Senin, 26 Februari 2018

BENTUK HUBUNGAN HUKUM ANTARA BANK DENGAN NASABAH


 Oleh Susi  Yanuarsi  
Fakultas Hukum Universitas Palembang


ABSTRACT
This research uses normative jurisis method. research results: an important aspect in the legal relationship between the customer and the bank is an agreement between the two, which is usually made unilaterally by the bank. With the development of law and the entry of the law of the Anglo-Saxon State, the treaty as stipulated in the Indonesian Civil Code has been shifted. Formally the legal relationship between the bank and the customer was born since the signing of the application form or the opening of the customer's account at the bank. With the opening of the account, the legal relationship between the customer and the bank creates the rights and obligations of both parties.
Keywords: Legal, Customer's Bank

ABSTRAK
Penelitian ini mengunakan metode yurisis normative. hasil penelitian : aspek penting dalam  hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah perjanjian antara keduanya, yang biasanya dibuat secara sepihak oleh bank. Dengan perkembangan hukum dan masuknya hukum dari Negara Anglo saxon, maka perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata yang dianut oleh Indonesia selama ini mengalami pergeseran. Secara formal hubungan hukum antara bank dan nasabah lahir sejak di ditandatanginya formulir atau aplikasi pembukaan rekening nasabah di bank tersebut. Dengan pembukaan rekening tersebut maka melahirkan  hubungan hukum antara nasabah dengan bank yang menimbulkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak.
Kata kunci : Hukum, Bank Nasabah



