Oleh Marsidah
Email :
marsidahelan@gmail.com
Fakultas
Hukum Universitas Palembang
Abstract
Franchising
is one of the transactions between business people, although franchising is not
derived from the original law of the Indonesian nation but the franchising
agency is also used between business people. The development of franchising
institutions is based on the consideration of a state of mutual benefit.
Franchising (franchising) is a form of cooperation in the field of business
either individually or jointly done by packing a business with the aim to meet
the wishes or needs of a wider consumer. In Indonesia franchising regulations
are regulated in Government Regulation No. 42/2007. When legally examined the
cooperation in the franchise agreement is made in writing contract. This study
explores in depth how the form and characteristics of juridical agreement in
franchising (franchising). The research method used in this research is law
juridical normative research. From the problems studied then some forms of
franchising (franchising), namely: franchising work, franchising business and
franchising investment. Another form of franchising is the franchising of
product distribution. The juridical character of franchising includes: basic
elements (franchising), unique business products, total business concept,
franchisee sell / use of products, franchisors receive fees and royalty, the existence
of management training and special skill of brand registration Trademarks,
patents, renowned copyright, financial support from franchisors, direct product
purchases from franchisors, promotional and advertising assistance from
franchisors, location selection services by franchisors, exclusive marketing
areas containing brand and business systems elements.
Abstrak
Franchising merupakan salah satu transaksi antara pelaku
bisnis, meskipun franchising bukan berasal dari hukum asli bangsa Indonesia
tapi lembaga franchising digunakan
pula antara pelaku bisnis. Perkembangan lembaga franchising ini didasarkan pertimbangan adanya suatu keadaan yang
saling menguntungkan. Waralaba (franchising)
merupakan bentuk kerjasama di bidang bisnis baik secara perseorangan maupun
bersama-sama yang dilakukan dengan cara mengemas suatu usaha dengan tujuan
untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen yang lebih luas. Di Indonesia
peraturan waralaba (franchising)
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Apabila dikaji secara
hukum kerjasama dalam perjanjian waralaba dibuat kontrak secara tertulis.
Penelitian ini mengupas secara mendalam bagaimana bentuk dan karakteristik
yuridis perjanjian dalam waralaba (franchising).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
yuridis normatif. Dari permasalahan yang diteliti maka beberapa bentuk-bentuk
waralaba (franchising), yaitu : franchising pekerjaan, franchising usaha dan franchising investasi. Bentuk
franchising yang lainnya adalah franchising
distribusi produk. Sedangkan karakterisik yuridis waralaba (franchising) adalah meliputi :
unsur-unsur dasar (pihak-pihak dalam franchising),
produk bisnisnya unik, konsep bisnisnya total, franchisee menjual/memakai produk, franchisor menerima fee dan royalty, adanya pelatihan manajemen dan skill khusus pendaftaran
merek dagang, paten, hak cipta yang sudah terkenal, bantuan dana dari pihak franchisor, pembelian produk langsung
dari franchisor, bantuan promosi dan
periklanan dari franchisor, pelayanan
pemilihan lokasi oleh franchisor,
daerah pemasar yang eksklusif mengandung unsur merek dan sistem bisnis.
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah franchising
tidak dikenal dalam kepustakaan hukum di Indonesia,
hal ini dapat dimaklumi karena lembaga ini sejak awal memang tidak ada dalam
budaya atau tradisi bisnis masyarakat Indonesia. Dengan kemajuan
teknologi, informasi dan transportasi serta ilmu pengetahuan, masuknya beberapa
produk asing dengan sistem franchising ke
Indonesia.
Lembaga franchising
pada dasarnya dapat dipahami atau dikaji dari dua segi, yaitu dari segi bisnis,
franchising berkenaan dengan jaringan produksi serta pengedaran barang-barang
dan jasa-jasa dengan suatu standar serta sistem eksploitasi tertentu. Dari segi
hukum, franchising (waralaba)
merupakan perjanjian yang melibatkan dua pihak. Pemegak hak atas standar serta
sistem eksploitasi barang-barnag dan jasa-jasa disebut franchisor, pihak yang diberi hak untuk menggunakan standar serta
sistem eksploitasi dinamakan franchisee.
