Rabu, 08 Februari 2017

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMANFAATAN MEREK TERKENAL



OLEH : Susi Yanuarsi, SH, MH.[1]

Abstrak

Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Tujuan mengapa adanya merek tersebut adalah tidak lain untuk melindungi pihak ketiga atau masyarakat terhadap tipuan atau tiruan merek yang sudah mempunyai nama baik dan melidungi industrialisasi dan pedagang yang menjadi pemakai pertama pada mereknya, tidak peduli apakah merek itu sudah terdaftar atau belum.

Kata kunci, Merek terkenal, Konsumen, Perlindungan Hukum.

A.      Latar Belakang
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) merupakan langkah maju bagi Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 memasuki era pasar bebas. Salah salah satu implementasi era pasar bebas ialah negara dan masyarakat Indonesia akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun karya orang/perusahaan luar negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia dapat menjual produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah produk-produk ataupun karya-karya lainnya yang merupakan HKI dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan perlindungan hukum yang efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak sesuai dengan persetujuan TRIPs serta konvensi-konvensi yang telah disepakati.
Salah satu contoh HKI yang harus dilindungi ialah merek. Merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung membuat produsen atau pengusaha lainya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal, bahkan dalam hal ini akhirnya muncul persaingan tidak sehat. Merek dapat dianggap sebagai “roh” bagi suatu produk barang atau jasa.[2]
Tujuan mengapa adanya merek tersebut adalah tidak lain untuk melindungi pihak ketiga atau masyarakat terhadap tipuan atau tiruan merek yang sudah mempunyai nama baik dan melidungi industrialisasi dan pedagang yang menjadi pemakai pertama pada mereknya, tidak peduli apakah merek itu sudah terdaftar atau belum.[3]
Merek sebagai tanda pengenal atau tanda pembeda dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan. Apabila dilihat dari sudut produsen, merek digunakan sebagai jaminan hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, di samping untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Selanjutnya, dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan-pilihan barang yang akan dibeli.[4] . Apabila suatu produk tidak mempunyai merek maka tentu saja produk yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh karena itu, suatu produk (produk yang baik atau tidak) tentu memiliki merek. Bahkan tidak mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru, “dibajak”, bahkan mungkin dipalsukan oleh produsen lain yang melakukan persaingan curang.[5] Perlindungan merek secara khusus diperlukan mengingat merek sebagai sarana identifikasi individual terhadap barang dan jasa merupakan pusat “jiwa” suatu bisnis, sangat bernilai dilihat dari berbagai aspek.[6]
Dengan demikian, merek merupakan hal yang sangat penting dalam dunia bisnis. Merek sangat erat kaitannya dengan dunia perdagangan baik berupa perdagangan barang maupun jasa. Fungsi merek dalam dunia perdagangan ialah agar konsumen dapat membedakan hasil suatu produk tertentu dengan produk lainnya untuk barang atau jasa yang sejenis. Merek merupakan identifikasi suatu produk atau hasil perusahaan yang dijual di pasaran. Fungsi merek tersebut berkembang seiring perkembangan perekonomian nasional dan internasional.
Pemanfaatan merek-merek terkenal pada saat sekarang sudah mulai marak, hal tersebut tidak lain karena menjanjikan keuntungan besar yang akan didapat apabila mempergunakan merek terkenal dari pada menggunakan mereknya sendiri. Apalagi pada saat krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan yang bajakan, karena bajakan tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan yang asli.
Banyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual, selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya biasanya “bandar” yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut. Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin tampil trendi.
Produk-produk bermerek (luxrury good) asli tapi palsu (aspal) seperti baju, celana, jaket dan berbagai asesoris lainnya sangat mudah didapat dan ditemukan di kota-kota besar, peredarannyapun meluas mulai dari kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah

B.            Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakuan identifikasi masalah sebagai berikut :
1.        Bagaimana perlindungan terhadap merek terkenal ?.
2.        Bagaimanakah perlindungan bagi konsumen terhadap penggunaan merek terkenal ?