I.       PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, menyebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (pasal 1 angka (2).
Berdasarkan dua fungsi utama dari bank tersebut yaitu fungsi penghimpunan dana dan fungsi penyalur dana (kredit), maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan nasabah yaitu:
1.   hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana.
2.   hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank lebih banyak menampilkan aspek hukum perdata, yaitu hubungan antara 2 (dua) subyek hukum (penyandang hak dan kewajiban), yaitu bank dan nasabah. Sebagaimana diketahui hubungan hukum terjadi apabila antara dua pihak atau lebih tercipta hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terkait,
Sebagai contoh dalam pemberian kredit, hubungan antara bank dan nasabah menimbulkan hak bagi nasabah di satu pihak untuk memperoleh fasilitas kredit dan wajib mengembalikan pada waktunya, di lain pihak kewajiban bank untuk menyediakan fasilitas kredit yang diminta pada waktu yang tepat dan berhak mendapatkan pembayaran kembali pada waktu yang telah diperjanjian.
Hubungan hukum tesebut pada umumnya dapat dilihat dalam wujud suatu dokumen atas naskah berupa perjanjian yang secara jelas mencantumkan hak dan kewajiban para pihak. Akan tetapi adanya suatu hubungan hukum hanya dapat dipersangkaka dengan melihat beberapa petunjuk berupa naskah atau perbuatan pihak-pihak yang terkait dalam suatu prosedur kerja yang harus dilalaui. Jika hubungan hukum dalam kegiatan pemberian kredit dapat jelas diketahui dari perjanjian kredit yang bersangkutan, maka hubungan hukum antara bank dengan nasabah penabung (Deposan) tidak bergitu jelas terlihat
Dalam kegiatan pemupukan (penghimpunan) dana masyarakat, baik dalam bentuk deposito maupun tabungan tidak dibuat secara jelas dan rinci. Di dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, tidak ditemui ketentuan yang mengatur secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dan nasabahnya. Namun dari beberapa ketentuan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antaa bank dan nasabah diatur oleh suatu perjanjian. Hal ini disimpulkan dari pasal 1 angka (5) UUP, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau untuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Jadi simpanan masyarakat di bank dapat berupa
a.       Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemidahbukuan (pasal 1 angka 6).
b.      Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank (pasal 1 angka 7).
c.       Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindatangankan (pasal 1 angka 8).
d.      Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu (pasal 1 angka 9).
e.       Penitipan adalah simpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. (pasal 1 angka 14).
Jadi dari ketentuan di atas terlihat bahwa hubungan hukum antara bank dan nasabah diatur oleh hukum perjanjian. Masalah perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang menganut system terbuka dalam arti hokum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian asal tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (option law). Hal ini bnerarti bahwa pasal-pasal itu boleh dikesampingkan apabila dikehendaki oleh para pihak yang membuat petjanjian mereka diperbolehkan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang darai pasal-pasal hokum perjanjian[1]
Akibat hukum dengan ditandatangani suatu perjanjian ialah perjanjian tersebut mengikat para pihak. Asas ini dalam hukum perjanjian dikenal dengan asas kebebasan berkontrak (The Freedom of Contract). Asas ini tesimpul dai pasal 1338 (1) KUHPewdata yang mengemukakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
Selain asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Sebagaimana diketahi bahwa salah satu azas hukum dalam hukum perjanjian adalah azas konsensual yang berarti bahwa suatu perjanjian terjadi saat terjadinya kata sepakat (consensus) antara para pihak mengenai pokok-pokok yang diperjanjikan, sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. Dilihat dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak dapat dilakukan secara lisan saja, kecuali bila peraturan perundang-undangan menegaskan perlunya dibuat secara tertulis dan atau secara otentik. Pada hakikatnya suatu perjanjian adalah pormvry, tidak terikat pada suatu bentuk tertentu.
B.     Perumusan Masalah
Jika hubungan hukum dalam kegiatan pemberian kredit dapat jelas diketahui dari perjanjian kredit yang bersangkutan, maka hubungan hukum antara bank dengan nasabah deposan (penabung) tidak begitu jelas dan terlihat, kapan hubungan hukum tersebut terjadi:
Apa akibat hukum dari hubungan hukum tersebut?
C.       Metode Penelitian 
     Penulisan ini menggunakan  metode penelitian yuridis normatif.
D.    Tujuan Penelitian