Selain itu franchising
(waralaba) juga merupakan suatu alternatif dalam pengembangan usaha, yang
dilakukan secara baik nasional maupun internasional, yang sesungguhnya dapat
mengandalkan kemampuan mitra usaha dalam
mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara,
proses serta suatu sistem yang sudah ditentukan.[1]
Dalam arti populer, ada karakter dagang dimana
seorang yang terkenal atau suatu karakter yang telah tercipta memberikan lisensi franchise (waralaba) kepada orang lain dan dengan
lisensi tersebut mereka berhak untuk menggunakan sebuah nama.[2]
Pilihan kata yang sesuai untuk istilah Franchising
(waralaba) adalah waralaba yang berarti suatu keuntungan istimewa. Rincian
padanan kata untuk sistem keterkaitan usaha waralaba adalah :
a. Waralaba
(franchising (waralaba)) yaitu usaha
yang memberikan laba lebih/istimewa.
b. Pemberi
waralaba (franchisor) yaitu badan
usaha perorangan yang memberikan waralaba.
c.
Penerima
waralaba (franchisee) yaitu badan
usaha atau perorangan yang diberikan waralaba.
d.
Pewaralaba
(franchising) yaitu suatu kegiatan
dengan sistem waralaba.
Douglas J. Queen
memberikan pengertian Franchising
(waralaba) sebagai berikut : “Mem – franchise
(waralaba) – kan adalah suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis, memperluas
pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar
pemasaran dan operasional. Pemegang Franchising
(waralaba) yang membeli suatu bisnis menarik manfaat dari kesadaran
pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan
pemilik franchising (waralaba)”.
Dari pengertian di
atas, terlibat bahwa pemilik Franchising
(waralaba) memperkenankan pemegang Franchising
(waralaba) menggunakan nama dagang, produk, teknik, dan proses Franchising (waralaba) sementara
mengharuskan diikutinya standar melalui suatu persetujuan lisensi.
Handoyo Dipo juga
memberikan definisi Franchising
(waralaba) sebagai berikut :[3]
“Franchising
(waralaba) adalah suatu bentuk kerjasama antara Franchisor dengan Franchisee.
Franchisor memberikan hak dan dukungan
untuk menjual produk atau jasanya di wilayah tertentu kepada Franchisee. Sebagai imbalannya, Franchisee akan membayar biaya jasa
manajemen tertentu dan royalti kepada Franchisor”.
Hubungan keseimbangan
antara Franchisor dengan Franchisee akan terjadi setelah ada
lisensi atas merek dagang atau merek jasa dari Franchisor yang kemudian akan diterima suatu pembayaran atau
royalti dari Franchisee sebagai
imbalan atas jasa-jasa yang telah diberikannya.
Dari pengertian yang dikemukakan di atas, menurut Juajir
Suardi terlihat bahwa bisnis Franchising (waralaba) melibatkan dua
pihak. Pertama “Franchisor” yaitu
wira usaha sukses pemilik produk, jasa atau sistem operasi yang khas dengan
merek tertentu. Kedua “Franchisee”
yaitu perorangan atau pengusaha lain yang dipilih oleh Franchisor atau yang disetujui permohonannya untuk menjadi Franchisee oleh pihak Franchisor dalam menjalankan usaha
dengan menggunakan merek atau sistem usaha miliknya itu, dengan syarat
memberikan imbalan kepada Franchisor
berupa uang dalam sejumlah tertentu pada awal kerjasama dijalin (uang pangkal)
dan pada selang waktu tertentu jangka waktu kerjasama (royalti).
Perjanjian waralaba di
Indonesia saat ini diatur secara jelas dan lengkap dalam suatu perangkat
undang-undang tersendiri, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 : Waralaba
(Franchising) adalah hak khusus yang
dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan
ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah
terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba. Sedangkan pada bab III
mengatur lebih lanjut mengenai perjanjian waralaba.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 dijelaskan mengenai perjanjian waralaba :
(1) Waralaba
(Franchising) diselenggarakan berdasarkan
perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba.
(2) Perjanjian
waralaba dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Sebelum membuat perjanjian, pemberi waralaba
wajib menyampaikan keterangan tertulis dan benar kepada penerima waralaba yang
sekurang-kurangnya mengenai :
a. Identitas
pemberi waralaba, berikut keterangan dari kegiatan usahanya termasuk neraca dan
daftar rugi laba 2 (dua) semester terakhir.
b. Atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek
usaha waralaba.
c. Persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi penerima waralaba.
d.
Bantuan
atau fasilitas yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba.
e.
Hak dan
kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.
f.
Cara-cara
dan syarat pengakhiran, pemutusan dan perpanjangan perjanjian waralaba.
g.
Hal-hal
lain yang perlu diketahui penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian
waralaba.
Setelah membuat
perjanjian waralaba lanjutan penerima waralaba utama wajib memberitahukan
secara tertulis dengan dokumen otentik kepada penerima waralaba lanjutan bahwa
penerima waralaba lanjutan memiliki hak atau izin membuat perjanjian waralaba
lanjutan dan pemberi waralaba.
