Minggu, 13 Agustus 2017

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KARAKTERISTIK DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISING)



Oleh  Marsidah
Fakultas Hukum Universitas Palembang

Abstract
            Franchising is one of the transactions between business people, although franchising is not derived from the original law of the Indonesian nation but the franchising agency is also used between business people. The development of franchising institutions is based on the consideration of a state of mutual benefit. Franchising (franchising) is a form of cooperation in the field of business either individually or jointly done by packing a business with the aim to meet the wishes or needs of a wider consumer. In Indonesia franchising regulations are regulated in Government Regulation No. 42/2007. When legally examined the cooperation in the franchise agreement is made in writing contract. This study explores in depth how the form and characteristics of juridical agreement in franchising (franchising). The research method used in this research is law juridical normative research. From the problems studied then some forms of franchising (franchising), namely: franchising work, franchising business and franchising investment. Another form of franchising is the franchising of product distribution. The juridical character of franchising includes: basic elements (franchising), unique business products, total business concept, franchisee sell / use of products, franchisors receive fees and royalty, the existence of management training and special skill of brand registration Trademarks, patents, renowned copyright, financial support from franchisors, direct product purchases from franchisors, promotional and advertising assistance from franchisors, location selection services by franchisors, exclusive marketing areas containing brand and business systems elements.

Abstrak
Franchising merupakan salah satu transaksi antara pelaku bisnis, meskipun franchising bukan berasal dari hukum asli bangsa Indonesia tapi lembaga franchising digunakan pula antara pelaku bisnis. Perkembangan lembaga franchising ini didasarkan pertimbangan adanya suatu keadaan yang saling menguntungkan. Waralaba (franchising) merupakan bentuk kerjasama di bidang bisnis baik secara perseorangan maupun bersama-sama yang dilakukan dengan cara mengemas suatu usaha dengan tujuan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen yang lebih luas. Di Indonesia peraturan waralaba (franchising) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Apabila dikaji secara hukum kerjasama dalam perjanjian waralaba dibuat kontrak secara tertulis. Penelitian ini mengupas secara mendalam bagaimana bentuk dan karakteristik yuridis perjanjian dalam waralaba (franchising). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Dari permasalahan yang diteliti maka beberapa bentuk-bentuk waralaba (franchising), yaitu : franchising pekerjaan, franchising usaha dan franchising investasi. Bentuk franchising yang lainnya adalah franchising distribusi produk. Sedangkan karakterisik yuridis waralaba (franchising) adalah meliputi : unsur-unsur dasar (pihak-pihak dalam franchising), produk bisnisnya unik, konsep bisnisnya total, franchisee menjual/memakai produk, franchisor menerima fee dan royalty, adanya pelatihan manajemen dan skill khusus pendaftaran merek dagang, paten, hak cipta yang sudah terkenal, bantuan dana dari pihak franchisor, pembelian produk langsung dari franchisor, bantuan promosi dan periklanan dari franchisor, pelayanan pemilihan lokasi oleh franchisor, daerah pemasar yang eksklusif mengandung unsur merek dan sistem bisnis.


I. PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Istilah franchising tidak dikenal dalam kepustakaan hukum di Indonesia, hal ini dapat dimaklumi karena lembaga ini sejak awal memang tidak ada dalam budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Dengan kemajuan teknologi, informasi dan transportasi serta ilmu pengetahuan, masuknya beberapa produk asing dengan sistem franchising ke Indonesia.
Lembaga franchising pada dasarnya dapat dipahami atau dikaji dari dua segi, yaitu dari segi bisnis, franchising berkenaan dengan jaringan produksi serta pengedaran barang-barang dan jasa-jasa dengan suatu standar serta sistem eksploitasi tertentu. Dari segi hukum, franchising (waralaba) merupakan perjanjian yang melibatkan dua pihak. Pemegak hak atas standar serta sistem eksploitasi barang-barnag dan jasa-jasa disebut franchisor, pihak yang diberi hak untuk menggunakan standar serta sistem eksploitasi dinamakan franchisee.
Selain itu franchising (waralaba) juga merupakan suatu alternatif dalam pengembangan usaha, yang dilakukan secara baik nasional maupun internasional, yang sesungguhnya dapat mengandalkan kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu sistem yang sudah ditentukan.[1]
Dalam arti populer, ada karakter dagang dimana seorang yang terkenal atau suatu karakter yang telah tercipta memberikan lisensi franchise (waralaba) kepada orang lain dan dengan lisensi tersebut mereka berhak untuk menggunakan sebuah nama.[2] Pilihan kata yang sesuai untuk istilah Franchising (waralaba) adalah waralaba yang berarti suatu keuntungan istimewa. Rincian padanan kata untuk sistem keterkaitan usaha waralaba adalah :
a.    Waralaba (franchising (waralaba)) yaitu usaha yang memberikan laba lebih/istimewa.
b.    Pemberi waralaba (franchisor) yaitu badan usaha perorangan yang memberikan waralaba.
c.    Penerima waralaba (franchisee) yaitu badan usaha atau perorangan yang diberikan waralaba.
d.   Pewaralaba (franchising) yaitu suatu kegiatan dengan sistem waralaba.
Douglas J. Queen memberikan pengertian Franchising (waralaba) sebagai berikut : “Mem – franchise (waralaba) – kan adalah suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis, memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang Franchising (waralaba) yang membeli suatu bisnis menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchising (waralaba)”.
Dari pengertian di atas, terlibat bahwa pemilik Franchising (waralaba) memperkenankan pemegang Franchising (waralaba) menggunakan nama dagang, produk, teknik, dan proses Franchising (waralaba) sementara mengharuskan diikutinya standar melalui suatu persetujuan lisensi.
Handoyo Dipo juga memberikan definisi Franchising (waralaba) sebagai berikut :[3]
Franchising (waralaba) adalah suatu bentuk kerjasama antara Franchisor dengan Franchisee. Franchisor memberikan hak dan dukungan untuk menjual produk atau jasanya di wilayah tertentu kepada Franchisee. Sebagai imbalannya, Franchisee akan membayar biaya jasa manajemen tertentu dan royalti kepada Franchisor”.
Hubungan keseimbangan antara Franchisor dengan Franchisee akan terjadi setelah ada lisensi atas merek dagang atau merek jasa dari Franchisor yang kemudian akan diterima suatu pembayaran atau royalti dari Franchisee sebagai imbalan atas jasa-jasa yang telah diberikannya.
Dari pengertian yang dikemukakan di atas, menurut Juajir Suardi terlihat bahwa bisnis Franchising (waralaba) melibatkan dua pihak. Pertama “Franchisor” yaitu wira usaha sukses pemilik produk, jasa atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu. Kedua “Franchisee” yaitu perorangan atau pengusaha lain yang dipilih oleh Franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk menjadi Franchisee oleh pihak Franchisor dalam menjalankan usaha dengan menggunakan merek atau sistem usaha miliknya itu, dengan syarat memberikan imbalan kepada Franchisor berupa uang dalam sejumlah tertentu pada awal kerjasama dijalin (uang pangkal) dan pada selang waktu tertentu jangka waktu kerjasama (royalti).
Perjanjian waralaba di Indonesia saat ini diatur secara jelas dan lengkap dalam suatu perangkat undang-undang tersendiri, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 : Waralaba (Franchising) adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Sedangkan pada bab III mengatur lebih lanjut mengenai perjanjian waralaba.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 dijelaskan mengenai perjanjian waralaba :
(1)     Waralaba (Franchising) diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba.
(2)     Perjanjian waralaba dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Sebelum membuat perjanjian, pemberi waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis dan benar kepada penerima waralaba yang sekurang-kurangnya mengenai :
a.    Identitas pemberi waralaba, berikut keterangan dari kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba 2 (dua) semester terakhir.
b.    Atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek usaha waralaba.
c.    Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi penerima waralaba.
d.   Bantuan atau fasilitas yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
e.    Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.
f.     Cara-cara dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perpanjangan perjanjian waralaba.
g.    Hal-hal lain yang perlu diketahui penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.
Setelah membuat perjanjian waralaba lanjutan penerima waralaba utama wajib memberitahukan secara tertulis dengan dokumen otentik kepada penerima waralaba lanjutan bahwa penerima waralaba lanjutan memiliki hak atau izin membuat perjanjian waralaba lanjutan dan pemberi waralaba.
Menteri atau pejabat lain ditunjuk dapat memberikan saran penyempurnaan atas perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba lanjutan untuk melindungi kepentingan penerima waralaba utama dan penerima waralaba lanjutan dalam rangka penyediaan barang dan jasa. Berdasarkan yang telah diuraikan di atas, maka perlu dikaji lebih dalam tentang karakteristik dalam perjanjian bisnis waralaba.
B.  PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan ini adalah : Bagaimanakah bentuk-bentuk dan karakteristik yuridiksi dalam perjanjian waralaba (Franchising) ?

II. PEMBAHASAN
1.    Bentuk – Bentuk  Waralaba (Franchising)
Dalam menjalankan bisnis Franchising ada beberapa bentuk-bentuk Franchising, yaitu :[4]
a.    Franchising (Waralaba) Format  Bisnis
Dalam bentuk ini seorang pemegang franchising (waralaba) memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran. Dalam bentuk ini terdapat 3 (tiga) jenis, format bisnis franchise (waralaba), yaitu :
1)   Franchising (waralaba) Pekerjaan : Dalam bentuk ini franchisee (pemegang waralaba) yang menjalankan usaha franchising (waralaba) pekerjaan sebenarnya memberi dukungan untuk usahanya sendiri, misalnya ia mungkin menjual jasa penyetelan mesin mobil dengan merek franchise (waralaba) tertentu. Bentuk franchising (waralaba) seperti ini cenderung paling murah umumnya membutuhkan modal yang kecil karena tidak menggunakan tempat dan perlengkapan.
2)   Franchising (waralaba) usaha : Pada saat ini franchising (waralaba) usaha adalah bidang franchising (waralaba) yang berkembang pesat. Bentuknya mungkin berupa toko eceran yang menyediakan barang atau jasa, atau restoran fast food. Toko cetak langsung jadi seperti prontaprint dan Kali-Kwik, restoran fast food seperti Kentucky fried chicken dan pizza express, merupakan contoh yang paling banyak dikenal dalam kelompok ini. Biaya yang dibutuhkan lebih besar dari franchising (waralaba) pekerjaan karena dibutuhkan tempat usaha dan peralatan khusus.
3)   Franchising (waralaba) Investasi : Ciri utama yang membedakan jenis franchising (waralaba) ini dari franchising (waralaba) pekerjaan dan franchising (waralaba) usaha adalah besarnya usaha khususnya besarnya investasi yang dibutuhkan mungkin mencapai milyaran. Perusahaan yang mengambil franchising (waralaba) investasi biasanya ingin melakukan diversi-fikasi, tetapi karena manajemennya tidak berpengalaman dalam pengelolaan usaha baru itu sehingga ia memilih jalan dengan mengambil sistem franchising (waralaba) jenis ini, misalnya suatu hotel, maka dipilih cara franchising yang memungkinkan mereka memperoleh bimbingan dan dukungan.
b.    Franchising (Waralaba) Distribusi Produk
Dalam bentuk ini seorang Franchisee memperoleh lisensi eksklusif untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Dalam bentuk ini, pemilik franchisor dapat juga memberikan franchising (waralaba) wilayah, dimana franchisor wilayah atau sub-pemilik franchising (waralaba) membeli hak untuk mengoperasikan atau menjual franchising (waralaba) di wilayah geografis tertentu. Sub-pemilik franchising (waralaba), melatih dan membantu franchisee baru, dan melakukan pengendalian, dukungan operasi, serta program penagihan royalti. Franchisor (waralaba) di wilayah memberikan kesempatan kepada pemegang waralaba induk untuk mengembangkan rantai usaha lebih cepat dari pada biasa. Keahlian manajemen dan risiko finansialnya dibagi bersama oleh pemegang waralaba induk dan sub-pemegangnya. Pemegang induk pun menarik manfaat dan penambahan dalam royalti dan penjualan produk.
Hampir setiap pengaturan sub-franchise (waralaba) adalah unik dalam komitmen yang dibuat oleh setiap pihak. Namun dari bersama dan persetujuan yang dibuat adalah pembagian bersama dari penghasilan franchise (waralaba). Biaya-biaya, royalti, sumbangan periklanan, dan biaya transfer dibayar oleh franchisee tunggal kepada sub-pemegang, franchise (waralaba) dan sebagian dari itu dibayarkan kepada pemegang induk.
2.    Karakteristik Yuridis Franchising (Waralaba)
Menurut pendapat Munir Fuadi, Franchising memiliki beberapa karakteristik yuridis yaitu sebagai berikut :[5]
a.    Unsur Dasar : Dalam setiap deal franchising (waralaba) ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
1)   Adanya pihak yang mempunyai bisnis franchising (waralaba) yang disebut sebagai franchisor;
2)   Adanya pihak yang menjalankan bisnis franchising (waralaba) yang disebut sebagai franchisee;
3)   Adanya bisnis franchise (waralaba) itu sendiri.