Tulisan ini memusatkan diri kepada hubungan hukum bank dengan nasabah yang mempunyai tujuan untuk mengetahui bentuk perjanjian , sejak kapan lahirnya hubungan hukum dan apa akibat hukum para pihak  dari hubungan hukum antara bank dengan nasabah penabung.
II.       PEMBAHASAN
Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-undang”.
Buku III KUHPerdata tidak memberikan suatu rumusan atau pengertian dari perikatan atau persetujuan. Menurut  Ilmu Pengetahuan Hukum Mariam Darus (1983: 1) bahwa perikatan adalah adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Dari pengertian tersebut di atas, bahwa unsur dari perikatan ada 4 (empat ) Yaitu:
1.      Hubungan hukum
yang dimaksud dengan hubungan hukum adalah hubungan-hubungan yang terjadi dalam lalu-lintas masyarakat hukum yang meletakan hak pada satu pihak dan meletakan kewajiban pada pihak lain. Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan kembali.
Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka hukum memaksakan agar kewajiban kewajiban tadi dipenuhi. 
2.      Kekayaan
untuk menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai ukuran-ukuran (kriteria) tertentu. Yang dimaksud dengan kriteria perikatan itu adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum itu dapat disebut perikatan.  
Di dalam perkembangan sejarah apa yang dipakai sebagai criteria itu tidak tetap. dahulu yang menjadi criteria ialah apakah sesuatu hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang maka hubungan itu adalah merupakan suatu perikatan.
Criteria itu semakin lama sukar untuk dipertahankan, karena di dalam masyarakat tedapat juga hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang. Namun kalau terhadapnya tidak diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak dipenuhi. Dan hukum bertentangan dengan salah satu tujuan dari pada  hukum yaitu mencapai keadilan. Oleh karena itu sekarang criteria di atas tidak dapat dipertahankan sebagai criteria, maka ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukumpun akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi
3.      Pihak-pihak
Apabila hubungan hukum tadi dijajaki lebih jauh lagi maka hubungan hukum itu harus terjadi anatar dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau siberpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasip adalah debitur atau si berhutang. Mereka ini yang disebut subyek perikatan. Dalam kaiatnnya dengan para pihak dalam dunia pebankan yaitu antara bank itu sendiri dengan nasabahnya.
4.      Prestasi.
Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan “:Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Perikatan adalah hukum yang terletak di dalam lapangan kekayaan, yang terjadi antara dua orang atau lebih, dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi.
Dari beberapa uraian tersebut di atas maka dapat dikatakan lahirnya hubungan hukum antara bank dengan nasabah bermula dari adanya perjanjian antara kedua belah pihak, tanpa adanya suatu perjanjian tidaklah mungkin ada hubungan hukum yang mengakibatkan lahirnya hak dan kewajiban masing-masing para pihak yang membuat perjanjian.
Pengertian perjanjian atau menutut Burgerlijke Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ KUHPerdata) yang diterjemahkan oleh R. Subekti dan Tjitrosudibio, disebutkan sebagai persetujuan, diatur dalam pasal 1313 KUHPedata.
Pasal 1313 KUHPedata tersebut berbunyi sebagai berikut “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Dengan demikian perjanjian atau persetujuan yang dibuat diantara mereka menimbulkan perikatan diantara mereka.
Yang dimaksud dengan perikatan[2] menurut R. Subekti (1987 ; 1 ) adalah suatu hubungan hokum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Dari perikatan tersesbut maka lahirnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Hak yang dituntut dnamakan “prestasi”, pihak yang berhak menuntut prestasi dinamakan kreditur, dan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi dinamakan debitur.
Syarat sahnya suatu perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian ini diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Suatu perjanjian dianggap sah dan mengikat para pihak yang membuatnya apabila syarat-syarat dibawah ini dipenuhi:
1.      syarat subyektif.
Syarat subyektif adalah syarat mengenai keadaan oang atau subyek yang membuat perjanjian. Syarat ini terdiri dari
a.       sepakat para pihak yang mengikatkan
sepakat mengandung arti bahwa para pihak secara timbale balik saling menyetujui untuk melaksanakan suatu transaksi atas suatu obyek tertentu. Kesepakatan ini harus terjadi secara bebas dalam arti tidak ada paksaan, kekhilafan maupun penipuan.
b.      kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
para pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum, yaitu harus dewasa dan tidak dibawah pengampuan.
2.      syarat objektif
syarat objektif adalah syarat mengenai perjanjian sendiri atau obyek dari perbuatab hukum yang dilakukan dalam perjanjian. Syarat ini terdiri dari