Menteri atau pejabat lain ditunjuk dapat memberikan saran
penyempurnaan atas perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba lanjutan untuk
melindungi kepentingan penerima waralaba utama dan penerima waralaba lanjutan
dalam rangka penyediaan barang dan jasa. Berdasarkan yang telah diuraikan di
atas, maka perlu dikaji lebih dalam tentang karakteristik dalam perjanjian
bisnis waralaba.
B. PERMASALAHAN
Adapun permasalahan yang akan diteliti dalam
penulisan ini adalah : Bagaimanakah bentuk-bentuk dan karakteristik yuridiksi
dalam perjanjian waralaba (Franchising)
?
II. PEMBAHASAN
1.
Bentuk
– Bentuk Waralaba (Franchising)
Dalam menjalankan
bisnis Franchising ada beberapa
bentuk-bentuk Franchising, yaitu :[4]
a.
Franchising (Waralaba) Format Bisnis
Dalam bentuk ini seorang pemegang franchising (waralaba) memperoleh hak untuk
memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi
yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran. Dalam
bentuk ini terdapat 3 (tiga) jenis, format bisnis franchise (waralaba), yaitu :
1) Franchising
(waralaba) Pekerjaan : Dalam
bentuk ini franchisee (pemegang
waralaba) yang menjalankan usaha franchising
(waralaba) pekerjaan sebenarnya memberi dukungan untuk usahanya sendiri,
misalnya ia mungkin menjual jasa penyetelan mesin mobil dengan merek franchise (waralaba) tertentu. Bentuk franchising (waralaba) seperti ini
cenderung paling murah umumnya membutuhkan modal yang kecil karena tidak menggunakan
tempat dan perlengkapan.
2)
Franchising
(waralaba) usaha : Pada saat ini franchising
(waralaba) usaha adalah bidang franchising
(waralaba) yang berkembang pesat. Bentuknya
mungkin berupa toko eceran yang menyediakan barang atau jasa, atau restoran fast food. Toko cetak langsung jadi
seperti prontaprint dan Kali-Kwik, restoran fast food seperti Kentucky fried
chicken dan pizza express, merupakan contoh yang paling banyak dikenal dalam
kelompok ini. Biaya yang dibutuhkan lebih besar dari franchising (waralaba) pekerjaan karena dibutuhkan tempat usaha dan
peralatan khusus.
3)
Franchising
(waralaba) Investasi : Ciri utama yang membedakan jenis franchising (waralaba) ini dari franchising
(waralaba) pekerjaan dan franchising
(waralaba) usaha adalah besarnya usaha khususnya besarnya investasi yang
dibutuhkan mungkin mencapai milyaran. Perusahaan yang mengambil franchising (waralaba) investasi
biasanya ingin melakukan diversi-fikasi, tetapi karena manajemennya tidak
berpengalaman dalam pengelolaan usaha baru itu sehingga ia memilih jalan dengan
mengambil sistem franchising
(waralaba) jenis ini, misalnya suatu hotel, maka dipilih cara franchising yang memungkinkan mereka
memperoleh bimbingan dan dukungan.
b. Franchising
(Waralaba) Distribusi Produk
Dalam bentuk ini seorang Franchisee memperoleh lisensi eksklusif untuk memasarkan produk
dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Dalam bentuk ini, pemilik franchisor dapat juga memberikan franchising (waralaba) wilayah, dimana franchisor
wilayah atau sub-pemilik franchising (waralaba)
membeli hak untuk mengoperasikan atau menjual franchising (waralaba) di wilayah
geografis tertentu. Sub-pemilik franchising
(waralaba), melatih dan membantu
franchisee baru, dan melakukan
pengendalian, dukungan operasi, serta program penagihan royalti. Franchisor (waralaba) di wilayah
memberikan kesempatan kepada pemegang waralaba induk untuk mengembangkan rantai
usaha lebih cepat dari pada biasa. Keahlian manajemen dan risiko finansialnya
dibagi bersama oleh pemegang waralaba induk dan sub-pemegangnya. Pemegang induk pun menarik manfaat dan penambahan dalam
royalti dan penjualan produk.
Hampir setiap
pengaturan sub-franchise (waralaba)
adalah unik dalam komitmen yang dibuat oleh setiap pihak. Namun dari bersama
dan persetujuan yang dibuat adalah pembagian bersama dari penghasilan franchise (waralaba). Biaya-biaya,
royalti, sumbangan periklanan, dan biaya transfer dibayar oleh franchisee tunggal kepada sub-pemegang, franchise (waralaba) dan sebagian dari
itu dibayarkan kepada pemegang induk.
2.
Karakteristik
Yuridis Franchising (Waralaba)
Menurut pendapat Munir Fuadi, Franchising memiliki beberapa
karakteristik yuridis yaitu sebagai berikut :[5]
a.
