Senin, 26 Februari 2018

PENGARUH KEBERADAAN ANGKUTAN BERBASIS ON-LINE TERHADAP KESADARAN HUKUM KONSUMEN


Oleh Marsitiningsih
Fakultas Hukum Universitas Palembang
e-mail: ningpriyanto@gmail

Abstract
               The existence of on-line transport is the answer to the public's complaints about the current conventional transport conditions. The development of online transportation services is much more beneficial to the consumer community because of the ease of access and a much more transparent and targeted system. Although the existence of this online transportation service threatens the existence of conventional transportation, but consumer choice remains on the online transport. Online transport has created a legal awareness of the community / consumers that is aligned with the objectives of consumer protection.
Keywords: on-line transportation, consumer protection

Abstrak
Keberadaan angkutan berbasis on line menjadi jawaban atas keluhan masyarakat terhadap kondisi angkutan konvensional saat ini. Perkembangan jasa transportasi online jauh lebih menguntungkan masyarakat konsumen karena kemudahan akses dan sistem yang jauh lebih transparan dan tepat sasaran. Meskipun keberadaan jasa transportasi online ini mengancam keberadaan transportasi konvensional, namun pilihan konsumen tetap pada transportasi online. Tranportasi berbasis online telah menimbulkan kesadaran hukum dari masyarakat/konsumen yang selaras dengan tujuan dari perlindungan konsumen.
Kata Kunci : transportasi on-line, perlindungan konsumen


I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
            Peran Negara yang utama dalam setiap konstitusi atau Undang-Undang Dasar, mewujudkan cita-cita bangsa itu sendiri, dan cita-cita bangsa Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi Negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh warga Negara Indonesia serta membentuk Negara kesejahteraan.
            Bagir Manan menyebutkan bahwa dalam prinsip Negara kesejahteraan pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi memikul tanggung jawab utama  untuk mewujudkan keadilan social, kesejahteraan umum, dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1]      Berkaitan Dengan itu, Sjachran Basah mengatakan pemerintah tidak semata-mata di bidang pemerintahan saja, melainkan harus melaksanakan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai tujuan Negara melalui pembangunan sosial.[2]  
Semakin bertambahnya jumlah penduduk, semakin berkembangnya teknologi informasi  dan komunikasi memicu peningkatan aktifitas  ekonomi masyarakat. Adanya  peningkatan ekonomi masyarakat tak lepas`dari proses berlangsungnya transportasi.
Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh tenaga manusia atau tenaga mesin. Sedangkan menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 disebutkan bahwa angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.   
            Sektor transportasi dikenal sebagai salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang telah berkembang sangat dinamis serta berperan didalam menunjang pembangunan politik   ekonomin, sosial  budaya maupun pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai peranan yang penting dan strategis. Keberhasilan sektor transportasi dapat dilihat dari kemampuannya dalam menunjang serta mendorong peningkatan ekonomi lokal, regional dan nasional, stabilitas politik termasuk mewujudkan nilai-nilai sosial dan budaya yang diindikasikan melalui berbagai indikator transportasi antara lain: kapasitas, kualitas, pelayanan, aksesibilitas keterjangkauan, beban publik dan utilisasi ( manfaat ).    
            Transportasi adalah suatu pelayanan jasa yang dibutuhkan masyarakat guna menunjang mobilisasi. Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand)   akibat aktifitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka ekonomi makro, transportasi  merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional dan lokal, baik  di perkotaan maupun di pedesaan. Sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan, dimana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.
            Dewasa ini, jenis transportasi pun berkembang seiring dengan kemajuan masyarakat dalam teknologi informasi. Angkutan konvensional seperti angkutan kota, bus kota, ojek, becak, taksi dan lainnya, mulai ditinggalkan oleh sebagian konsumen . Sisi keamanan, kenyamanan dan flexibilitas bagi masyarakat dalam menggunakan angkutan konvensional menjadi pemicu utama mengapa angkutan ini lambat laut mulai berkurang pangsa pasarnya. Banyak angkutan konvensional yang didapati tidak menjaga kebersihan kendaraannya, keamanan yang kurang terjamin karena maraknya tindak kriminal pencopetan dan pelecehan seksual kerap sekali terjadi pada angkutan konvensional. Sebagian supir angkutan konvensional tidak mengindahkan kaidah-kaidah lalu lintas, seperti cara mengemudi yang ugal-ugalan, berhenti disembarang tempat untuk menunggu penumpang serta melanggar rambu-rambu lalu lintas. Dari segi flexibilitas, angkutan konvensional tidak menjangkau lokasi-lokasi tertentu yang diinginkan oleh penumpang karena telah memiliki rute tertentu .
            Munculnya angkutan berbasis on line sebagai jawaban atas keluhan masyarakat terhadap kondisi angkutan konvensional saat ini. Diperparah dengan kondisi lalulintas yang semakin hari semakin macet sehingga muncul ide kreatif tersebut. Tawaran akan kemudahan dalam mengakses angkutan memalui ponsel pintar sangat memanjakan, sehingga konsumen beralih dari angkutan konvensional yang ada .  
B.     Permasalahan.
Penelitian ini bertolak dari penelitian doktrinal yang mengkaji ketentuan hukum positif, konsep dan doktrin hukum atau peraturan Mentri Perhubungan tentang trsnsportasi online dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Transportasi umum di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam menunjang mobilitas aktifitas pekerjaan manusia maupun rutinitas lainnya. Transportasi umum yang paling familier bagi kehidupan sehari hari adalah angkutan kota, taksi dan ojek. Ketiga transportasi umum tersebut saat ini sedang menjadi trending topik diberbagai media masa. Hal tersebut sebagai imbas dari adanya tuntutan dari driver angkutan konvensional yang meminta agar transportasi on-line tidak beroperasi. Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengapa konsumen lebih memilih transportasi berbasis on line, bagaimanakah  pengaruh adanya transportasi berbasis on-line terhadap kesadaran hukum konsumen?
II.    PEMBAHASAN
            Secara normatif ditegaskan dalam batang tubuh konstitusi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dsar  1845 Amandemen ketiga yang menyebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum ”.[3]
            Adapun konsep Negara hukum yang dianut Indonesia adalah konsep Negara hukum modern/Negara kesejahteraan ( Welfare State )  dimana pemerintah turut campur secara aktif dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun material berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, sehingga disebut Negara Hukum Pancasila.[4]
            Konsep Negara hukum sebagai cita hukum ( rechts idée ) Indonesia, mengandung prinsip kepastian hukum yang ada baik dalam konsep rechtsstaat dan prinsip keadilan yang ada dalam konsep rule of law.[5]
Pembangunan sistem hukum Indonesia juga mendapat pengaruh yang luas dari aliran filsafat hukum Sociological Jurisprudence yang mecoba mengakomodasikan semua sumber material hukum dan nilai-nilai yang menjadi tujuan hukum dari masing-masing aliran filsafat hukum yang ada.[6]
            Aliran Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran yang melakukan berbagai pendekatan. Inti pemikiran Mazhab yang berkembang di Amerika ini menyebutkan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuaia Dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Sesuai di sini berarti bahwa hukum itu harus mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat/living law (Lili Rasjidi, 1985: 70 dalam Anita Kamilah jurnal Litigasi ).
            Pandangan penting lainnya dari Roscoe Pound sebagai salah satu penganut aliran Sociological Jurisprudence, dikenal Dengan teorinya: “Hukum sebagai alat untuk memperbaharui/merekayasa masyarakat (Law is a tool of Social engineering)”. Menurut Roscoe Pound, hukum harus dapat melindungi kepentingan umum (public interest), kepentingan masyarakat (social  interest), dan kepentingan pribadi (private interst), tidak sekedar melestarikan status quo.[7]
            Hal senada dikemukakan oleh Friedrich Carl Von Savigny, pendasar Mazhab sejarah, yang memiliki konsep bahwa : “Hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama msyarakat”. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa, dan tiap-tiap bangsa tadi memiliki suatu  volksgeist/jiwa bangsa”, dimana jiwa bangsa ini berbeda, baik menurut waktu maupun menurut tempat.[8]
Rudyanti Dorotea Tobing  menyebutkan bahwa kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat telah menunjukkan jati dirinya dalam peradaban manusia. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia mendapat pengaruh yang signifikan akibat kemajuan teknologi informasi. Hal ini terlihat dalam pemanfaatan teknologi informasi berbasis elektronik, salah satunya melalui internet.
Internet sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan,  antara lain untuk menjelajahi (brousing, surfing ), mencari data dan berita, pendidikan, saling mengirim pesan melalui email, perdagangan dan interaksi sosial.
Berbagai  transaksi perdagangan yang sebelumnya hanya bisa dilakukan Dengan cara tatap muka ( face to face ) kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui internet.  Dengan hadirnya konsep perdagangan semacam itu membawa banyak kemudahan bagi konsumen. Bagi konsumen dapat memperoleh aneka informasi barang dan/atau jasa dalam berbagai variasi, lengkap Dengan spesifikasi harga dan cara pembayarannya. Jaringan internet yang telah berkembang begitu luas juga telah merambah hingga ke jasa transportasi. 
            Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi budaya, dimana ketika seseorang melakukan transportasi dan berpindah menuju daerah lain maka orang tersebut akanmenemui perbedaan budaya dalam bingkai kemajemukan Indonesia. Disamping itu, sudut pandang sosial juga mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk juga merupakan perwujudan dari sifat manusia.
            Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan lebih lambat dibandingkan Dengan Negara-Negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi Pemerintah masing masing Negara dalam menangani kinerja system transportasi yang ada. Kebanyakan dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, bandara, pelabuhan dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda ( multiplier effect ) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain Dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan angkutan orang dengan tujuan tertentu adalah angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan mobil penumpang umum atau mobil bus umum untuk keperluan selain pelayanan taksi, pariwisata, dan kawasan tertentu antara lain angkutan antar jemput, angkutan karyawan, angkutan permukiman, angkutan carter, dan angkutan sewa khusus.[9]
Di dalam Pasal 50 point 1 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 26 tahun 2017 disebutkan bahwa: untuk meningkatkan kemudahan pelayanan jasa angkutan orang tidak dalam trayek, Perusahaan angkutan umum dapat menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi. Kehadiran transportasi online memicu reaksi dari berbagai lapisan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan layanan transportasi konvensional.            
            Dalam putusan Mahkamah Agung No. 37P/HUM/2017 mengatakan : bahwa sebagai konsekuensi logis dari pekembangan teknologi informasi dalam Moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan dan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu. Putusan Mahkamah Agung itu sama sekali tidak mengabaikan faktor keselamatan dan keamanan pengguna. Hal tersebut disampaikan oleh Bayu Dwi Anggono, pakar perundangan dari Universitas Jember dalam acara diskusi mengenai Transportasi On line di Jakarta Pusat, Sabtu 16 September 2017. [10]
            Membumingnya angkutan berbasis on line seperti Gojek, Uber, Grab dan lainnya menimbulkan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Warga yang membutuhkan angkutan cepat dan efisien , sangat terbantu dengan keberadaan transportasi on line. Dampak positif dan negatif keberadaan angkutan berbasisi online di Indonesia:[11]
Dampak positif.
1.      Sebagian besar pengguna  (konsumen) jasa angkutan berbasis online mengaku dimudahkan dengan layanan jemput di lokasi (lebih fleksibel).
2.      Konsumen angkutan berbasis online mendapatkan estimasi biaya yang akan dibayar sesuai dengan jarak tempuh tujuan (harga lebih transparan)  Konsumen mendapatkan haknya atas informasi  yang benar tentang biaya yang harus dibayar.
3.      Angkutan berbasis online dinilai lebih nyaman ketimbang angkutan konvensional. Dengan adanya sistem penilaian kepuasan konsumen pada aplikasi angkutan berbasis online menuntut driver untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Konsumen mendapatkan hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan.
4.      Angkutan berbasis online menyediakan pelayanan seperti menerima pesanan pembelian makanan, obat, segala keperluan rumah tangga dan jasa kirim barang. Semua fasilitas itu bisa di dapatkan Dengan memilih di dalam aplikasi angkutan berbasis online. Konsumen mendapatkan hak  untuk memilih sesuai Dengan kebutuhanya.
Dampak negatif.
1.      Hadirnya angkutan berbasis online di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini menjadi ancaman tersendiri bagi pengemudi angkutan konvensional. Semakin hari pendapatan pengemudi angkutan konvensional semakin tergerus Dengan adanya angkutan berbasis online. Hal ini memunculkan kecemburuan sosial bagi pengemudi angkutan konvensional. Maraknya demo, rusuh, pemblokiran bahkan penyerangan fisik.
2.      Tindak kecurangan driver. Apabila antara pengemudi dan akun yang dituju tidak sama, maka konsumen akan kesulitan dalam melakukan pengaduan kepada perusahaan terkait apabila terjadi tindak kriminal atau pengemudi yang kurang sopan.
3.      Belum ada pengaturan dari Pemerintah mengenai angkutan berbasis online. Banyaknya konflik yang bermunculan saat ini, mendorong Pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Indonesia sebagai Negara berkembang, yang industrinya baru mengalami permulaan, perkembangn hukum perlindungan konsumen belum berkembang sebagaimana di Negara-negara maju. Hal ini disebabkan karena lazimnya perkembangan perlindungan konsumen merupakan akibat dari perkembangan industri suatu Negara yaitu industrialisasi massal.[12]
Lambatnya perkembangan perlindungan konsumen di Negara berkembang disebabkan karena sikap pemerintah pada umumnya masih melindungi kepentingan industri yang merupakan faktor yang esensial dalam pembangunan suatu Negara. Sehingga ketentuan-ketentuan hukum yang bermaksud untuk memberikan perlindungan kepada konsumen atau anggota masyarakat kurang berfungsi karena tidak diterapkan secara ketat.
Sebelum lahirnya Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, upaya perlindungan terhadap konsumen kurang dirasakan oleh masyarakat karena di samping tersebarnya ketentuan perlindungan konsumen dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adaya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Upaya  perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar oijakan yang benar-benar kuat. Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ada lima asas perlindungan konsumen ;
1.       Asas manfaat , maksudnya untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan mafaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.      Asas Keadilan, maksudnya agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan  memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.      Asas Keseimbangan, maksudnya untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen , pelaku usaha, dan pemerintah  dalam arti material dan spiritual,
4.      Asas Keamanan dan Keselamatan konsumen, maksudnya untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atai digunakan,
5.      Asas kepastian hukum, maksudnya agar konsumen dan pelaku usaha menaati dan memperoleh keadilan
Sedangkan dalam pasal 3 UU No. 8 tahun 1999 ( UUPK ) disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah :[13]
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang / jasa
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak hak sebagai konsumen.
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsure kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6.      Meningkatkan kualitas barang/ jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sebagai pemakai barang dan/atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, konsumen tidak hanya tinggal diam ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut :[14]
Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Hak ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengonsumsi suatu produk.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak untuk memilih dimaksudkan memberikan kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai Dengan kebutuhannya, tanpa adanya tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak tergadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur dan mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa. Hak atas  informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal Dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena Dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan/sesuai kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat/kegunaan produk, efek samping atas penggunaan produk, tanggal kadaluarsa, serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat  disampaikan baik secara lisan, maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada lebel yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Informasi ini dapat memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiaannya terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang memenuhi kebutuhannya.[15] Dengan demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan bagi konsumen dan produsen.   
Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakannya. Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai. Bisa juga berupa pengaduan atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk,  atau yang berupa pernyataan/pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu.
      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk, dengan melalui jalur hukum.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Hak ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk, karena Dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.
Hak  untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif. Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Dalam kondisi tertentu konsumen dapat saja membeyar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi dari pada kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.
Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak akibat penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang menyangkut diri ( sakit, cacat, bahkan kematian ) konsumen.
Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup. Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak. Hak –hak ini terutama yang berupa hak atas sandang, pangan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan lain-lain.   
Sebagai sebuah bentuk layanan publik yang sekaligus juga layanan konsumen, adanya suatu standar pelayanan minimum adalah sebuah keniscayaan.
Sekarang ini kita sudah berada di era yang segala sesuatunya telah terkoneksi dengan jaringan tanpa batas, internet. Internet tidak hanya berisi media social untuk saling menyapa dengan orang-orang yang terpisahkan jarak dan waktu, tapi jaringan yang telah berkembang begitu luas telah merambah hingga ke jasa transportasi.