a.       suatu hal tertentu
suatu hal tertentu mengandung arti bahwa obyek yang diperjanjikan harus jelas serta dapat diidentifikasikan baik jenis maupun jumlahnya.
b.      sebab yang halal
sebab yang halal dimaksudkan bahwa isi maupun tujuan perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Subyek Perjanjian dan objek perjanjian
1.      subyek perjanjian
yang dimaksud dengan subyek perjanjian adalah pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Dalam setiap perjanjian senantiasa ada 2 (dua) pihak yaitu kreditur  (pihak yang berhak menuntut prestasi) dan debitur (pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi.
Subyek perjanjian dapat dikelompokan menjadi sebagai berikut
a.       yang berbentuk perorangan (Pribadi)
b.      yang bebentuk badan hukum, terdiri dari
1.      badan hukum public
Badan hukum public adalah badan hukum yang didirikan oleh Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang kegiatannya melaksanakan urusan public/umum dan mempunyai wewenang untuk membuat peraturan yang mengikat public, misalnya instansi pemerintah, Departemen.
2.      badan hukum Perdata
Badan hukum perdata adalah badan hukum yang didirikan oleh orang-orang perorangan atau badan hukum, misalnya:
a.       Perseroan Terbatasa
b.      Koperasi
c.       Yayasan dll
2.   Objek perjanjian
Yang dimaksud dengan objek perjanjian adalah isi (materi) dari suatu perjanjian yang menyangkut suatu benda atau jasa yang menjadi pokok perjanjian.
Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah denngan bank adalah perjanjian antara keduanya, yang biasanya dibuat secara sepihak oleh bank. Seiring dengan perkembangan hukum dan masuknya hukum dai Negara Anglo saxon, maka perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata yang dianut oleh Indonesia selama ini mengalami pergeseran. Di antara pegeseran dalam pembuatan perjanjian adalah perjanjian antara produsen dan konsumen yang salah satunya adalah antara bank dan nasabah. Meskpun ada pergeseran dalam system perjanjian antara produsen dan kosumen sebagiaman dianut dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999  tentang perlindungan Konsumen, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih banyak diterapkan dalam dunia perbankan dalam pembuatan perjanjian antaa pihak bank dengan nasabah.
Sebagaimana diketahui, azas kebebasan berkontrak yang menjadi landasan hukum perjanjian, setiap orang bebas untuk membuat perjanjian mengenai hal atau obyek apapun dan dalam bentuk yang bagaimanapun. Pembatasan yang diatur undang-undang adalah bahwa kebebasan dimaksud dapat dilakukan, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.kebebasan yang diberikan undang-undang mencakup pula dengan siapa seseorang tersebut akan mengadakan perjanjian, bahkan juga untuk tidak mengadakan perjanjian
Dewasa ini ada kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyak perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi dilakukan bukan melalui suatu proses negosiasi yang seimbang di antara para pihak, tetapi perjanjian bisnis tersebut dilakukan oleh pihak yang satu telah menyiapkan suatu syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dipersiapkan lebih dulu atau sudah dicetak dan kemudian diserahkan kepada pihak yang lain untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang lain untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian yang demikian dinamakan sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku atau perjanjian adhesi.
Perjanjian baku ini juga dikenal dalam transaksi di bidang perbankan, khususnya dalam produk tabungan . Pada produk-produk tesebut biasanya pihak bank telah menyiapkan segala persyaratannya secara baku dalam bentuk formulir produk perbankan, dengan pengertian posisi deposan (nasabah) harus menyetujui atas segala persyaratan yang terdapat pada formulir produk perbankan tersebut. Nasabah tidak dapat menawar akan segala persyaratan tersebut nasabah harus tunduk akan segala persyaratan yang ditentukan oleh bank. Penggunaan kontrak baku ini karena adanya perbuatan-perbuatan hokum atau perjanjian sejenis yang terjadi secara berulang-ulang disertai dengan isi dan syarat-syarat perjanjian yang selalau sama, yang mungkin berbeda terletak pada subjek dan objek.
Di dalam praktek, perjanjian baku atau perjanjian standar ini tumbuh sebagai perjanjian tertulis dalam bentuk formulir, perbuatan-perbuatan hokum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang dan teratur bisa melibatkan banyak orang atau pihak sehingga menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian terlebih dahulu, kemudian dibakukan sehingga memudahkan penyediaan setiap saat jika masyarakat membutuhkannya.
