Penulis
: Fitriah, SH.,M.H
Abstrak
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan prosedur dan tata
cara penggabungan perusahaan (Merger)
seta mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam merger menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Adapun jenis penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mempelajari, memahami, serta meneliti bahan-bahan kepustakaan, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan diteliti.Study
kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu bahan hukum yang
terdiri : 1. Bahan hukum primer, bahan
hukum yang mengikat seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang
perseroan terbatas nomor 40tahun 2007 . 2. Bahan hukum sekunder terdiri dari
kepustakaan yang berhubungan erat dengan
pemegang saham minoritas dalam merger. Hasil penelitian ilmiah yang ada
kaitannya dengan materi penelitian. 3. Bahan hukum tersier, terdiri dari kamus
hukum, kamus besar bahasa Indonesia dll. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Prosedur dalam penggabungan perusahaan (merger) hanya bersifat Prosedural dan
protektif. Tata cara penggabungan merger menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 yaitu
berdasarkan Pasal 89 (halaman 42) yaitu terlebih dahulu harus dilaksanakan
rapat umum pemegang saham (RUPS) dan keharusan kuorum rapat paling sedikit ¾ dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
Disamping itu pula adanya kewajiban disclosure
(keterbukaan informasi) melalui pengumuman di surat kabar dengan maksud agar
pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui telah dilakukan penggabungan,
peleburan atau pengambilalihan (pasal 133 undang-undang Nomor 40 tahun 2007).
UUPT memberikan perlindungan bagi pemengang saham minoritas untuk melindungi
kepentingannya antara lain :: Personal Right (Hak Perseorangan) . Secara umum,
semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Appraisal Right, adalah hak
pemegang saham minoritas untuk membela
kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Pre-Emptive Right,
adalah hak untuk
meminta didahulukan atau
hak untuk memiliki lebih dahulu
atas saham yang ditawarkan. Derivative Right, Kewenangan
pemegang saham minoritas untuk
menggugat Direksi dan Komisaris yang mengatasnamakan perseroan. Enquete
Recht (Hak Enquete) atau hak angket adalah hak untuk melakukan pemeriksaan.
Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan, mengadakan
pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan atau hal-hal
yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham mayoritas.
I. PENDAHULUAN
Undang-undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT) adalah pengganti Undang-undang No. 1 tahun1995 yang merupakan tonggak
sejarah tentang merger. Merger menjadi trend dalam suatu grup usaha konglomerat
yang ingin memperluas jaringan bagi usahanya, terutama bagi kelompok usaha yang
ingin berkembang cepat dalam waktu yang relatif singkat. Dengan metode merger
ini suatu kelompok usaha tidak perlu membesarkan suatu perusahaan dari kecil
sehingga menjadi besar, tetapi cukup membeli perusahaan yang sudah besar atau
sedang berjalan. Di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas, Pasal 1 ayat (9) : “Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih
karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status
badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.” /
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 1998 disebutkan bahwa:
Merger dapat diartikan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang
telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Ada kalanya suatu perusahaan tidak dapat
menghadapi pesaing-pesaingnya yang kuat, sehingga posisi perusahaan yang lemah
di dalam pasar menjadi terancam. Produsen mengahadapi situasi ketidakpastian,
pesaing yang kuat dalam suatu pasar tidak hanya memiliki keunggulan dalam
kualitas produk tetapi mereka memiliki modal yang besar untuk melayani sejumlah
besar konsumen. Menghadapi situasi yang tidak menguntungkan tersebut perusahaan
kecil melakukan strategi agar dapat bertahan di pasar yaitu melalui merger.
Merger terjadi ketika dua perusahaan sepakat
untuk bergabung dan membentuk perusahaan baru, konsekuensinya kedua perusahaan
tersebut menyerahkan saham mereka dan perusahaan baru itu akan menerbitkan
saham sebagai gantinya. Dengan melakukan merger ini mereka berharap bisa
memperoleh banyak manfaat, karena ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari
penghematan biaya, perluasan pasar, penguasaan teknologi, akses dana yang lebih
besar dan masih banyak lagi.
Jadi secara umum merger perusahaan
dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yaitu :
Meningkatkan efisiensi, karena akan melahirkan sinergi
manajemen, sinergi operasional, dan sinergi keuangan serta mendatangkan
keuntungan.
Penganekaragaman bidang usaha atau diversifikasi, dengan
memiliki bidang usaha yang beraneka ragam maka suatu perusahaan dapat menjaga
stabilitas pendapatan.
Meningkatkan penguasaan pangsa pasar.
Pengurangan kewajiban pembayaran pajak.
Penilaian harta yang lebih rendah dari harga sebenarnya.
Ingin meningkatkan prestise.
Dalam melakukan merger, bagi dua perusahaan bukanlah hal
yang mudah, bahkan dapat menimbulkan masalah hukum yang sangat sensitif dalam
pelaksanaannya, antara lain :
Masalah Perpajakan
Dalam merger bagi dua perusahaan masalah pajak belum ada
ketentuan yang tegas, hanya diserahkan kepada kebijaksanaan manajemen perusahaan
sepanjang tidak bertentangan dengan dengan praktik akutansi yang lazim dan
didasarkan atas pertimbangan yang sehat. Di dalam UUPT Pasal 102 (2) huruf c,
bahawa Direksi perusahaan-perusahaan yang terlibat merger diberikan kebebasan
untuk menentukan cara-cara konversi saham-saham pada perusahaan penerima
gabungan.
Masalah Perlindungan Bagi Pemegang Saham Minoritas
Masalah perlindungan hukum bagi pemegang saham
minoritas menurut UUPT Pasal 104 menentukan :
Perbuatan hukum
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan
harus Memperhatikan kepentiangan
perseorangan, pemegang saham
minoritas dan karyawan
perseroan.
Penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan tidak mengurangi
hak pemegang saham
minoritas untuk menjual sahamnya
sesuai dengan harga yang wajar.
Masalah Intern dari perusahaan yang digabungkan Kondisi
perusahaan yang digabungkan meliputi beberapa masalah yaitu :
Keadaan Saham/Pemegang Saham
Hal ini perlu diketahui kondisi pemegang saham di perusahaan
tersebut, apakah ada saham yang digunakan/dijaminkan dan jumlah saham dalam
akta-akta perusahaan.
Kedudukan dan Wewenang Direksi serta Dewan Komisaris
Hal ini perlu diketahui apakah para komisaris dan direksi
telah diangkat sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam anggaran dasar
perusahaan yang bersangkutan.
Aktiva dan pasiva
Yaitu keadaan sebenarnya dari harta maupun kewajiban
perusahaan yang digabungkan secara jelas, mengingat hal ini sangat penting
dalam penentuan harga merger.
Perizinan
Bagi perusahaan yang akan digabungkan memiliki izin yang
lengkap dan masih berlaku, baik mengenai status perusahaan, atau pun izin untuk
melakukakan kegiatan perusahaannya.
Masalah Buruh
Dengan diadakannya merger mau tak mau terjadi masalah
perubahan kedudukan dan pengurangan pegawai/buruh yang tidak potensial, karena
tidak mustahil buruh dari dua perusahaan yang melakukan merger jumlahnya
berbeda.