b.   Produk Bisnisnya Unik : Produk bisnis yang diwaralabakan mengandung unsur-unsur yang unik. Maksudnya, produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa) belum dimiliki oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh pihak franchisor sendiri. Yang lebih penting lagi, produk bisnis tersebut tidak mudah ditiru, maka bagaimana mungkin pihak franchisor dapat melindungi konsep, image, proses ataupun model usaha yang diwaralabakan, dengan atau tanpa hak paten, hak merek ataupun hak cipta. Dengan demikian, sistem, formula, resep, konsep, ataupun racikan yang rahasia merupakan elemen terpenting dalam setiap franchising (waralaba), tidak peduli ataupun bentuk franchising (waralaba) tersebut.
c.    Konsep Bisnis Total : Franchising (waralaba) merupakan konsep bisnis total penekanan pada bidang pemasaran. Karena itu, konsep franchising (waralaba) tidak jauh berbeda dari konsep P4, yakni product, price, place dan promotion.
d.   Franchisee memakai / menjual Produk : Dalam suatu sistem franchising (waralaba), adalah merupakan hak dari franchisee untuk memakai, menjual sistem, produk dengan service yang unik dan canggih yang diperolehnya dari pihak franchisor.
e.    Franchisor Menerima Fee dan Royalty : Sebaliknya sebagai imbalannya, maka pihak franchisor berhak memperoleh fee dalam berbagai bentuk dan royalti atas franchising (waralaba) yang diberikannya kepada franchisee.
f.     Adanya Pelatihan Managemen dan Skill Khusus
Karakteristik lain dari suatu franchising adalah adanya pelatihan tertentu oleh pihak franchisor kepada pihak franchisee. Pelatihan tersebut dimaksudkan untuk mendidik dan melatih para manager tentang tata cara bagaimana mengelola bisnis franchising (waralaba) tersebut. Disamping itu, juga diperlukan pelatihan terhadap pihak staff sehingga dihasilkan tenaga skill yang handal dalam memproduksi dan atau memasarkan bisnis franchising tersebut secara operasional.
g.    Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
Sering disebut-sebut bahwa hak milik intelektual (merek paten dan hak cipta) merupakan “inti” dari seluruh konsep dagang tentang franchising (waralaba). Manfaat utama dari bisnis dengan sistem franchising (waralaba) bagi franchisee adalah terbukanya kemungkinan untuk dapat berbisnis dengan menggunakan merek dagang yang biasanya sudah cukup terkenal, atau hak paten dan hak cipta yang sudah marketable, walaupun sebagai imbalannya untuk franchisee dapat langsung menggunakan hak milik perindustrian tersebut tanpa perlu menghabiskan waktu untuk mempopulerkan sendiri hak-hak tersebut, yang biasanya sangat memerlukan waktu dan juga tidak ada kepastian akan keberhasilannya. Dengan demikian, pihak franchisor tetap merupakan pihak yang memiliki merek, paten, hak cipta, logo, tetapi pihak franchisee dapat menggunakannya.
h.   Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
Seiring juga pihak franchisor sendiri atau dengan bekerjasama dengan suatu lembaga finansial menyediakan dana kepada pihak franchisee agar franchisee dapat menjalankan bisnis franchising (waralaba) tersebut. Karena itu, tidak aneh jika pihak franchisor menginginkan juga keterbukaan pihak franchisee, termasuk keterbukaan dari segi manajemen dan keuangannya. Ini merupakan keuntungan lain dari pihak franchisee mengingat jika dia mencari sendiri pihak penyandang dan tanpa ada campur tangan pihak franchisor, belum tentu diketemukannya. Karena sering juga pihak franchisor telah mempunyai hubungan yang baik dengan pihak penyandang dana, ataupun karena dalam hal pendanaan, pihak franchisor bahkan dapat bertindak sebagai penjamin dari perolehan dana tersebut.
i.      Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
Biasanya sebagian atau seluruh produk yang akan diolah dengan sistem franchising (waralaba) oleh franchisee harus dipasok oleh pihak franchisor atau ditentukan pemasoknya/spesifiknya oleh para pihak franchisor. Hal ini dilakukan dengan tujuan utama agar produk hasil franchising (waralaba) dapat dijaga dari segi kualitasnya maupun dari segi keseragamannya. Dengan sistem demikian biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang-barang yang akan diolah tersebut menjadi lebih ringan, mengingat adanya pembelian produk dalam jumlah yang besar oleh satu atau beberapa franchisee. Hanya saja di negara-negara tertentu, pembelian dengan sistem diskon khusus ini dari suatu pemasok tertentu saja mungkin akan berbenturan dengan Undang-Undang Antitrust di negara yang bersangkutan. Untuk itu, syarat-syarat yang ada harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Antitrust tersebut.

j.     Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
Sebagaimana diketahui bahwa agar suatu bisnis dapat berkembang dengan baik, maka bisnis tersebut harus menyisihkan sebagian dana untuk keperluan promosi, apapun bentuknya. Salah satu keuntungan dari bisnis dengan cara franchising (waralaba) adalah bahwa biasanya produk dari franchising (waralaba) tersebut sudah dikenal secara meluas dipasaran. Namun demikian, promosi tersebut perlu juga dilakukan terus-menerus untuk tetap menjaga image kepada masyarakat, apalagi jika ada pesaing pendatang baru. Karena itu, dalam sistem bisnis franchisee (waralaba) ini biasanya ditentukan besarnya biaya yang dialokasikan untuk promosi biasanya berkisar antara 1% sampai 6% dari omset penjualan yang harus diberikan oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor.
k.   Pelayanan Pemilihan Lokasi oleh Franchisor
Bagi suatu bisnis franchising (waralaba), biasanya letak lokasi dari bisnis Franchising (waralaba) tersebut juga sangat penting. Masing-masing franchisor yang mempunyai kriteria sendiri untuk penentuan lokasi ini. Misalnya ada franchising (waralaba) yang lebih memilih di tempat lain. Bahkan terkadang lokasi juga menentukan produk franchising (waralaba) untuk sedikit diberi variasi. Misalnya, Kentucky Fried Chicken di lokasi negara-negara Asia tertentu dilengkapi juga menunya dengan hidangan nasi, apa yang dilakukannya di wilayah-wilayah lain, termasuk di negara asalnya di USA. Dengan demikian, setiap lokasi franchisee harus terlebih dahulu disetujui oleh pihak franchisor. Dalam meninjau lokasi tersebut beberapa faktor yang biasanya dipertimbangkan oleh pihak franchisor antara lain sebagai berikut :
1.    Jumlah dan kepadatan penduduk.
2.    Latar belakang etnik penduduk.
3.    Pendapatan per-kapita.
4.    Jauh dekatnya lokasi pesaing.
5.    Arus lalu lintas, tempat parkir, keadaan alam sekitar dan sebagainya.
l.      Daerah Pemasaran yang Eksklusif
Biasanya oleh pihak franchisor diberikan hak pemasaran kepada pihak franchisee dalam suatu daerah yang eksklusif dalam arti hak tersebut tidak diberikan untuk dua orang franchisee dalam lokasi yang sama.
m. Pengendalian/Penyegaran Mutu
Karakteristik lain yang sangat penting dalam suatu bisnis franchising (waralaba) adalah pengendalian bahkan penyeragaman mutu dari produk dan pelayanan dari suatu franchisee dapat menghancurkan kepercayaan masyarakat konsumen yang mungkin sudah cukup lama dibangun oleh pihak franchisor. Karena itu pula, pihak franchisor sangat berkepentingan akan masalah mutu tersebut dan selalu memonitor mutu tersebut dengan jalan melakukan pengolahan, pelayanan, dan hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi mutu produk dan pelayanan tersebut.
n.   Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Disamping unsur merek dagang (trademark) dan atau nama dagang (tradenome) yang dimiliki oleh pihak franchisor yang diserahkan pemakaiannya kepada pihak franchisee. Unsur lainnya yang terkandung dalam suatu bisnis franchising (waralaba) adalah apa yang disebut dengan istilah “sistem bisnis”. Sistem bisnis ini termasuk pertimbangan akan penggunaan ramuan khusus untuk diperdagangkan, pengontrolan kualitas, marketing, appearance (termasuk pemilihan lokasi, bentuk bangunan) dan sebagainya. Sistem ini sangat penting, terutama bagi model franchising (waralaba) format bisnis. Karena bisa saja terjadi bahwa suatu bisnis franchising (waralaba) dengan merek populer sekalipun dalam praktek bisa gagal jika sistem bisnisnya tidak bagus.

III. PENUTUP
Dalam perjanjian franchising (waralaba) ada beberapa bentuk-bentuk franchising, yaitu :
1.    Franchising (waralaba) format bisnis yang meliputi, franchising pekerjaan dan franchising usaha dan franchising investasi.
2.    Franchising (waralaba) distribusi produk, yakni franchisor (pemilik waralaba) memberikan kesempatan kepada mitra usahanya untuk mengembangkan usaha waralaba lanjutan.
Adapun karakteristik perjanjian waralaba adalah sebagai berikut :
-       Ada unsur dasar yang harus dimiliki dalam franchising yaitu, franchisor, franchisee dan adanya bisnis franchisingnya.
-       Produk bisnisnya unik, konsep bisnisnya total, franchisee menjual produk.
-       Franchisor menerima fee dan royalty.
-       Adanya pelatihan managemen dan skill khusus.
-       Adanya pendaftar merek dagang, paten dan hak cipta.
-       Adanya bantuan pendanaan dari pihak franchisor dari pembelian produk langsung dari franchise serta bantuan promosi dan periklanan dari franchisor.
-       Pelayanan pemilik lokasi oleh franchisor.
-       Daerah pemasaran yang eksklusif, dan pengendalian/penyegar mutu serta mengenai unsur merek dan sistem bisnis.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Gunawan Widjaya, Lisensi atau Waralaba dalam Seri Hukum Bisnis, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Handoyo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha, Pustaka Utama Gafiti, Jakarta, 1993.
Harsono Adisumarto, Paten dan Merek, Akademika Fresindo, Jakarta, 1990.
Martin Mandelsohn, Franchising, Pustaka Binaan Presindo, Jakarta, 1997.
Munir Fuadi, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

Perundangan-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.





[1] Gunawan Widjaya, Lisensi atau Waralaba dalam Seri Hukum Bisnis, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 5
[2] Martin Mendelsohn, Franchising, Pustaka Binaan Presindo, Jakarta, 1997, hlm. 3.
[3] Handoyo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1993, hlm. 38
[4] Martin Mandelson, Op.Cit, hlm. 21
[5] Munir Fuadi, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 139

0 komentar:

Posting Komentar