Lahirnya bentuk perjanjian baku atau perjanjian standar ini berlandaskan pada asas hukum perdata yang menganut system terbuka yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian. Dan setiap perjanjian yang dibuat tersebut mengikat para pihak. Hal ini tercemin dari pasal 1338 KUHPedata yang mengemukakan semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Hakikat dari asas kebebasan berkontrak dan asas kesepakatan tersebut ada, apabila posisi tawar menawar (bargaining position) para pihak adalah setara dalam arti para pihak dapat saling mengemukakan apa yang dikehendaki masing-masing.. dalam praktek perbankan, pada umumnya bank telah membuat formulir tersendiri. Dalam formulir tersebut telah tertera segala persyaratan-persyaratan yang harus ditentukan oleh bank. Apabila dilihat dari sudut pandang ini, jelas bagi nasabah hanya ada dua pilihan yakni apakah setuju atau tidak terhadap persyaratan yang telah ditentukan oleh bank.
Oleh karena itu muncul berbagai pendapat bahwa perjanjian baku bertentangan dengan pasal 1320 Jo pasal 1338 (1) KUHPerdata maupun kesusilkaan. Akan tetapi di dalam praktik perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai kenyataan[3]
Jika asas kebebasan berkontrak memberikan kedudukan yang sama antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian untuk mencapai kesepakatan, maka perjanjian dengan bentuk baku sedikit banyak diartikan sebagai mengurangi kebebasan tersebut.. suatu perjanjian yang berlandaskan asas kebebasan berkontrak terjadi melalui proses negosiasi antara para pihak untuk mencapai kata sepakat menyusun suatu perjanjian yang mencakup hak-hal yang disetujui bersama. Dalam perjanjian yang bersifat baku dari mulai bentuk perjanjian klausula yang dirumuskan dibuat secara sepihak tanpa melalui proses negosiasi sebagaimana lazimnya. Oleh karena itu dalam hal ini hampir tidak ada lagi kebebasan pada pihak lain (nasabah) untuk mengemukakan saran-saran perubahan, sehingga ia hanya sampai pada pilihan merima atau menolak.[4]
Sebagaimana diketahui bahwa hubungan hukum yang timbul dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat tidak diwujudkan dalam suatu perjanjian, akan tetapi adanya suatu hubungan hukum hanya dapat dipersangkakan dengan melihat beberapa petunjuk berupa naskah atau perbuatan pihak-pihak yang terkait dalam suatu prosedur kerja yang harus dilalui. Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat, baik melalui deposito maupun tabungan tidak dibuat perjanjian yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak dengan jelas dan rinci. Dilihat secara hukum praktek ini sah dan mengikat para pihak dan warkat-warkat yang digunakan dapat membuktikan adanya hubungan hukum.
Basis hubungan hukum anatara bank dan para nasabahnya adalah hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual ini terjadi pada saat nasabah menjalin hubungan hukum dengan bank, hubungan hukum terjadi pada saat  nasabah melakukan hubungan hukum seperti nasabah mengisi  dan penandatanganan aplikasi permohonan untuk membuka rekening menabung atau mendepositolan uang. Pada umumnya formulir permohonan telah menyebut angka, besar atau jumlah dana yang disimpan/didepositokan, jangka waktu dan tingkat suku bunga (pada deposito) dan demikian juga halnya dalam tabungan seperti dana awal minimal yang harus disetor dalam pembukaan rekening tabungan.
Aplikasi atau permohonan dimaksud diakhiri dengan suatu klausul yang menyatakan kesediaan calon nasabah mentaati peraturan-peraturan yang dikeluarkan bank, baik yang sudah ada maupun yang akan ditetapkan kemudian. Klausula yang bunyinya mengikatkan diri pada serangkaian ketentuan pada hakikatnya menimbulkan akibat yang sama dengan suatu perjanjian. Hal tersebut terbukti dengan kenyataan bahwa bank kemudian menyerahkan buku tabungan atau bilyet deposito kepada nasabah sebagai suatu tanda persetujuan atas permohonan yang diajukan, dalam hal dikatakan terjadi suatu persetujuan secara diam-diam. Dalam buku tabungan dan bilyet deposito tercantum pula beberapa ketentuan dan syarat-syarat yang dibuat dalam bentuk yang sudah baku. Pada nasabah tidak dapat lain, kecuali menerimanya. Jadi perjanjian yang dibuat dalam menabung dan mendepositokan uang tidak jelas merumuskan hak dan kewajiban pihak-pihak
Brosur dan leaflet yang diedarkan dalam rangka memperkenalkan produk bank tersebut lebih banyak memperlihatkan dan menjelaskan manfaat yang dapat diperoleh nasabah. Sebaliknya mengenai kewajiban dan apa yang menjadi haknya secara rinci belum tampak dalam brosur atau leaflet yang disebarkan. Meskipun didalam brosur atau leaflet tersebut tidak diatur secara jelas hak dan kewajiban. Akan tetapi karena dengan pengisian aplikasi atau formulir tersebut merupakan suatu bentuk kesapakatan antara pihak nasabh dan bank, maka akan melahirkan hubungan hukum yang akan menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak baik dari nasabah maupun dari bank itu sendiri.