C.      Pembahasan
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dinyatakan bahwa Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, ataupun kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa unsur merek, yaitu:
1.        Syarat utama merek adalah tanda yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa.
2.        Tanda yang dapat menjadi simbol merek terdiri dari unsur-unsur, gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Dalam merek dikenal adanya hak eksklusif sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek. Secara umum hak eksklusif dapat didefinisikan sebagai ‘hak yang memberi jaminan perlindungan hukum kepada pemilik merek, dan merupakan pemilik satu-satunya yang berhak memakai dan mempergunakan serta melarang siapa saja untuk memiliki dan mempergunakannya’. Dengan demikian, hak eksklusif memuat dua hal, yaitu, pertama,menggunakan sendiri merek tersebut, dan kedua, memberi ijin kepada pihak lain menggunakan merek tersebut.
Hak eksklusif bukan merupakan monopoli yang dilarang sebagai persaingan tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, tetapi justru merupakan hak yang bersifat khusus dalam rangka memberi penghormatan dan insentif pengembangan daya intelektual untuk sebuah persaingan sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan, hak merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar, dengan demikian jelas bahwa sistem merek yang dipakai di Indonesia adalah sistem konstitutif (aktif) sehingga pemilik merek terdaftar adalah sebagai pemegang hak merek. Pemilik merek terdaftar sebagai pemegang merek menggunakan merek itu sendiri atau memberi ijin pihak lain menggunakannya. Lebih lanjut dalam pasal 40 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 dinyatakan bahwa hak merek dapat dialihkan haknya menurut ketentuan Undang-Undang.
Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan kepada pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata maupun tuntutan pidana dengan mengurangi kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan.

Merek Terkenal
Persoalan merek terkenal di Indonesia mempunyai keunikan tersendiri, karena pemilik merek terkenal yang sebenarnya justru digugat oleh pihak lokal, misalnya dalam kasus Piere Cardin dan Levi’s dan sebagainya Penggunaan merek terkenal secara melawan hukum yang marak di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari mental pengusaha lokal yang “potong kompas” dan tanpa usaha yang cukup untuk mengembangkan merek yang mereka buat sendiri. Idealnya pengusaha lokal memang harus memiliki merek sendiri dan mengembangkannya sehingga memiliki reputasi tinggi dan menjadi merek terkenal. Akan tetapi, hal tersebut tentu akan memakan waktu yang cukup lama.[7]
Sampai saat ini, sebenarnya tidak ada definisi merek terkenal yang dapat diterima secara luas. Upaya-upaya untuk mengiventarisasi unsur-unsur yang membentuk pengertian tersebut sampai saat ini belum memperoleh kesepakatan. Oleh karena itu, jika ada pihak yang selalu mendesakkan pengertian yang dimilikinya atau diakuinya terhadap pihak lain, hal itu hanyalah semata-mata karena adanya kepentingan pemilik merek yang bersangkutan. Selama perundingan Putaran Uruguay di bidang TRIPs berlangsung sampai berakhir dan ditandatanganinya Persetujuan Pembentukan WTO, tidak satu negarapun mampu membuat dan mengusulkan definisi merek terkenal tersebut.[8]
Di Indonesia ketentuan merek terkenal dapat dijumpai antara lain dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M-02-HC.01.01 Tahun 1987. Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M-02-HC.01.01 Tahun 1987 merek terkenal didefinisikan sebagai merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu. Keputusan Menteri Kehakiman tersebut pada Tahun 1991 diperbaharui dengan dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.03-HC.02.01 Tahun 1991 Pasal 1 Keputusan Menteri Kehakiman tersebut mendefinisikan merek terkenal sebagai ‘merek’ dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan/baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Selanjutnya dalam UU Nomor 15 tahun 2001 tidak dapat diketemukan definisi merek terkenal (tidak ada definisi merek terkenal). Penjelasan Pasal 6 UU Merek tersebut hanya memberikan kriteria merek terkenal.
Perlindungan merek dan merek terkenal di indonesia

a.        Perlindungan preventif
Perlindungan hukum preventif di sini ialah perlindungan sebelum terjadi tindak pidana atau pelanggaran hukum terhadap merek dan merek terkenal. Pasal 28 UU Merek menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek (filling date) yang bersangkutan dan dapat diperpanjang. Dengan demikian, apabila seseorang/badan hukum ingin agar mereknya mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan hukum merek, maka merek yang bersangkutan harus terdaftar terlebih dahulu. Suatu permohonan pendaftaran merek akan diterima pendaftarannya apabila telah memenuhi persyaratan baik yang bersifat formalitas maupun substantif yang telah ditentukan UU Merek. Syarat penting yang sekaligus menjadi ciri utama suatu merek ialah adanya daya pembeda (distinctiveness) yang cukup. Merek yang dipakai haruslah sedemikian rupa sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang atau jasa suatu perusahaan dengan barang atau jasa produksi perusahaan lainnya. Oleh karena itu, Pasal 5 UU Merek menentukan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a)             Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, agama, kesusilaan atau ketertiban umum atau kesusilaan
b)              tidak memiliki daya pembeda;
c)             telah menjadi milik umum; atau
d)            merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkankan pendaftaran.
Persyaratan yang ditentukan Pasal 5 tersebut harus ditambah persyaratan yang ditentukan Pasal 6. Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
a)             mempunya ipersamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu.
b)             mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
c)             mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.
   Selanjutnya, Pasal 6 ayat (3) UU Merek menambahkan lagi bahwa pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderak Merek (Kantor Merek) apabila merek tersebut:
a)             merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto dan nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b)             merupakan tiruan atau menyerupai nama, singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem dari negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulisd ari pihak yang berwenang;
c)             merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan dari pihak yang berwenang.
Unsur paling penting dalam Pasal 6 ayat (1) huruf 9a UU Merek tersebut di muka ialah persamaan pada keseluruhan., persamaan pada pokoknya dan merek pihak lain yang telah terdaftar lebih dahulu, serta merek terkenal.
Persamaan pada keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan elemen. Persamaan yang demikian sesuai dengan ajaran doktrin entires similar atau sama keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain, merek yang dimintakan pendaftarannya copy atau reproduksi merek orang lain.[9]  Agar suatu merek dapat disebut sebagai copy atau reproduksi merek orang lain sehingga dikualifikasi mengandung persamaan secara keseluruhan, paling tidak harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut.[10]
1)      ada persamaan elemen secara keseluruhan;
2)      persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa;
3)      persamaan wilayah dan segmen pasar;
4)      persamaan cara dan perilaku pemakaian; dan
5)      persamaan cara pemeliharaan.
Suatu merek dianggap mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain ditentukan berdasarkan patokan yang lebih lentur dibanding dengan doktrin entire similar. Persamaan ini pada pokoknya dianggap berwujud apabila merek tersebut memiliki kemiripan atau serupa (identical), hampir mirip (nearly resembles) dengan merek orang lain. Kemiripan tersebut dapat didasarkan pada.[11]
a)        Kemiripan persamaan gambar
b)         hampir mirip atau hampir sama susunan kata, warna, atau bunyi;
c)        faktor yang paling penting dalam doktrin ini, pemakaian merek menimbulkan kebingungan (actual confusion) atau menyesatkan (device) masyarakat/ konsumen. Seolah-olah merek tersebut dianggap sama sumber produksi dari sumber asal geografis dengan barang milik orang lain (likelyhood confusion).
Selanjutnya, menurut penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU Merek yang dimaksud ‘sama pada pokoknya’ dengan merek terdaftar orang lain ialah adanya kesan yang sama, antara lain, mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur maupun bunyi ucapan yang terdapat di dalam merek yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf (b) (merek terkenal) dapat pula diberlakukan terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis sepanjang dipenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun, sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud Pasal 6 ayat (2) tersebut belum ada. Apabila permohonan pendaftaran merek sudah memenuhi persyaratan formalitas, persyaratan substantif, masa pengumuman, maka dapat diberikan sertifikat merek dan kemudian didaftarkan dalam daftar umum merek. Setelah diterimanya Sertifikat Merek dan didaftarkannya merek yang bersangkutan di dalam Daftar Umum Merek maka pemilik merek terdaftar tersebut memiliki hak eksklusif tersebut dapat berupa hak menikmati secara eksklusif untuk mengeksploitasi keuntungan (exclusive financial exploitation).
Dengan demikian, perlindungan merek diberikan kepada pemelik merek terdaftar. Namun demikian, dimungkinkan pula perlindungan terhadap merek tidak terdaftar dengan syarat bahwa merek tersebut termasuk dalam kategori merek terkenal. Berdasarkan uraian di muka, maka jelaslah bahwa pemilik merek terkenal akan memperoleh perlindungan hukum secara preventif dengan adanya berbagai persyaratan permohonan pendaftaran merek tersebut.. Mekanisme perlindungan merek terkenal selain melalui inisiatif pemilik merek tersebut dapat juga ditempuh melalui penolakan oleh kantor merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya dengan merek terkenal. Dalam UU Undang-Undang Merek mekanisme perlindungan merek atas inisiatif pemilik merek dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 68 ayat (2) yang apabila disimpulkan menyatakan bahwa pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek berdasarkan alasan dalam Pasal 4, 5, dan 6 setelah mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal.[12]

b.         Perlindungan Represif
Perlindungan hukum represif yang dimaksud di sini ialah perlindungan hukum terhadap merek manakala ada tindak pidana merek atau pelanggaran hak atas merek. Perlindungan hukum yang refresif ini diberikan apabila telah terjadi pelanggaran hak merek (termasuk merek terkenal) .Dalam hal ini peran lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), dan kejaksaan sangat diperlukan. Pemilik merek terdaftar mendapat perlindungan hukum atas pelanggaran hak atas merek baik dalam wujud gugatan ganti rugi maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum.
Pasal 76 ayat (1) UU Merek memberikan hak kepada pemilik merek terdaftar untuk mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek barang dan atau jasa yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan untuk barang atau jasa sejenis berupa: (a) gugatam ganti rugi, dan atau (b) penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Dengan demikian, Pasal 27 tersebut membatasi pelanggaran merek hanya terhadap barang atau jasa sejenis saja. Gugatan tersebut menurut Pasal 76 ayat (2) harus diajukan melalui Pengadilan Niaga. Selanjutnya, menurut Pasal 78 UU Merek, atas permintaan pemilik merek atau penerima lisensi merek terdaftar selaku penggugat, selama masih dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek secara tanpa hak tersebut. Disamping itu, Pasal 78 ayat (2) UU Merek menentukan, dalam hal tergugat dituntut pula menyarahkan barang yang menggunakan merek tanpa hak, hakim dapat memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemilik merek selain mempunyai hak melakukan gugatan perdata juga dapat pula menyelesaikan sengketanya melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Perlindungan hukum lainnya ialah berdasarkan ketentuan hukum pidana.
Perlindungan hukum lainnya ialah berdasarkan ketentuan pidana UU Merek. Perlindungan hukum kepada pemilik berdasar ketentuan pidana UU Merek terdapat dalam Pasai 90 s/d 95. UU No. 15 Tahun 2001
Pasal 90 UU Merek menegaskan barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannyanya dengan merek terdaftar pihak lain untuk barang dan/atau atau jasa yang sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) . Selanjutnya, Pasal 91 memberikan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800,000.000,00 (delapan ratus puluh juta) bagi barang siapa yang sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau atau jasa yang sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan jjatau badan hukum lain. Dengan demikian, sanksi pidananya juga didasarkan pada pelanggaran pidananya dan pelanggaran merek untuk barang atau jasa yang sejenis.

Perlindungan Konsumen terhadap pemanfaatan merek terkenal
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utama adalah untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku “profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka.
Pengusaha yang melihat hal itu sebagai salah satu peluang bisnis maka akan berusaha memperoleh keuntungan melalui jalan pintas yang tidak layak dengan cara membuat atau memasarkan barang atau produk dengan memalsukan atau meniru merek-merek terkenal dan bagi konsumen adalah suatu gengsi tersendiri bila menggunakan merek terkenal tersebut.
Faktor gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga menggunakan merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded) juga sangat mempengaruhi dan sekaligus menguntungkan pemalsuan merek, karena mendapatkan kesempatan untuk memuaskan hasrat mesyarakat melalui merek-merek asli tapi palsu (aspal) atau merek yang mirip dengan merek terkenal, dengan menghasilkan produk yang kerapkali sengaja disesuaikan dengan kemampuan kantong kosong konsumen yang ingin mengenakan merek terkenal tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya sehingga mereka membeli merek-merek asli tapi palsu asalkan tetap bisa gengsi.
Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik. Di Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menajamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan bagi konsumen.. selanjutnya di dalam Pasal 2 Perlindungan Konsumen berazaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Perlindungan Konsumen bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen seingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.[13]
Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup baru (life style).[14]
Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur. Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain, secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan perekonomian internasional..
D.      Kesimpulan
1.        Perlindungan hukum merek dan merek terkenal yang diberikan UU Merek yang bersifat preventif dan represif sebagaimana ditentukan Pasal 6 ayat (3) dan (4) sudah selaras dengan ketentuan TRIPS, mencakup perlindungan terhadap barang atau jasa baik yang sejenis maupun bukan. yaitu dengan pendaftaran merek Di samping itu, diatur pula hal yang berkaitan perlindungan merek bersifat refresif.
2.        Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan undang-undang perlindungan konsumen  dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Kesowo. 1988. “Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”. Makalah . Disampaikan dalam sambutan arahan Seminar Nasional Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, Fakultas Hukum Umeversitas Parahiyangan – Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia – United States Information Service, di Bandung pada tanggal 26 September 1998. Bandung: Fakultas Hukum UNPAR.

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Erma Wahyuni,et.al.2004. Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek. Yogyakarta: YPAPI.

Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia. Literata Lintas Media, jakarta, 2003

Imam Syahputra, et.al.. 1997. Hukum Merek Baru Indonesia : Seluk Beluk Tanya Jawab. Jakarta: Harvarindo.
Insan Budi Maulana., 1997. Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Murawi Effendi. 1999. “Pengalaman Kepolisian dalam Penyidikan Pelanggaran Hak Merek”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan Global, kerjasama Fakultas Hukum UII, Yayasan Klinik HaKI Jakarta, dan JETRO, 3 Maret 1999. Yogyakarta: Faklutas Hukum UII.
M. Yahya Harahap. 1996. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Bandung: Citra Aditya Bakti.
Prasetyo Hadi Purwandoko. 1999. Implikasi Ketentuan Agreement on TRIPs bagi Indonesia.. Yustisia No 47 Tahun XIII September – Nopember. Surakarta: Fak. Hukum UNS.
———–.2003. Perlindungan Merek Terkenal dan Perlindungan Hukumnya di Indonesia Yustisia No 62 Tahun XIII Juli – September 2003. Surakarta: Fak. Hukum UNS.
Ridwan Khairandi. 1999. “Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata. 1987. Himpunan Keputusan Merek Dagang. Bandung: Alumni.
Wiratmo Dianggoro. 1997. “Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya bagi Dunia Bisnis” . Artikel pada Jurnal Bisnis, Vol2, 1997.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perlindungan-hukum-terhadap-pemanfaatan-merek-terkenal/


[1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Palembang
[2] Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. Hlm, 43
[3] Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Literata Lintas Media, jakarta, 2008, hlm, 352.
[4] Wiratmo Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dam Dampaknya Bagi Dunia Bisnis, Artikel Pada Jurnal Bisnis, Vol. 2 Tahun 1997, hlm, 34
[5] Insan Budi Maulana, Op. Cit, hlm, 60.
[6] Ibid.
[7] Ridwan Kharandy, Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia”. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Hukum Merek dalam Era Persaingan Global, kerjasama Fakultas Hukum UII, Yayasan Klinik HaKI Jakarta, dan JETRO, 3 Maret 1999. Yogyakarta: Faklutas Hukum UII. Hlm 2
[8] Bambang Kesowo, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia”. Makalah . Disampaikan dalam sambutan arahan Seminar Nasional Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, Fakultas Hukum Umeversitas Parahiyangan – Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia – United States Information Service, di Bandung pada tanggal 26 September 1998. Bandung: Fakultas Hukum UNPAR. Hlm, 1-2
[9] Yahya Harahap, Op, Cit, hlm, 416
[10] ibid
[11] Ibid, lm 417
[12] Prasetyo Hadi Perwandoko, . Perlindungan Merek Terkenal dan Perlindungan Hukumnya di Indonesia Yustisia No 62 Tahun XIII Juli – September 2003. Surakarta: Fak. Hukum UNS.
[13] Lihat pasal 3 huruf e Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
[14] http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perlindungan-hukum-terhadap-pemanfaatan-merek-terkenal/