Perkembangan jasa transportasi online jauh lebih menguntungkan masyarakat konsumen karena kemudahan akses dan sistem yang jauh lebih transparan dan tepat sasaran. Dimulai dari kemudahan pemesanan hingga penghitungan tarif bahkan estimasi waktu dan jarak yang terhubung langsung dengan internet.
Sayangnya perkembangan ini justru menimbulkan pergesekan diantara sesama penyedia jasa transportasi. Berbagai pro dan kontra yang terjadi pada masing-masing penyedia jasa, terlihat jelas jika penyedia jasa transportasi konvensional tampak kurang siap menghadapi perkembangan zaman. Mereka mengalami frustasi menghadapi perkembangan era. Sebagai konsumen, tentunya bebas memilih jasa transportasi mana yang akan digunakan, terlebih jika hal tersebut menguntungkan dan memberikan manfaat bagi konsumen.
Meskipun keberadaan transportasi berbasis online ini mengancam keberadaan transportasi konvensional, namun pilihan konsumen tetap pada transportasi berbasis online. Hal tersebut disebabkan adanya kesadaran masyarakat (konsumen) untuk memilih alat transportasi yang lebih mengutamakan  keamanan kenyamanan dan keselamatan, lebih transparan dalam soal harga,  lebih praktis, lebih mudah dicari dan lebih cepat sampai di tujuan.
Disamping hal tersebut, hak konsumen untuk didengar keluhanya juga sudah diakomodir dalam pasal 52 point 4 huruf e  yang menyebutkan; Akses digital dashboard sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit memuat : layanan pengaduan konsumen berupa telepon dan surat elektronik (e-mail) penyedia aplikasi  berbasis teknologi informasi.
Dengan adanya perkembangan jasa transportasi berbasis online telah menimbulkan kesadaran hukum dari masyarakat/konsumen yang selaras dengan tujuan dari perlindungan konsumen yaitu meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
III.    PENUTUP
Dilihat dari perkembangan zaman modern, kebutuhan masyarakat untuk transportasi yang lebih praktis dan ekonomis, dapat membawa pilihan pada transportasi seperti gojek, grab, dan uber. Meskipun keberadaan jasa transportasi online ini mengancam keberadaan transportasi konvensional, namun pilihan konsumen tetap pada transportasi online. Hal tersebut disebabkan adanya perkembangan teknologi yang sangat canggih sehingga membuat konsumen lebih tertarik kepada transportasi online dengan alasan ; lebih mudah dicari, harga  lebih transparan, jauh lebih aman, jauh lebih nyaman, lebih fleksibel.
Perkembangan jasa transportasi berbasis online telah menimbulkan kesadaran hukum dari masyarakat/konsumen yang selaras dengan tujuan dari perlindungan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers.
Happy Warsito, 2008, Panduan Praktis Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta, Visimedia.
Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014 .
http://www.academia.edu/29653126/ pengaruh ojek online terhadap Pola kehidupan Masyarakat
http: //jakarta .com


[1] Bagir Manan dalam Anita Kamilah, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014, hlm. 16
[2] Sjachran Basah, 1986, hlm. 3 dalam Anita Kamilah, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[3] Philipus M. Hardjon, 1996, hlm. 75 dalam Anita Kamilah, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[4] Sjachran Basah, 1986, hlm. 11 dalam Anita Kamilah Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[5] Mahfud M.D., 2006, hlm. 26 dalam Anita Kamilah, Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[6] Darji Darmodiharjo dan Sidharta, 1996, hlm. 72 dalam Anita Kamilah Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[7] Darji Darmodiharjo dan sidharta, 2004, hlm. 197 dalam Anita Kamilah Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[8] Lili Rasjidi, 1985, hlm. 66 dalam Anita Kamilah Jurnal Ilmu Hukum Litigasi, vol.15 no.1, Bandung , April 2014.
[9] Peraturan Menteri Perhubungan RI No.26/2017
[10] http: //jakarta .com
[11] https//catatanjalanku.blogspot.co.id
[12] Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 67
[13] Happy Warsito, 2008, Panduan Praktis Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta, Visimedia, hlm.18
[14] Ahmadi Miru, Op.cit, hlm. 105 - 110
[15] Ahmadi Miru, Ibid,  hlm. 106