Untuk mengetahui hak dan kewajiban antara bank dan nasabah, harus dilihat lebih dulu jenis layanan jasa apa yang digunakan oleh nasabah. Hal ini penting, karena layanan jasa yang diberikan oleh dunia perbankan sudah demikian luas (lihat pasal 6  UU Perbankan) sehingga persyaratan yang tercantum dalam standar kontrak yang digunakan oleh bank juga bervariasi. Artinya tergantung dari jenis layanan jasa yang digunakan. Misalnya persyaratan yang tercantum dalam pembukaan rekening giro, tabungan, deposito dan perjanjian kredit, mempunyai persyaratan tersendiri.
Persyaratan yang harus dipenuhi bila hendak menjadi penabung suatu bank, tergantung dari persyaratan yang ditentukan oleh bank yang bersangkutan. Disebut demikian, karena persyaratan antara satu bank dengan bank lainnya berbeda satu sama lain. Masing-masing bank mempunyai produk tersendiri yang satu sama lain mempunyai ciri tersendiri  dan selalu menawarkan program yang lebih unggul dan kompetitif dalam menghadapi persaingan di dunia perbankan.
Untuk suatu hubungan hukum antara nasabah dengan bank dalam pembukaan rekening ada tiga ketentuan [5]
1.      ketentuan yang tedapat dalam aplikasi
2.      ketentuan yang tedapat pada syarat-syarat umum pembukaan rekening
3.      ketentuan yang terdapat pada produk yang digunakan oleh nasabah.
Apa yang dikemukakan diatas merupakan penunjukan terhadap ketentuan-ketentuan formal yang mengatur mengenai hubungan hukum antara nasabah dengan bank. Dan yang perlu diketahui, bank sebaiknya memberi tahu kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya dalam mengadakan hubungan hukum dengan bank, sebab nasabah pada dasanya telah terlanjur percaya kepada bank sehingga mereka juga mempercayai apa yang dibuat dan termuat dalam formulir-formulisr atau aplikasi  tersebut. Atas dasar kepercayaan itulah, sekalipun perjanjian-perjanjian antara nasabah dengan bank tersebut menguntungkan secara sepihak bagi bank, tetapi masyarakat harus dibertahu hak dan kewajiban sebagai akibat dari adanya hubungan hukum antara nasabah dengan pihak bank
Meskipun hak dan kewajiban tersebut tidak tercantum secara jelas didalam brosur atau leaflet pembukaan rekening nasabah di bank dan tidak dibicarakan dengan negosiasi dalam pembukaan rekening, akan tetapi secara umum dapat dilihat hak dan kewajiban antara bank dan nasabah.
Secara umum  dapat diungkap di sini,hak dan kewajiban antara bank dan nasabah. Adapun   kewajiban bank adalah untuk:
1.       menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan perundang-undangan menetukan lain.
2.       menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
3.       membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian
4.       memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan dananya di bank.
Sebaliknya bank berhak untuk:
1.      mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah
2.      menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persdyaratan yang telah disepakati
3.      mendapatkan buku cek, bilyet giro, baku tabungan, kartu kredit dalam hal terjadi penutupan rekening.
Kewajiban nasabah
1.      mengisi dan menandatangai formulir yang telah disediakan oleh bank
2.      melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh bank
3.      menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank
4.      membayar provisi yang ditentukan oleh bank
Nasabah berhak untuk
1.      mendapatkan layanan jasa yang diberikan olah bank, seperti faslitas kartu ATM
2.      mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui
3.      menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia.
III.    PENUTUP
Dari beberapa uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa secara formal hubungan hukum antara bank dan nasabah lahir sejak di ditandatanginya formulir atau aplikasi pembukaan rekening nasabah di bank tersebut. Dengan pembukaan rekening tersebut maka melahirkan  hubungan hukum antara nasabah dengan bank yang menimbulkan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
Badrulzaman, Mariam Darus, perjanjian
kredit bank, Alumni, bandung, 1983
Hotma Bako, Ronny Sautama,
Hubungan bank dan nasabah terhadap produk tabungan dan Deposito. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Kasmir, Manajemen Perbankan, , Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan,
Mandar Maju, Bandung, 2008.
Subekti, pokok-pokok hokum perjanjian,
Intermasa, Jakarta, 1975
Tri Widiyono, Aspek Hukum
Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, simpanan, jasa dan Kredit, Ghalia Indonesia, Jakarta 2006.
B. Perundang-undangan
1.      UU No.10 tahun 1998 tentang perbankan
UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan


[1]Subekti, pokok-pokok hokum perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1975, halaman 13

[2] .Ibid , halaman 1
[3] Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan,
Mandar Maju, Bandung, 2008, halaman 33

[4] Ibid


[5] Tri Widiyono, Aspek Hukum
Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, simpanan, jasa dan Kredit, Ghalia Indonesia, Jakarta 2006, halaman 23


1 komentar:

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus