarnya butir-butir di atas dapat diartikan mengenai hak- hak klien dimana
harus dijaga hubungan baik itu tanpa menimbulkan suatu permasalahan yang bisa
terjadi antara advokat dan klien. Dalam hal ini jangan sampai klien dirugikan
oleh seorang advokat atau peran yang dimainkan oleh advokat harus sesuai dengan
sumpah dan kode etik advokat serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
Advokat
dalam menjalankan profesinya tidak mematuhi kode etik advokat akan dapat
diadukan ke dewan kehormatan dengan ancaman sanksi seperti peringatan biasa,
keras dan dapat di copot ijin prakteknya sebagai advokat Ketentuan
Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum
yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan
hukum dan keadilan. Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang
merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 Ayat (1) UU Advokat, yaitu Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah
profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi
Advokat”. Oleh karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya
adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state
organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara.
Dengan
demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum.
Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata
negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan
penegak hukum lainnya. Dalam upaya penegakan supremasi hukum, terutama praktik
mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus mata rantai
praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau tidak
bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah dijamin
kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis maupun sosologis
advokat memiliki peranan yang sangat
besar dalam penegakan hukum. Peran advokat dalam penegakan hukum dirasa belum
maksimal, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor.
Peran
dan tanggungjawab advokat dalam penegakan hukum dalam kenyataannya belum optimal,
hal tersebut dikarenakan adanya benturan kepentingan antara advokat sebagai
penegak hukum yang harus menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran dan advokat
sebagai profesi hukum yaitu kuasa hukum yang bertindak sebagai kuasa atau wakil
dari klien (pihak yang berperkara). Sehingga seharusnya advokat dalam membela
klien harus bertindak sebagaimana kode etik advokat yang bertugas untuk
menegakkan keadilan bagi kliennya dan semuanya. Serta membantu hakim dalam
menemukan kebenaran sehingga tidak dibenarkan jika ia kukuh mempertahankan
kesalahan klien, yang dicari adalah keadilan yang bersifat luas, bukan hanya
kepentingan memenangkan perkara di Pengadilan.[32]
B. Tanggungjawab Adokat.
Berhubungan
dengan peranan yang sangat besar advokat
sebagaimana tersebut diatas, maka advokat juga tentunya memiliki tanggung jawab
dalam penegakan hukum setidaknya menurut Ismu Gunadi Widodo advokat harus bertanggung
jawab kepada empat hal yaitu : bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Kepada Kode Etik Advokat, kepada aturan perundang-undangan dan terkahir kepada
masyarakat.[33]
Pertama, tanggung jawab advokat kepada Tuhan. Manusia adalah mahluk religious
yang memiliki kecerdasan spiritual. Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual
adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang
lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara
itu, kecerdasan spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar
di antara kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi
kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan
akan makna dan hubungan dengan yang tak terbatas. [34]
Zohar
dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan spiritual menurut Khalil A Khavari di
definisikan sebagai fakultas dimensi non-material kita atau jiwa manusia. Ia
menyebutnya sebagai intan yang belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan.
Kita harus mengenali seperti adanya, menggosoknya sehingga mengkilap dengan
tekat yang besar, menggunakannya menuju
kearifan, dan untuk mencapai kebahagiaan
yang abadi. [35]
Dengan
pengakuan potensi kecerdasan spiritual tersebut, manusia dengan sendirinya
memiliki tanggung jawab akan kehidupannya kepada Tuhan. Tanggung jawab tersebut
melekat pada diri manusia bukan disebabkan butuhnya Tuhan kepada manusia
melainkan bentuk rasa dan sikap iman manusia kepada Tuhan. Tuhan menciptakan
manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi
kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga
dikatakan tindakan manusia tidak lpas daei hukuman hukuman Tuhan. Yang dituangkan
dalam berbagai kitab suco melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari
hukuman hukuman tersebut akan segera
diperingatkan oleh Tuhan dan jika perungatan yang keraspun manusia masih juga
tidak menghiraikan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan
perintah perintah Tuhan. Berarti menginggalkan tanggung jawab yang seharusnya
dilakukan terhadap Tuhan sebagai penciptanya.[36]
Tanggung
Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat. Sebagai manusia, secara
individual Advokat mengikatkan dirinya untuk selalu bertanggung jawab kepada
Tuhan-Nya. Hal tersebut ditunjukkan dalam pembacaan janji advokat sebagai
berikut:
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :
- Bahwa saya akan
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia;
- Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau
tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan
atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
- Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;
- Bahwa saya dalam
melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan
memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau
pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang
sedang atau akan saya tangani;
- Bahwa saya akan
menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat
- Bahwa saya tidak
akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu
perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab
profesi saya sebagai seorang Advokat.
Sumpah
tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan menjalani profesi
sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat. Seandainya setiap
advokat tidak hanya mengucapkannya sebagai formalitas, tetapi meresapi,
meneguhi, dan menjalankannya, tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa
meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan
hukum dan keadilan.
Kedua, Tanggung Jawab kepada kode Etik advokat. Di dalam Pasal 2 Kode Etik
Advokat Indonesia Tentang Kepribadian Advokat, disebutkan: “Advokat Indonesia
adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi
moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya
menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik
Advokat serta sumpah jabatannya”. [37]
Bersikap
satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang
tinggi, luhur dan mulia, dan menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya adalah
“kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap Advokat” yang tidak lain merupakan
implementasi dari bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, . Moral
ini berkaitan erat dengan pandangan hidup, agama atau kepercayaan maupun
adat-kebiasaan masyarakat yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai
Pancasila sebagai dasar ideologi Negara dan pandangan hidup dan jati diri
bangsa Indonesia, sehingga nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan ethika
moral bangsa Indonesia , termasuk sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, yang menunjukkan bahwa, seluruh bangsa Indonesia adalah bangsa
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk di dalamnya adalah seorang
Advokat. [38]
Dari
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia
dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan profesinya, harus
selalu berpedoman kepada:
a. Kejujuran profesional (professional honesty)
sebagaimana terungkap dalam Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dalam
kata-kata “Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”, dan
b. Suara hati nurani
(dictate of conscience).
Keharusan
bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan
berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti bahwa bagi advokat Indonesia
tidak ada pilihan kecuali menolak setiap perilaku yang berdasarkan “he who pays
the piper calls the tune” karena pada hakikatnya perilaku tersebut adalah
pelacuran profesi advokat. [39]
Ketiga, Tanggung jawab kepada Undang-Undang Advokat. Untuk mewujudkan profesi
advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga ditentukan oleh
peran Organisasi Advokat. UU Advokat telah memberikan aturan tentang
pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat
yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 UU Advokat
misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a) mengabaikan atau menelantarkan kepentingan
kliennya;
b) berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut
terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau
mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban,
kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;
e) melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundangundangan dan atau perbuatan tercela;
f) melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik
profesi Advokat. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral
tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut
akan selalu berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat , maka ia
telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile
Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1) Menyatakan dirinya pada publik
bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan
mewakili kliennya; dan 3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses
perkara kliennya.
Dengan
adanya hak dan kewenangan istimewa itu tentunya
juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu:
1. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi
advokat yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan
mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat;
2. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak
layak menjalankan profesi terhormat ini.
Undang-undang
No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat dalam pasal 1 butir (1), menentukan, bahwa advokat
ialah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan Undang-undang tersebut.
Advokat disini dapat pula diartikan sebagai pengacara atau penasihat hukum,
atau kuasa hukum ataupun orang yang memberikan bantuan hukum karena pada
dasarnya peran, tugas dan tanggungjawabnya sama yaitu untuk membantu klien
dalam menegakkan keadilan dan kebenaran bagi dirinya.
Adapun tugas, kewajiban, sikap dan
tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode
etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang
mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili
klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta
membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.
Untuk
menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem etika yang
ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik. Di setiap sektor
kenegaraan dan pemerintahan selalu terdapat peraturan tata tertib serta pedoman
organisasi dan tata kerja yang bersifat internal. Di lingkungan
organisasi-organisasi masyarakat juga selalu terdapat Anggaran atau Pedoman
Dasar dan Anggaran atau Pedoman Rumah Tangga organisasi. Namun, baru sedikit
sekali di antara organisasi atau lembaga-lembaga tersebut yang telah memiliki
perangkat Kode Etika yang disertai oleh infra struktur kelembagaan Dewan
Kehormatan ataupun Komisi Etika yang bertugas menegakkan kode etika dimaksud.
Demikian
pula halnya UU Advokat teleh menentukan adanya kewajiban menyusun kode etik
profesi advokat oleh Organisasi Advokat untuk menjaga martabat dan kehormatan
profesi advokat. Setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi
advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku
tidaknya kode etik tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi
Advokat. Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat
dapat ditegakkan. Infrastruktur tersebut membutuhkan budaya taat aturan di
lingkungan advokat itu sendiri, baik aturan hukum negara maupun aturan
berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah tangga serta kode etik profesi.
Keempat, Tanggung jawab kepada masyarakat. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup
tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial.
Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain
tersebut.
Seorang
advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi, tetapi harus
juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut akan selalu
berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat , maka ia telah
diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile
Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1) Menyatakan dirinya pada publik
bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan
mewakili kliennya; dan 3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses
perkara kliennya.
Akan
tetapi, jangan dilupakan bahwa hak dan kewenangan istimewa juga menimbulkan
kewajiban advokat kepada masyarakat,yaitu:
1. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi
advokat yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk itu, dan
mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat;
2. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak
layak menjalankan profesi terhormat ini.
Bagian
dari kewajiban advokat kepada masyarakat, adalah telah memberi bantuan jasa
hukum kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal
3 dinyatakan bahwa seorang advokat tidak dapat menolak dengan alasan kedudukan
sosial orang yang memerlukan jasa hukum dan didalam Pasal 4 kalimat: mengurus
perkara cuma-cuma telah tersirat kewajiban ini. Dan asas ini dipertegas lagi
dalam Pasal 7 KEAI alinea 8: ... kewajiban untuk memberikan bantuan hukum id
cuma-cuma (pro deo) bagi ornag yang tidak mampu. Meskipun di Indonesia telah
ada lembaga-lembaga yang membantu kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan
nama Lembaga Bantuan Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH
atau yang serupa), namun kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa
hukum kepada klien miskin, tetap harus diutamakan.
Pemberian
jasa hukum terhadap klien dalam perkara tindak korupsi advokat tetap berada
pada koridor hukum yang ada. maksudnya jasa hukum yang diberikan advokat baik
di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di muka sidang harus selalu
mengedepankan prinsip-prinsip hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan
disamping membela kepentingan klien, maka advokat harus memberikan perlindungan
hukum terhadap klien dalam perkara tindak pidana korupsi jangan sampai sebelum
ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersangka/terdakwa sangat
dirugikan karena belum tentu tersangka/terdakwa itu bersalah oleh karena itu tanggung
jawab advokat sangat penting dalam proses tegaknya hukum.
Menurut
Fritz Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku manusia yaitu : (1). Atribusi
internal atau atribusi disposisional. (2). Atribusi eksternal atau atribusi
lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku
seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi (unsur psikologis yang
mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal kita menyimpulkan bahwa
tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi tempat atau lingkungan orang itu
berada. [40]
Oleh karena itu teori atribusi terbagi menjadi dalam 2 ( dua ) sebab dalam
persepsi sebab-akibat suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan individu yaitu
: Atribusi Intern yang mencakup semua pemyebab intern seseorang, seperti
keadaan hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi atau
keinginan. Sedangkan Atribusi Ekstern, mencakup penyebab-penyebab ekstern
seseorang, seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca dan
seterusnya.[41]
Dalam
hubungannya dengan peran dan tanggungjawab advokat tentunya advokatpun tidak
dapat menghindari pengaruh yang merupakan faktor dari dalam ( internal ) apakah
disebabkan oleh faktor dari luar ( eksternal) sebagaimana tersebut diatas dalam
memberikan jasa hukum terhadap kliennya. Dalam
memberikan jasa hukum kepada kliennya advokat dihadapkan faktor-faktor teknis
dan non teknis.
Mengenai
faktor teknis advokat dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya misalnya
Pasal 72 KUHAP yang bunyinya atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya
pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk
kepentingan pembelannya yang maksudnya dalam praktek apakah sudah dapat
diterapkan, dalam Pasal 17 UU No. 18 tahun 2003 yang bunyinya dalam menjalankan
profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen yang lain,
baik dalam instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan
kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal ini apakah dapat
diterapkan karena advokat sering terbentur memperoleh informasi. Sedangkan faktor
non teknis advokat dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya apakah dalam
praktek bisa diterapkan dalam jasanya advokat dapat sering kali berhak
menghubungi kliennya tanpa harus memberikan sesuatu misal uang ataupun barang. Faktor
yang lain misal advokat membela perkara trial by mass ( demo-demo) ada tekanan
dari pihak lain terhadap advokat tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi advokat
dalam menangani perkara kliennya banyak
sekali dijumpai dalam praktek misalnya dari faktor atribusi ekstern
seorang advokat harus
memberikan penjelasan kepada
publik atau pun masyarakat bahwa klien belum tentu bersalah sebelum ada
keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, seorang advokat dalam
membela, mendampingi, mewakili, bertindak, dan menunaikan tugas dan fungsinya
harus selalu memasukan ke dalam pertimbangannya kewajiban terhadap klien, masyarakat,
diri sendiri, negara terlebih kepada Allah SWT.
VI. PENUTUP.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa: Advokat sebagai penegak hukum yang
mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum
dan keadilan. Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan
hukum karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara,
bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut
dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat
yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara
yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam
penegakan hukum.
Tugas,
kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai penegak hukum
semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang dijadikan landasan dalam
melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat
yaitu berhubungan antara mewakili klien, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran
dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran
dan keadilan..
Tanggung
jawab advokat dalam penegakan hukum kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode
Etik Advokat, Kepada Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat. Tanggung
Jawab manusia kepada Tuhan juga ‘berlaku’ bagi advokat. Sebagai manusia, secara
individual Advokat mengikatkan dirinya untuk selalu bertanggung jawab kepada
Tuhan-Nya. Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang
benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya, Tanggung jawab
kepada Undang-Undang. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan
bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat
tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Seorang advokat telah diberi suatu
kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium) dan dapat menolak dengan alasan kedudukan sosial
orang yang memerlukan jasa hukum dan kewajiban untuk memberikan bantuan hukum
id cuma-cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.
DAFTAR PUSTAKA
Arief T. Surowidjojo, Pembaharuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta. 2004,
Amir Syamsudin, Menyambut Undang-undang Advokat,peran
advokat dalam Pembangunan, Jakarta. 2002.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Lokakarya
tentang Pengacara Pada Badan Peradilan Agama, Jakarta. 1977.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999.
Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia ,Idealisme dan
Keprihatinan, Sinar Harapan. Jakarta. 1995.
Ignatius Ridwan Widyadarma, Etika Profesi Hukum dan
Keperanannya, Undip, Semarang. 2001.
Ismu Gunadi Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan
Hukum,
Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Grasindo. Jakarta. 2001.
Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif, Ghalia Indonesia. Bogor, 2002.
Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap
Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2001.
Martiman Prodjohamidjojo, Penasehat Hukum dan Bantuan
Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.1982.
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi
Penegakan hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
2002.
Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu
Tinjauan Sosiologis), Genta Publishing, Yogyakarta. 2009.
Suhrawardi K. Lubis,
Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta. 1994.
Sarlito W, Sarwono,
Teori-teori Psikologi Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta.2010.
Sudarsono, Kamus
Hukum; Rineka Cipta, Jakarta. 2007.
W.J.S,Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.1983.
Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat
[2] Suhrawardi
K. Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 8.
[3] Ibid
[4] Arief T. Surowidjojo, 2004, Pembaharuan Hukum, Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, hal. 124.
[5] Suhrowardi
K., ibid.hal. 8.
[6] Frans Hendra Winarta, 1995, Advokat Indonesia ,Idealisme dan Keprihatinan, Jakarta; Sinar Harapan.
hal 19
[7] Soerjono
Soekanto, 2002, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan hukum, Jakarta; Raja
Grafindo Persada, hal 13
[8] Ibid, hal 14
[10] Jimly Assidiqqi, Penegakan Hukum, hal. 1
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Satjipto
Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis), 2009,
Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. Vii.
[14] Jimly, Op.
Cit. Hal. 3
[15] Mukti Arto,
2001, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di
Indonesia), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 131-132.
[16] Direktorat
Pembinaan Badan Peradilan Agama, Lokakarya tentang Pengacara Pada Badan
Peradilan Agama, : 1977, Jakarta hlm. 43.
[17] Mukti Arto,
Op.Cit, hlm. 132.
[18] Mukti Arto,
Ibid. 132.
[19] Ibid
[20] Pasal 4
Undang-undang Advokat nomor 18 tahun 2003
[21] Amir
Syamsudin, 2002, Menyambut Undang-undang Advokat, peran advokat dalam
Pembangunan, Jakarta, hal.. 47
[23] Ignatius Ridwan Widyadarma, 2001, Etika Profesi Hukum dan Keperanannya,
Semarang; Undip, hal. 24
[24] Rahmat Rosyadi, 2002, Advokat dalam Perspektif
Islam dan Hukum Positif, Bogor, Ghalia Indonesia. Hal. 106
[25] Ibid. Hal.
89
[26] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1999, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 403
[27] Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, Pasal 18.
[28] Rahmat Rosyadi, loc cit. Hal. 85
[29] W.J.S,Poerwadarminta,1983, Kamus Umum Bahasa Indonesia;Jakarta,Balai Pustaka,
hal. 513
[30] Sudarsono, 2007, Hukum Jakarta; Rineka
Cipta, hal. 222
[31] Martiman Prodjohamidjojo,1982, Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum, Jakarta,
Ghalia Indonesia, hal. 18
[32] Kasus penyuapan Hakim PTTUN yang melibatkan Advokat
senior OC. Kaligis menindikasikan hal demikian.
[33] Ismu Gunadi
Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan Hukum, Hal. 6
[34] Ibid.
[35] Ibid.
[37] Ibid. hal. 7
[38] Ibid. hal. 8
[39] Ibid.
[40] Sarlito W,
Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal.
102
[41] Ibid.
0 komentar:
Posting Komentar