Saham
merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah Perseroan
Terbatas. Saham merupakan tanda penyertaan modal dalam suatu perusahaan (PT)
sebagai tanda bukti kepemilikan modal./ Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) UUPT, saham
tersebut dikeluarkan atas nama pemilikinya sehingga menjadi tanda bukti
kepemilikan atas saham suatu PT.
Kepentingan pemegang saham minoritas dalam suatu
perusahaan, seringkali diabaikan atau bahkan dirugikan. Hal ini disebabkan
karena adanya persepsi kuat bahwa yang paling berjasa memperbesar pundi-pundi
keuangan perusahaan, adalah pemegang saham mayoritas. Penguasaan persentase volume
saham atau pemasukan modal kepada perusahaan, memberi dukungan kuat atau bukti
kelak terhadap persepsi ini. Persepsi
tersebut diperkuat lagi dengan dianutnya prinsip one
share one vote dalam hukum perseroan
terbatas. Sehingga, dalam setiap RUPS pemegang saham minoritas tidak akan
mungkin pernah memenangkan keputusan yang diambil melalui voting. Dalam tataran operasional, komposisi direksi
atau komisaris senantiasa dikuasai atau dikendalikan oleh pemegang saham
mayoritas. Namun demikian, hukum perseroan
terbatas memberikan hak-hak tertentu atau hak derivatif kepada pemegang saham
minoritas yang memiliki minimal 10 % saham, untuk melindungi hak-hak dan
kepentingannya dalam perusahaan, terutama terhadap kesewenang-wenangan pemegang
saham mayoritas. Bahkan, dalam hal-hal
tertentu, pemegang saham minoritas dapat bertindak mewakili perusahaan untuk
menggugat direksi yang karena kesalahannya telah bertindak merugikan
perusahaan. Selain itu, masih ada sejumlah hak-hak lain yang dapat dipergunakan
oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak dan
kepentingannya, agar tidak dirugikan kepentingannya dalam perusahaan. /
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dengan judul Bentuk
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Penggabungan
Perusahaan (Merger) menurut UUPT No. 40
tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
permaslahan dalam penelitian ini, adalah
: Bagaimanakah Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham Minoritas Dalam Merger Menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ?
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan
dalam rangka untuk :
Mengetahui dan menjelaskan prosedur dan tata cara penggabungan perusahaan (Merger) menurut UU
Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perserosn Terbatas
Mengetahui dan memahami bentuk perlindungan hukum bagi pemegang
saham minoritas dalam Merger Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
Metode Penelitian
Adapun jenis penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah
sumber-sumber tertulis, seperti buku-buku (kitab), majalah dan jurnal yang
berkaitan. Study kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu
penelitian bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan ini yang terdiri :
Bahan Hukum Primer :
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Peraturan
Pemerintah Nomor 27
tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Peraturan
Pemerintah Nomor 28
Tahun 1999 tentang merger,
konsilidasi, dan akuisisi bank.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini
hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum yang ada relevansinya
dengan topik penelitian ini.
Bahan Hukum Tersier
Kamus hukum
Kamus besar bahasa Indonesia
II. PEMBAHASAN
Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas merupakan
suatu artificialperson, yaitu suatu badan hukum yang dengan sengaja
diciptakan, yang pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan
manusia. Bila manusia mempunyai anggota tubuh, perseroan memiliki
organ-organseperti komisaris, direksi dan RUPS. Hak dan kewajiban
organ-organperseroan ini tidak hanya diatur oleh undang-undang, anggaran dasar,
dandoktrin. Perubahan anggaran dasar perseroan hanya dapat dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang ada dalam anggaran dasar. /
Di dalam Pasal-pasal KUHD
yang mengatur mengenai perseroan terbatas, tidak ditemukan pengertian perseroan
terbatas. akan tetapi, dari Pasal 36,40,42, dan 45 KUHD dapat disimpulkan bahwa
suatu perseroan terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
Adanya kekayaan yang
dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing pendiri perseroan terbatas
(pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah modal sebagai jaminan
bagi semua perikatan perseroan terbatas.
Adanya pemegang saham yang
tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya.
Para persero ini tergabung
dalam Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ perseroan terbatas yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas, yang berwenang mengangkat direksi
dan komisaris, menetapkan kebijakan umum perseroan terbatas yang akan
dijalankan oleh direksi, dan menetapkan kewenangan atau hal-hal lainnya yang
tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. /
Adanya pengurus yang
dinamakan direksi dan pengawas, yang dinamakan komisaris yang juga merupakan
organ perseroan terbatas, yang tugas, kewenangan dan kewajibannya diatur lebih
lanjut dalam Anggaran dasar perseroan terbatas atau keputusan RUPS .
Dalam Undang-undang No.1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebelum lahirnya Undang-Undang No. 40
Tahun 2007, yaitu: “Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan
pelaksanaanya” (pasal 1 angka (1)).
Dalam Undang-undang No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka (1) dinyatakan bahwa:
“Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya”. Dari batasan yang
diberikan tersebut diatas ada beberapa hal pokok yang dapat kita tarik
kesimpulannya: /
Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum
Didirikan berdasarkan perjanjian
Melakukan kegiatan usaha
Modalnya terdiri dari saham-saham
Dengan demikian Perseroan
Terbatas sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dalam
melakukan kegiatannya dari modal Perseroan yang terdiri dari
saham-saham, maka secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari
harta benda pendirinya/pemiliknya. Karena
itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta
benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut.
Apabila suatu Perseroan
Terbatas melakukan suatu
perbuatan dengan pihak lain,
yang bertanggung jawab
adalah Perseroan tersebut
dan tanggung jawabnya sebatas
harta benda yang dimiliki oleh Perseroan tersebut. Harta benda pribadi pemilik
Perseroan/pemegang sahamnya tidak
dapat disita atau
digugat untuk dibebankan tanggung jawab Perseroan tersebut. Ini
adalah prinsip yang berlaku umum dalam
keadaan normal./
Suatu badan hukum merupakan
Perseroan Terbatas yang modalnya terdiri atas
saham-saham, maka tanggung
jawab pemegang saham dalam Perseroan Terbatas tersebut
terbatas pada modal
yang disetor dalam
Perseroan tidak bertanggung jawab
sampai kekayaan pribadinya.
Modal Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas
(PT) semula diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) yang
dulu disebut dengan
Naamloze Vennootschap (NV), adalah
merupakan suatu persekutuan
untuk menjalankan usaha
yang memiliki modal, terdiri
atas saham-saham dimana
pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri
atas saham-saham yang dapat
diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu
membubarkan perusahaan./
Perseroan Terbatas merupakan
badan usaha dan besarnya modal Perseroan tercantum dalam Anggaran Dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan
pribadi pemilik perusahaan, sehingga Perseroan Terbatas memiliki harta kekayaan
sendiri. Setiap orang dalam Perseroan Terbatas
dapat memiliki lebih dari
satu saham yang menjadi bukti
pemilikan perusahaan. Pemilik
saham mempunyai tanggung jawab terbatas
yaitu sebanyak saham yang
dimiliki. Apabila hutang perusahaan melebihi kekayaan
perusahaan, maka kelebihan hutang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan, maka keuntngan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik
saham akan memperoleh bagian
keuntungan yang disebut deviden, yang
besarnya tergantung pada
besar kecilnya keuntungan
yang diperoleh Perseroan Terbatas.
Perseroan sebagai
subyek hukum disahkan oleh
negara menjadi badan hukum
memang tetap tidak bisa dilihat
dan tidak dapat diraba (invicible and intangible). Akan
tetapi eksistensi riilnya
ada sebagai subyek
hukum yang terpisah (separate) dan
bebas (independent) dari
pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun dari pengurus dalam
hal ini Direksi Perseroan. Secara terpisah dan independen Perseroan melalui
pengurus dapat melakukan perbuatan hukum
(rechsthandeling, legal act),
seperti melakukan kegiatan
untuk dan atas nama Perseroan membuat perjanjian, menggugat
dan atau digugat di depan Pengadilan.
Sebagai badan
hukum Perseroan Terbatas
dalam melakukan kegiatan usahanya dengan modal
dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham. Adapun modal dari Perseroan Terbatas terbagi
atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. /
Modal dasar Perseroan
Terbatas sebagaimana ditentukan dalam Pasal
32 UU No. 40 Tahun 2007, modal dasarnya minimal Rp 50.000.000,-
(limapuluh juta rupiah) dan paling sedikit
25% dari modal dasar
harus sudah ditempatkan dan disetor penuh, dan dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah sesuai ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (1) dan (2) UU No. 40
Tahun 2007. Di dalam Perseroan Terbatas dikenal 3 (tiga) jenis modal, yakni : /
Modal dasar, yakni jumlah modal yang
disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas (PT). Dalam
Pasal
32 Ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas,
disebutkan modal dasar minimal Rp 50.000.000,-.
Modal ditempatkan,
yakni sebagian dari modal dasar Perseroan yang telah
disetujui untuk diambil oleh para pendiri. Dalam Pasal 33 Ayat (1),
Undang-Undang PT disebutkan minimal 25%
dari modal dasar
harus disetujui oleh para
pendiri.
Modal disetor, yakni modal yang
benar-benar ada dan
disetor penuh dan dapat dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah,
seperti yang terdapat dalam Pasal 33 Ayat (2)
Undang-Undang PT.
Akan tetapi dalam Pasal
34 UU No. 40 Tahun 2007 disebutkan modal Perseroan Terbatas tidak harus
dalam bentuk uang tunai, akan tetapi bisa :
Boleh
dalam bentuk lain,
penilaian penyetoran modal
saham ditentukan berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh para ahli yang
tidak terafilisi dengan Perseroan.
Penyetoran dalam bentuk benda
tidak bergerak harus diumumkan dalam satu surat
kabar atau lebih dalam jangka
waktu 14 hari setelah akta pendirian
ditandatangani.
Jadi dengan demikian dapat
dikatakan bahwa modal
Perseroan Terbatas dapat terdiri dari modal dasar, modal yang
ditempatkan, modal disetor, dan juga dapat
berupa bentuk lain, dimana
penilaian penyetoran modal saham ditentukan
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar. Di
samping itu juga
modal tidak harus
dengan bentuk uang
tunai, jadi modal Perseroan dapat
berupa benda tidak
bergerak yang penyetorannya
harus diumumkan dalam suatu surat
kabar dalam jangka waktu 14
hari setelah Akta Pendirian
ditandatangani oleh para pihak di dalam pendirian Perseroan Terbatas.
Pengertian
Dan Jenis-Jenis Saham
Saham merupakan tanda penyertaan modal
pada suatu Perseroan Terbatas (PT) saham juga di identifikasikan sebagai surat
bukti kepemilikan dalam suatu PT yang diperoleh melalui pembelian atau cara
lain yang kemudian memberikan hak atas deviden dan lain-lain sesuai dengan
besar kecilnya investasi modal pada perusahaan tersebut.
Saham adalah tanda bukti penagambilan bagian atau peserta
dalam suatu Perseroan Terbatas. Bagi perusahaan yang bersangkutan, hasil yang
diterima dari penjualan sahamnya akan tetap tertanam dalam perusahaan tersebut
selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah merupakan
penanam yang permanen. Karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual
sahamnya. Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan kepemilikan atau
penyertaan pasar modal investor dalam suatu perusahaan./
Saham memberikan indikasi kepemilikan
atas perusahaan sehingga para pemegang saham berhak menentukan menentukan arah
kebijaksanaan perusahaan lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Para pemegang
saham juga berhak memperoleh deviden yang dibagikan oleh perusahaan.
Sebaliknya, pemegang sahampun turut menanggung resiko sebesar saham yang
dimiliki apabila perusahaan tersebut bangkrut. Modal saham adalah unit
kepemilikan dalam sebuah perusahaan, sebagai bukti kepemilikan atas saham,
perseroan terbatas menerbitkan sertifikat sahamnya. Saham yang dikeluarkan
perusahaan merupakan bukti pembayaran pemegang saham kedalam perusahaan. Jumlah
yang terakumulasi dalam perusahaan dinamakan dengan nama modal saham.
Perwakilan kepemilikan seseorang didalam suatu perseroan terbatas tercermin
dalam sedikit banyaknya lembar saham yang dimiliki. Semakin banyak lembar saham
yang dimiliki akan semakin besar derajat kepemilikannya./
Adapun jenis
saham berdasarkan atas cara peralihan hak, terbagi:
Saham atas unjuk (bearer stocks).
Saham
jenis ini sangat mudah dipindahkan seperti halnya mata uang. Oleh karena itu
kualitas kertas lembar saham dibuat spesifik agar sulit untuk dapat dipalsukan.
Dalam saham jenis ini pada sertifikatnya tidak tercantum nama pemilik saham
sehingga manakala pemiliknya ingin menjual atau memindahkan kepada orang lain
akan dapat melaksanakannya dengan mudah.
Saham atas nama (registered stocks)
Saham jenis ini merupakan kebalikan
dari saham atas unjuk. Saham ini memuat nama pemiliknya dan nama ini akan
tercantum dalam buku perseroan sehingga apabila terjadi pemindahan saham atas
nama maka harus menempuh prosedur tertentu yang harus dipenuhi. Saham ini
mempunyai tingkat keamanan yang tinggi sebab sudah tercantum dalam buku
perseroan sehingg apabila saham ini hilang maka cukup memberitahukan kepada
perusahaan untuk meminta penggantian.
Sedangkan jenis saham berdasarkan hak
tagihan (klaim), terdiri dari :
Saham biasa (common stocks)
Dengan adanya resiko yang besar tersebut
biasanya jika usaha perusahaan berjalan dengan baik maka deviden saham biasa
akan lebih besar daripada saham preferen. Tetapi manakala terjadi likuidasi
pembagian deviden dan pembagian harta perusahaan serta pemegang saham biasa
akan memperoleh pembagian terakhir setelah pemegang saham preferen.
Pembagian deviden untuk saham biasa dapat
dilakukan jika perusahaan sudah membayar deviden untuk saham preferen Saham
biasa mempunyai hak yang sama bagi pemegangnya yang dapat menentukan jalannya
perseroan melalui rapat umum pemegang saham. Kadangkadang hak suara dalam rapat
pemegang saham hanya diberikan pada saham biasa, tetapi sering juga saham
preferen mempunyai hak suara.
Saham preferen (prefered stock)
Saham preferen merupakan saham yang mempunyai hak
khusus melebihi pemegang saham biasa. Saham preferen disebut juga dengan saham
istimewa sebab mempunyai banyak keistimewaan. Biasanya keistimewaan ini
dihubungkan dalam hal pembagian deviden atau pembagian aktiva pada saat
likuiditas.
Saham preferen mempunyai beberapa hak, yaitu hak atas
deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi likuidasi
.Kelebihan dalam hal pembagian deviden adalah bahwa deviden yang dibagi pertama
kali harus dibagikan untuk saham preferen, kalau ada kelebihan baru dibagikan
kepada pemegang saham biasa. Deviden saham preferen tidak terutang atas dasar
waktu, tetapi baru terutang jikasudah diumumkan oleh perusahaan. Dalam hal
pimpinan perusahaan tidak mengumumkan pembagian deviden dalam suatu periode
maka deviden tidak hilang.
Biasanya saham preferen mempunyai nilai nominal dan
devidennya dinyatakan dalam persentase dari nilai nominal. Apabila saham
prioritas tidak mempunyai nilai nominal maka devidennya dinyatakan dalam bentuk
rupiah dan bukan dalam bentuk persentase.
Suatu perusahaan dapat mengeluarkan lebih dari satu
macam saham preferen disebut saham preferen ke satu, saham preferen kedua dan
seterusnya, dimana saham preferen kesatu mempunyai klaim yang pertama terhadap
laba dan saham preferen kedua mempunyai klaim kedua dan seterusnya. Saham
preferen dipisah lagi menjadi:/
Saham preferen kumulatif.
Saham preferen kumulatif adalah saham preferen yang
devidennya setiap tahun harus dibayarkan kepada pemegang saham dengan kata lain
saham ini merupakan saham yang dijamin akan memperoleh deviden setiap tahunnya.
Apabila dalam satu tahun deviden tidak dapat dibayarkan maka pada tahun-tahun
berikutnya deviden yang belum dibayar tersebut harus dilunasi dulu sehingga
dapat mengadakan pembagian deviden untuk saham biasa.
Saham preferen tidak kumulatif.
Saham ini merupakan kebalikan dari saham preferen
kumulatif. Dalam saham preferen tidak kumulatif pemegang saham tidak akan
memperoleh pembagian keuntungan secara penuh manakala dalam suatu periode ada
deviden yang belum dibayar. Dalam saham jenis ini, pemegang saham preferen akan
mendapat proritas akan tetapi hanya sampai pada jumlah tertentu sehingga tidak
seluruh deviden yang tidak dibayar akan dipenuhi seluruhnya, kadangkala tidak
menutup kemungkinan bahwa deviden yang tidak dibayar pada tahun sebelumnya
tidak akan dibayar ditahun kemudian.
Saham preferen partisipasi.
Saham ini merupakan saham preferen dalam hak
devidennya tidak terbatas dalam jumlah tertentu. Ini berarti saham ini
disamping memperoleh deviden tetap juga akan memperoleh bonus (tambahan)
deviden manakala perusahaan mencapai sasaran yang telah digariskan.
Saham preferen konvertibel (Convertible prefered stocks).
Adalah saham preferen yang dapat diujur dengan surat
berharga lain yang dikeluarkan oleh perusahaan lain yang menerbitkan saham ini
umumnya hak konversi ditujukan untuk dapat ditukarnya saham preferen dengan
saham biasa. Meskipun saham preferen umumnya mempunyai hak yang didahulukan
dalam pembagian deviden akan tetapi dalam hubungannya dengan kekuasaan terhadap
keberadaan perusahaan sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan saham biasa.
Tinjauan
Umum Tentang Merger, Konsilidasi, Akuisisi
Istilah merger berasal dari kata “merge” yang berarti menggabungkan atau
memfusikan. /
Merger lebih dikenal di dalam bidang manajemen, karena istilah ini selalu
dikaitkan dengan strategi manajemen dalam rangka pengembangan atau perluasan
suatu usaha, termasuk di dalamnya usaha-usaha untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam perusahaan seperti kurangnya
modal dan sumber daya manusia. Istilah lain yang sering dipakai dalam literatur
manajemen adalah kombinasi bisnis (business
combination), yaitu suatu transaksi yang berkaitan dengan kombinasi atau
penggabungan badan usaha antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Kombinasi bisnis biasa dialakukan melalui merger, konsolidasi dan akuisisi.
UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”) tidak menggunakan istilah merger, konsolidasi, atau akuisisi,
melainkan menggunakan istilah penggabungan untuk Merger, peleburan untuk
Konsolidasi dan Pengambil alihan (acquisition)
untuk akuisisi saham. Istilah dan definisi merger, konsolidasi dan akuisisi
digunakan dalam UU Perbankan Pasal 1 angka 25, 26, dan 27 serta disnggung Pasal
28 ayat (1) yang mengharuskan bahwa merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib
terlebihdahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia. Kemudian dalam
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 dijelaskan mengenai prosedur merger,
konsolidasi dan akuisisi bank. Merger Penggabungan (Merger) adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 9 UUPT).
Dari pengertian tersebut dapat dilihat unsur-unsur
dalam merger, yaitu:
Penggabungan perusahaan setidaknya melibatkan dua pihak perusahaan, yaitu
yang menerima penggabungan (absorbing
company/acquiring company/surviving company) dan pihak perusahaan yang
digabungkan atau menggabungkan diri (absorbed
company/acquired company/ target company).
Perusahaan yang menerima penggabungan (surviving
company) akan menerima atau mengambil alih seluruh hak dan kewajiban,
aktiva dan pasiva dari target company.
Perusahaan yang digabungkan (target
company) akan hilang statusnya sebagai perusahaan karena hukum.
Peleburan (Konsolidasi) adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva
dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum (Pasal 1 angka 10 UUPT). Dari pengertian
tersebut dapat dilihat unsur-unsur dalam merger, yaitu:
a. Peleburan perusahaan setidaknya melibatkan tiga pihak, yaitu setidaknya
ada dua perusahaan yang melebur (absorbed company) dan kedua pihak
perusahaan tersebut membentuk perusahaan baru.
b. Perusahaan-perusahaan yang melebur (absorbed
company) akan hilang
statusnya sebagai perusahaan
karena hukum.
c. Perusahaan baru akan
menerima atau mengambil
alih seluruh hak
dan kewajiban, aktiva dan pasiva dari perusahaan-perusahaan yang
melebur. Jadi baik merger
maupun konsolidasi kedua-duanya
menghasilkan kombinasi atau penggabungan asset dan liabilities perusahaan-perusahaan yang
bergabung maupun yang melebur.
Jadi baik merger maupun konsolidasi kedua-duanya
menghasilkan kombinasi atau penggabungan asset dan liabilities perusahaan-perusahaan
yang bergabung maupun yang melebur. Perbedaannya hanya terletak pada
eksistensihukum. Pada merger the acquiring/surviving firm mempertahankan nama dan
identitasnya dan mengambilalih semua asset dan liability dari the
acquired/target company dan setelah merger, eksistensi target
company sebagai badan hukum berakhir. Sedangkan pada konsolidasi
kedua perusahaan yang melebur eksistensinya berakhir dan bergabung menjadi
bagian dari perusahaan yang baru.
Di dalam akusisi terdari dari dua jenis, yaitu : Akuisisi saham, dan Akuisisi aset. Namun UU
PT hanya mengatur mengenai akuisisi saham terutama terkait dengan prosedur
pengambil aihannya. Berdasarkan undang-undang ini Pengambil alihan (Akuisisi)
didefiniskan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang
perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas Perseroan tersebut (Pasal 1 angka 11 UUPT).
Akuisisi Saham dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu (Pasal 125 UU PT):
Melalui Direksi PerusahaanTarget.
Secara langsung dari
pemegang saham Perusahaan
Target, di mana
prosedurnya tidak berbeda dengan
jual beli saham pada umumnya.
Akusisi saham langsung dari pemegang saham tidak perlu
didahului dengan membuat Rancangan Pengambil alihan, tetapi dilakukan langsung
melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan
pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perusahaan yang
diambil alih.
UUPT tidak mengatur besarnya ambang batas (treshold ) persentase saham yang
diambilalih sehingga dapat disebut sebagai telah terjadi akuisisi atau
pengambilalihan yang konsekuensinya harus memenuhi prosedur yang ditentukan
dalam undang-undang. Kata kuncinya adalah bahwa pengambil alihan harus dapat
mengakibatkan “beralihnya pengendalian”. UUPT sendiri tidak mendefinsikan
kriteria “pengendalian”. Namun pengertian “pengendalian” dapat dijumpai dalam
ketentuan di bidang pasar modal. Dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Bapepam Nomor
IX.H.1 tentang Pengambil alihan Perusahaan Terbuka disebutkan bahwa yang
disebut “Pengendali” adalah: (i)Pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima
puluh perseratus) dari seluruh saham yang disetor penuh, atau (ii) Pihak yang
mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidaklangsung,
dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan Perusahaan Terbuka.
Jadi pengambilalihan dalam perusahaan terbuka terjadi apabila:
Acquiring company menjadi pemegang saham dengan
jumlah lebih dari 50% dari saham yang disetor pada perusahaan target; atau
Pengambil alihan
oleh acquiring company dimaksudkan
untuk mengendalikan target company tanpa harus
melihat apakah threshold
50% kepemilikan saham pada perusahaan target dipenuhi atau tidak.
Ketentuan serupa juga berlaku dalam akuisisi bank
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 PP No. 28 Tahun 1999. Akuisisi Bank dilakukan
dengan cara mengambil alih seluruh atau sebagian saham yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian Bank kepada pihak yang mengakuisisi. Pengambil
alihan saham Bank baik secara langsung maupun melalui Bursa Efek, yang
mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham perorangan atau badan hukum
menjadi lebih dari 25% (dua puluh lima per seratus) dari saham Bank yang telah
dikeluarkan dan mempunyai hak suara, dianggap mengakibatkan beralihnya
pengendalian kecuali pihak yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya bahwa
walaupun yang bersangkutan telah menguasai lebih dari 25% kepemilikan saham
pada perusahaan target sepanjang ia tidak bermaksud untuk melakukan
pengendalian manajemen perusahaan target atau sekedar untuk melakukan investasi
portofolio atau spekulasi perdagangan saham maka tidak dapat dikatakan telah
terjadinya pengambil alihan. Demikian pula sebaliknya apabila, acquiring company mengambil alih
kepemilikan saham perusahaan target kurang dari 25%, namun sepanjang dapat
dibuktikan bahwa yang bersangkutan bermaksud untuk melakukan pengendalian
manajemen perusahaan target, maka hal ini sudah dapat disebut telah terjadi
pengambilalihan/akuisisi bank.
Sedangkan dari aspek persaingan usaha, akuisisi
dilarang apabila akuisisi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan Pasal 28 (1) dan
(2) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, perusahaan dilarang melakukan pengambil alihan saham perusahaan
lain apabila pengambil alihan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Penilaian apakah pengambil
alihan dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usahga
(“KPPU”) dengan menggunakan beberapa indikator penilaian, yaitu konsentrasi
pasar, hambatan masuk pasar, potensi perilaku anti persaingan, efisiensi dan
kepailitan. Sedangkan akuisisi tersirat
dari ketentuan Pasal 102 UU PT. Pasal 102 ayat (1) UUPT berbunyi: “Direksi
wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
Mengalihkan kekayaan Perseroa ;
atau
Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
lain maupun tidak”.
Jadi dalam hal ini target company harus meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham apabila terjadi pengambil alihan aset perusahaan oleh perusahaan lain (acquiring ompany). Pengalihan
aset target company harus memperoleh persetujuan dari RUPS dengan korum
kehadiran paling sedikit ¾ dari jumlah saham dengan hak suara yang sah dan
disetujui oleh paling sedikit ¾ dari jumlah
suara tersebut. Namun apabila dilakukan
tanpa tanpa persetujuan RUPS, pengalihan ini tetap sah mengikat Perseroan
sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut (dhi. acquiring company)
beritikad baik. Prosedur akuisisi aset mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata,
khususnya terkait dengan perikatan dan jual beli. Jadi walaupun terdapat
perbedaan antara pengertian konsolidasi dan akuisisi, namun
kesemuanya itu hampir memiliki kesamaan dalam hal maksud dan tujuan, yang pada
intinya adalah penggabungan. Merger dan akuisisi juga
merupakan konsep yang selalu muncul bersamaan, merger
adalah konsep dasarnya, sedangkan akuisisi adalah pelaksanaan konsep itu.
Akuisisi adalah salah satu cara menghasilkan merger yang dianggap elegan.
Kelebihan Merger/Konsolidasi:
Merger/ konsolidasi
biasanya lebih murah dibandingkan dengan bentuk akuisisi karena secara hukum
semua aktiva dan pasiva kedua (atau lebih) perusahaan otomatis menjadi satu
pada saat bergabung/melebur dan bisa dilakukan tanpa melikuidasi acquired
company , dimana diketahui bahwa biaya likuidasi akan bisa menjadi sangat
mahal.
Merger /konsolidasi
selain dapat dilakukan secara murah, juga dapat dilakukan secara cepat dimana
dapat dihindari semua proses pengalihan (balik nama, roya atas hak-hak jaminan)
yang diperlukan dari masing-masing asset.
Kelemahan
Merger/Konsolidasi:
Merger dan
konsolidasi memerlukan persetujuan
dari pemegang saham masing-masing perusahaan
di mana prosesnya akan
memakan biaya dan
waktu.
Pemegang saham dari acquired company yang tidak setuju memiliki appraisal rights dimana ia dapat meminta aquiring company untuk membeli sahamnya berdasarkan fair value, dimana seringkali tidak
tercapai kesepakatan tentang harga fair
value yang berakibat kepada proses legal yang menjadi mahal.
Pengambil
alihan/Akuisisi Saham
Kelebihannya yaitu :
a. Perusahaan
pengakuisisi dapat mem”bypass” direksi
perusahaan direksi perusahaan target
dengan langsung melakukan
transaksi dengan pemegang saham.
b. Perusahan
melakukan akuisisi saham
secara bertahap (untuk
tujuan melakukan merger nantinya) untuk menghindari pemegang saham minoritas
yang tidak setuju di mana nantinya
diharapkan agar secara bertahap akhirnya terjadi “completely absorbed acquisition” yang pada
hakekatnya merupakan merger.
Kelemahannya yaitu :
Akuisisi saham biasanya berakhir dengan hostile takeover, di mana adanya
pertentangan dari pihak manajemen atau
pemegang saham minoritas/publik yang dapat
mengakibatkan biaya akuisisi yang mahal dibandingkan biaya merger.
Akuisisi Aset ,
kelebihannya :
Banyak perusahaan melakukan akuisisi aset, ketimbang akusisi
saham dengan alasan atau pertimbangan sebagai berikut:
a. Untuk menghindari keharusan
memikul utang
yang tidak tercatat dipembukuan (unrecorded liabilities).
b. Menghindarkan untuk melaksanakan
perjanjian-perjanjian yang tidak
diinginkan oleh pembeli,
yang terpaksa
harus dilaksanakan
apabila dilakukan dengan akuisisi saham. Perjanjian-perjanjian
tersebut misalnya yang berkaitan dengan perburuhan, perjanjian sewa, perjanjian
pembelian dan lain-lain.
c. Menghindari timbulnya permasalahan dengan pemegang saham minoritas, jika dilakukan melalui akuisisi saham (hostile takeover)
Kelemahan :
a. Prosedur yang
rumit untuk menentukan pembelian asset tesebut, yaitu yang menyangkut balik nama, roya atas hak-hak
jaminan seperti Hipotik dan Hak tanggungan.
b. Legal prosedur untuk mentransfer asset-aset tersebut akan memakan
biaya yang tinggi
Klasifikasi
Merger
Jika dilihat dari jenis usahanya merger terdiri dari: /
Merger
Horizontal,
Kombinasi antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya
yang kegiatan operasinya masih berada dalam bidang bisnis yang sama (same line of business) yang tadinya
saling bersaing. Tujuan utamanya yaitu mewujudkan efisiensi dalam produksi,
promosi dan memasuki pasar yang sudah mapan. Misal merger antar bank, merger
antara firma akuntan publik.
Merger
Vertikal
Kombinasi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya
yang kegiatan operasional atau bidang usahanya menunjukkan adanya hubungan
sebagai produser-supplier. Tujuan dari merger vertikal adalah untuk menjamin
pengadaaan bahan baku yang berkesinambungan, menjamin jalur pemasaran atas
barang/jasa, serta menekan biaya produksi. Misal merger perusahaan perkebunan
karet dengan perusahaan produsen ban.
Merger
Konglomerat
Kombinasi antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya
yang tidak saling memiliki hubungan, baik dalam jenis usaha (horizontal) maupun
tingkat operasi kegiatan (vertikal). Tujuannya bagi perusahaan atau grup
perusahaan adalah untuk memperkecil risiko dalam rangka diversifikasi dan
memperkecil ketergantungan
Merger Kon-Generik
Dengan merger kon-generik, perusahaan-perusahaan yang
bergabung saling berhubungan satu sama lain, yang mempunyai kesamaan sifat
produksinya, tetapi belum dapat dikatakan sebagai produsen terhadap produk yang
sama (horizontal) dan bukan pula hubungan antara produsen –suplier (vertikal).
Jika dilihat dari segi tata cara bagaimana merger dilakukan,
maka merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut :/
Merger dengan Likudasi dan Jual Beli Aset
Dalam hal ini terlebih dahulu perusahaan target dilikuidasi,
baru kemudian aset-asetnya yang masih tertinggal dibagi-bagikan kepada pemegang
saham menurut porsinya masing-masing. Selanjutnya secara individual pemegang
saham tersebut menjual aset itu kepada perusahaan merger yang akan membelinya.
Merger dengan Jual Beli Aset dan Likuidasi
Dengan metode ini, justru jual beli aset perusahaan target
yang terlebih dahulu dilakukan, selanjunya baru dilakukan likuidasi terhadap
perusahaan target tersebut.
Merger dengan Jual Beli saham dan Likuidasi
Dapat juga yang dibeli semua saham perusahaan target dari
masing-masing individual pemegang saham. Setelah itu perusahan target
dilikuidasi dan asetnya dialihkan kepada perusahaan pembeli. Setelah itu
pemegang saham mayoritas dapat melakukan likuidasi, sementara pemegang saham
minoritas yang masih tersisa setelah dilikuidasi dapat dipaksakan untuk
menerima cash sebagai harga sahamnya.
Selanjutnya apabila merger dilihat dari segi variasinya,
terdapat beberapa merger, yaitu :/
Merger Sederhana
(Simple Merger)
Merger ini dilakukan dimana suatu perusahaan merger ke
perusahaan lain dan salah satu melebur, dan seluru aktiva dan pasiva perusahaan
yang melebur tersebut beralih ke perusahaan yang exist.
Merger Praktis (Practical Merger)
Merger ini terjadi tidak dengan pembayaran tunai dari harga
saham perusahaan target, melainkan ditukar dengan sahamnya pengambil alih.
Merger Segitiga
(Triangular Merger)
Pada merger ini, perusahaan pengambil alih membentuk anak
perusahaan penuh (100% saham), dan terhadap anak perusahaan tersebut perusahaan
target dibubarkan. Pemegang saham yang melebur menerima saham dari perusahaan
induk, bukan dari anak perusahaan.
Merger Segitiga
Terbaik ( Reverse Triangular)
Pada merger ini, justru anak perusahaan penuh baru dibentuk
dileburkan ke dalam perusahaan target.
Merger Anak Induk
Yang melakukan merger adalah anak perusahaan dengan
induknya, dimana salah satu diantaranya akan lenyap, merger ini terdiri atas :
Merger Arus ke Bawah, terjadi jika induk perusahaan melebur
ke anak perusahaan.
Merger Arus ke Atas, terjadi justru jika anak perusahaan
yang melebur ke induk perusahaan.
Merger Jalan Pintas (Short
Form), di mana anak perusahaan yang melebur ke induk perusahaan merupakan
subsidinya.
Merger Kepanjangan
Tangan,(Arm’s Length)
Terjadi jika yang akan meleburkan diri adalah anak
perusahaan yang merupakan subsidiary penuh dari perusahaan induk.
Merger De Facto
Kadangkala suatu transaksi dilakukan dengan tidak
menyebutkan bahwa yang sedang dilakukan tersebut adalah merger. Tetapi dalam
kenyataannya transaksi tersebut membawa akibat seperti halnya merger. Maka
menurut doktrin merger de facto, transaksi
yang bersangkutan selayaknya juga oleh hukum dianggap merger,. Tetapi
Undang-undang tentang Perseroan Terbatas belum dapat menjangkau terhadap merger
ini.
Apabila dipakai analisis keuangan sebagai analis, maka
merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut : /
Merger Permodalam Murni ,adalah : merger dimana
perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tetap beroperasi sebagai unit-unit
yang terpisah sehingga tidak ada penghematan operasional.
Merger Operasional
adalah : merger dimana diharapkan akan ada sinergi dari perusahaan-perusahaan
yang melakukan merger lewat integrasi dari operasional perusahaan-perusahaan
tersebut.
Jika ditinjau dari sudut akutansi, maka merger dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Merger dengan Metode
Pembelian
Yaitu : merger yang menggunakan metode akutansi yang
didasari pada pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai harga perusahaan
target.
Merger dengan Metode
Pooling of Interest
Yaitu: merger yang dilakukan dengan mendasarkan kepada
metode akutansi yang didasari pada nilai buku dalam memberi nilai kepada
perusahaan target.
Pengaturan mengenai prosedur dan tata cara merger
sebagai sarana untuk melaksanakan restrukturisasi perusahaan secara khusus
diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pengaturan
mengenai merger dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas hanya bersifat prosedural dan protektif.
Pengaturan mengenai penggabungan yang
bersifat prosedural dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas meliputi hal-hal sebagai berikut :
Mengenai rancangan penggabungan atau peleburan usaha.
Syarat penggabungan.
Penggabungan harus mendapat persetujuan dewan komisaris diajukan kepada
RUPS untuk disetujui.
Penggabungan berdasarkan ketentuan undang-undang ini, perlu mendapatkan
pesetujuan dari instansi terkait.
Ketentuan mengenai penggabungan dalam undang-undang ini berlaku pula untuk
perseroan terbuka sepanjang tidak ditentukan lain.
Sedangkan pengaturan mengenai penggabungan yang bersifat protektif dalam
undang-undang nomor 40 tahun 2007 adalah bertujuan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Adapun pihak-pihak tertentu yang perlu
mendapatkan perlindungan meliputi :
Perlindungan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan.
Perlindungan kreditor, mitra usaha lainnya dari perseroan.
Perlindungan
masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Berdasarkan ketentuan Pasal 122
undang-undang nomor 40 tahun 2007 penggabungan dan peleburan mengakibatkan
perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum. Rencana penggabungan tersebut harus
terlebih dahulu dituangkan ke dalam rancangan penggabungan atau peleburan yang
disusun oleh direksi dari perseroan yang ingin melakukan penggabungan.
Rancangan penggabungan tersebut harus disetujui oleh RUPS dan memuat paling
sedikit atau sekurang-kurangnya :
Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan
penggabungan (merger).
Alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan yang akan melakukan
penggabungan dan persyaratan penggabungan.
Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan.
Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima penggabungan
apabila ada.
Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku
terakhir dari tiap perseroan.
Rencana kelanjutan atau pengakhiran perseroan yang
akan melakukan penggabungan.
Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku di Indonesia.
Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
direksi, dewan komisaris dan karyawan perseroan yang akan melakukan
penggabungan diri.
Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang
akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga.
Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap
penggabungan perseroan.
Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan
tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akan
melakukan penggabungan.
Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan.
Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap
perseroan yang akan melakukan penggabungan.
Kegiatan usaha setiap perseroan yang melakukan
penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.
Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan penggabungan.
Sebelum
dilaksanakannya suatu penggabungan (merger) perusahaan berdasarkan ketentuan
pasal 89 undang-undang nomor 40 tahun 2007 terlebih dahulu harus dilaksanakan
rapat umum pemegang saham (RUPS) dan keharusan kuorum rapat paling sedikit ¾ dari jumlah seluruh saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan rups yang lebih besar.
Disamping itu pula adanya kewajiban disclosure
(keterbukaan informasi) melalui pengumuman di surat kabar dengan maksud agar
pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui telah dilakukan penggabungan,
peleburan atau pengambil alihan (pasal 133 undang-undang Nomor 40 tahun 2007).
Apabila rancangan penggabungan perseroan yang telah mendapatkan persetujuan
RUPS harus dilampirkan pada permohonan perubahan anggaran dasar perseroan.
Kemudian dimohonkan untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehakiman.
Sementara itu pula dalam ketentuan Pasal 133 ayat 1 Undang-undang Nomor 40
tahun 2007 diatur ketentuan sebagai berikut : Direksi Perseroan yang menerima penggabungan
atau Direksi Perseroan hasil peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan
atau peleburan tersebut dalam satu surat kabar atau lebih dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya
penggabungan dan peleburan.
Hal ini penting agar para pihak yang berkepentingan
dapat mengetahuinya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu untuk
menlindungi dirinya dari perbuatan merger yang mungkin akan merugikan
kepentingannya./
Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham
Minoritas Dalam Merger Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, yaitu dalam anggaran dasar sebuah perusahaan, dapat
ditetapkan jenis saham yang berbeda-beda, yaitu saham biasa dan saham preferen.
Dalam penjelasan pasal 53 ayat 3 Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT) disebutkan bahwa yang dimaksud saham biasa
adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS
mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan, mempunyai hak
untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil
likuidasi. Jenis-jenis saham lain diluar saham biasa dikategorikan sebagai
saham preferen, misalkan saham yang memiliki kewenangan untuk mencalonkan
direksi atau komisaris.
Dengan adanya mekanisme saham dalam
perseroan ini, maka pemegang saham mayoritas memiliki kewenangan yang lebih
besar daripada pemegang saham minoritas. Hal ini memang dinilai wajar karena
apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham minoritas mengalami
kerugian lebih besar daripada pemegang saham mayoritas. Dengan demikian, wajar
jika pemegang saham mayoritas memiliki kekuasaan yang lebih besar. Namun yang
menjadi masalah adalah apabila kewenangan tersebut disalahgunakan sehingga menimbulkan
kerugian bagi pemegang saham minoritas. Untuk itu UUPT memberikan perlindungan
bagi pemengang saham minoritas untuk melindungi kepentingannya antara lain :
Personal Right (Hak Perseorangan)
Secara umum, semua orang
adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Hak perseorangan dilindungi oleh hukum, Hak
perseorangan adalah relatif. Pemegang saham minoritas sebagai subjek hukum
mempunyai hak untuk menggugat Direksi atau Komisaris, apabila Direksi atau
Komisaris melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pemegang saham
minoritas melalui pengadilan negeri.
Personal Right pemegang saham minoritas dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah
sebagai berikut :
Pasal 61 Ayat (1), Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris. Setiap pemegang saham dalam pasal ini
memberikan pembatasan bagi para pemegang saham yang mempunyai saham minimal 10%
(sepuluh persen) dalam perusahaan.
2. Appraisal Right
Appraisal Right adalah hak pemegang saham minoritas
untuk membela kepentingannya dalam rangka menilai harga saham. Hak ini
dipergunakan oleh pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar
sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga yang wajar, karena pemegang saham
tersebut tidak menyetujui tindakan perseroan yang dapat merugikannya atau
merugikan perseroan itu sendiri.
Appraisal Right pemegang saham minoritas dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah
sebagai berikut :
Pasal 62 Ayat (1), Setiap pemegang saham berhak
meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila
yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang
saham atau Perseroan, berupa :
1.perubahan anggaran dasar;
2. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
3. penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan.
3.
Pre-Emptive Right
Pre-Emptive Right adalah hak untuk meminta didahulukan atau hak untuk memiliki lebih dahulu
atas saham yang ditawarkan. Dalam anggaran dasar perseroan dapat diatur
pembatasan mengenai keharusan menawarkan saham, baik ditawarkan kepada pemegang
saham intern maupun ekstern, atau pelaksanaanya harus mendapat
persetujuan dahulu dari organ perseroan. Jadi, dalam anggaran dasar perseroan
dapat ditentukan bahwa kepada pemegang saham minoritas diberikan hak untuk
membeli saham terlebih dahulu daripada pemegang saham lainnya. Harga yang
ditawarkan kepada pemegang saham minoritas harus sama dengan harga yang
ditawarkan kepada pemegang saham lainnya.
Pre-Emptive Right pemegang saham minoritas dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah sebagai berikut :
Pasal 43 Ayat (1) dan Ayat (2), :
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus
terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan
pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan
modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak
membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan
jumlah saham yang dimilikinya.
4. Derivative
Right
Kewenangan
pemegang saham minoritas untuk menggugat Direksi dan Komisaris yang
mengatasnamakan perseroan. Pemegang saham minoritas memiliki hak untuk membela
kepentingan perseroan melalui otoritas lembaga peradilan, gugatan melalui
lembaga peradilan harus membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi
atau Komisaris. Dengan gugatan tersebut, apabila gugatan dimenangkan, maka yang
berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan. Hak ini
juga meliputi hak untuk menuntut diselenggarakannya RUPS atas nama perseroan.
Derivative Right pemegang saham minoritas dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah
sebagai berikut :
Pasal 79 Ayat (2), Penyelenggaraan RUPS sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan : 1 (satu)
orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali
anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; (Pemegang Saham
perseroan meminta diselenggarakannya Rapat Umum Pemegang Saham, pemegang saham
minoritas hanya sekedar mengusulkan tanpa ada kewenangan untuk memutuskan
diadakannya RUPS).
Pasal 144 Ayat (1), Direksi, Dewan Komisaris atau 1
(satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan
usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
5.
Enquete Recht (Hak Enquete)
Enquete Recht atau hak angket adalah hak untuk
melakukan pemeriksaan. Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas
untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan,
mengadakan pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan
atau hal-hal yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham
mayoritas. Pada dasarnya, pengawasan terhadap Direksi dalam pengelolaan
perseroan dilaksanakan oleh komisaris. Tetapi dalam praktik, sering terjadi
Direksi maupun Komisaris karena kesalahan atau kelalaiannya mengakibatkan kerugian
pada perseroan, pemegang saham atau pihak ketiga. Oleh karena itu, pemegang
saham minoritas berhak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional
perseroan.
Enquete Recht pemegang saham minoritas dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah
sebagai berikut :
Pasal 97 Ayat (6), Atas nama Perseroan, pemegang saham
yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri
terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian pada Perseroan.
Pasal 114 Ayat (6), Atas nama Perseroan, pemegang
saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang
karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke
pengadilan negeri.
Pasal 138 Ayat (3), Permohonan pemeriksaan Perseroan
dapat diajukan oleh :
a) 1 (satu) pemegang
saham atau lebih
yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara;
b) Pihak lain yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan
diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c) Kejaksaan untuk kepentingan umum. Meminta
diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan, dalam hal terdapat dugaan bahwa
perseroan, anggota Direksi atau Komisaris perseroan melakukan perbuatan melawan
hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga
Meskipun terdapat
beberapa ketentuan dalam UUPT yang ditujukan untuk melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas, namun cara terbaik adalah dengan melakukan tindakan
preventif atau pencegahan. Nama perseroan akan menjadi rusak apabila diketahui
bahwa perseroan tersebut digugat oleh salah satu pemegang sahamnya. Untuk itu,
seluruh stakeholders dalam perseroan haruslah mengedepankan prinsip good
corporate governance. Jangan sampai ada informasi-informasi yang ditutupi
untuk menguntungkan diri sendiri.
III. PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa :
Prosedur Dan Tata Cara
Penggabungan Perusahaan (Merger) Menurut UU Nomor 40 tahun 2007 Tentang
Perserosn Terbatas.
Prosedur dalam penggabungan perusahaan (merger) hanya
bersifat Prosedural dan protektif. Bersifat Prosedural yaitu :
a. Mengenai rancangan penggabungan atau
peleburan usaha.
b. Syarat penggabungan.
c. Penggabungan harus mendapat persetujuan dewan komisaris diajukan kepada RUPS untuk disetujui.
d. Penggabungan berdasarkan ketentuan undang-undang ini, perlu mendapatkan pesetujuan dari instansi terkait.
e. Ketentuan mengenai penggabungan dalam undang-undang ini berlaku
pula untuk perseroan terbuka sepanjang
tidak ditentukan lain.
Sedangkan penggabungan yang bersifat protektif adalah
bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan pihak tertentu, meliputi :
a. Perlindungan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan.
b.Perlindungan kreditor, mitra usaha lainnya dari perseroan.
c. Perlindungan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Tata cara penggabungan merger menurut UU
Nomor 40 Tahun 2007 yaitu berdasarkan Pasal 89 (halaman 42) yaitu terlebih
dahulu harus dilaksanakan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan keharusan kuorum
rapat paling sedikit ¾ dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit
¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar. Disamping itu pula adanya kewajiban disclosure (keterbukaan informasi)
melalui pengumuman di surat kabar dengan maksud agar pihak ketiga yang berkepentingan
mengetahui telah dilakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan (pasal
133 undang-undang Nomor 40 tahun 2007).
UUPT memberikan perlindungan bagi
pemengang saham minoritas untuk melindungi kepentingannya antara lain :
Personal Right (Hak Perseorangan) . Secara umum,
semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum, berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b. Appraisal Right, adalah
hak pemegang saham minoritas untuk membela
kepentingannya dalam rangka
menilai harga saham.
c. Pre-Emptive Right, adalah
hak untuk meminta
didahulukan atau hak
untuk memiliki lebih dahulu atas
saham yang ditawarkan.
d. Derivative Right,
Kewenangan pemegang saham
minoritas untuk
menggugat Direksi dan Komisaris
yang mengatasnamakan perseroan.
e. Enquete Recht (Hak Enquete) atau hak angket adalah hak untuk
melakukan pemeriksaan. Hak angket diberikan kepada pemegang saham minoritas
untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan melalui pengadilan,
mengadakan pemeriksaan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-kecurangan
atau hal-hal yang disembunyikan oleh Direksi, Komisaris atau pemegang saham
mayoritas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Arif Djohan, T,
Aspek Hukum Perseroan Terbatas, Harvarindo, Jakarta, 2008
Chatamarrasjid Ais. Penerobosan Cadar
Perseroan Dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti ,2004
Fakhrudin, Purwanto, wiji dan Hendy, Mengenal Permodalan,
Salemba Empat. Jakarta,2006
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan ,Jakarta:Pustaka
Yusticia, 2009
Joni Emirzon, Hukum
Bisnis Indonesia, CV Linterata Lintas Media, Jakarta,2007
Munir Fuady Doktrin-doktrin Modern dalam
Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002
Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002
Racmadi Usman,.Dimensi Hukum Perusahaan
Perseroan Terbatas.PT. Alumni Bandung, 2004
Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifudin,
Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama Media,
Yogyakarta, 1999
Simamora, Henry, Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan
Bisnis, jilid II, cetakan pertama, Salemba Empat. Jakarta,2000
Internet :
www.kajian pustaka.com, diakses tanggal, 9 Maret 2015.
. Chatamarrasjid Ais. Penerobosan Cadar Perseroan Dan
Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
,2004,hlm.55
. Racmadi Usman,.Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas.PT.
Alumni Bandung, 2004,hlm.48
. Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery
Arifudin, Djohari Santoso, 1999, PengantarHukum Dagang Indonesia I, Gama
Media, Yogyakarta, 1999,hal. 33
. Munir Fuady Doktrin-doktrin
Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2002, hlm. 3