Unsur
Dasar : Dalam setiap deal franchising
(waralaba) ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
1) Adanya
pihak yang mempunyai bisnis franchising
(waralaba) yang disebut sebagai franchisor;
2) Adanya
pihak yang menjalankan bisnis franchising
(waralaba) yang disebut sebagai franchisee;
3) Adanya
bisnis franchise (waralaba) itu
sendiri.
b.
Produk Bisnisnya Unik : Produk bisnis yang diwaralabakan mengandung
unsur-unsur yang unik. Maksudnya, produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa)
belum dimiliki oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang
dimiliki oleh pihak franchisor sendiri.
Yang lebih penting lagi, produk bisnis tersebut tidak mudah ditiru, maka
bagaimana mungkin pihak franchisor
dapat melindungi konsep, image,
proses ataupun model usaha yang diwaralabakan, dengan atau tanpa hak paten, hak
merek ataupun hak cipta. Dengan demikian, sistem, formula, resep, konsep,
ataupun racikan yang rahasia merupakan elemen terpenting dalam setiap franchising (waralaba), tidak peduli
ataupun bentuk franchising (waralaba)
tersebut.
c.
Konsep Bisnis Total : Franchising (waralaba)
merupakan konsep bisnis total
penekanan pada bidang pemasaran. Karena itu, konsep franchising (waralaba) tidak jauh berbeda dari konsep P4, yakni product, price, place dan promotion.
d.
Franchisee memakai /
menjual Produk : Dalam suatu sistem franchising (waralaba), adalah merupakan
hak dari franchisee untuk memakai,
menjual sistem, produk dengan service
yang unik dan canggih yang diperolehnya dari pihak franchisor.
e.
Franchisor Menerima Fee dan Royalty : Sebaliknya sebagai
imbalannya, maka pihak franchisor
berhak memperoleh fee dalam berbagai
bentuk dan royalti atas franchising
(waralaba) yang diberikannya kepada franchisee.
f.
Adanya Pelatihan Managemen
dan Skill Khusus
Karakteristik lain dari
suatu franchising adalah adanya
pelatihan tertentu oleh pihak franchisor
kepada pihak franchisee. Pelatihan
tersebut dimaksudkan untuk mendidik dan melatih para manager tentang tata cara
bagaimana mengelola bisnis franchising
(waralaba) tersebut. Disamping itu, juga diperlukan pelatihan terhadap pihak
staff sehingga dihasilkan tenaga skill yang
handal dalam memproduksi dan atau memasarkan bisnis franchising tersebut secara operasional.
g.
Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
Sering disebut-sebut bahwa
hak milik intelektual (merek paten dan hak cipta) merupakan “inti” dari seluruh
konsep dagang tentang franchising
(waralaba). Manfaat utama dari bisnis dengan sistem franchising (waralaba) bagi franchisee
adalah terbukanya kemungkinan untuk dapat berbisnis dengan menggunakan merek
dagang yang biasanya sudah cukup terkenal, atau hak paten dan hak cipta yang
sudah marketable, walaupun sebagai
imbalannya untuk franchisee dapat
langsung menggunakan hak milik perindustrian tersebut tanpa perlu menghabiskan
waktu untuk mempopulerkan sendiri hak-hak tersebut, yang biasanya sangat
memerlukan waktu dan juga tidak ada kepastian akan keberhasilannya. Dengan
demikian, pihak franchisor tetap merupakan pihak yang memiliki merek, paten, hak
cipta, logo, tetapi pihak franchisee
dapat menggunakannya.
h.
Bantuan
Pendanaan dari Pihak Franchisor
Seiring juga pihak franchisor sendiri atau dengan bekerjasama dengan suatu lembaga
finansial menyediakan dana kepada pihak franchisee
agar franchisee dapat menjalankan
bisnis franchising (waralaba)
tersebut. Karena itu, tidak aneh jika pihak franchisor
menginginkan juga keterbukaan pihak franchisee,
termasuk keterbukaan dari segi manajemen dan keuangannya. Ini merupakan
keuntungan lain dari pihak franchisee
mengingat jika dia mencari sendiri pihak penyandang dan tanpa ada campur tangan
pihak franchisor, belum tentu diketemukannya.
Karena sering juga pihak franchisor
telah mempunyai hubungan yang baik dengan pihak penyandang dana, ataupun karena
dalam hal pendanaan, pihak franchisor bahkan
dapat bertindak sebagai penjamin dari perolehan dana tersebut.
i.
Pembelian
Produk Langsung dari Franchisor
Biasanya sebagian atau seluruh produk yang akan
diolah dengan sistem franchising
(waralaba) oleh franchisee harus
dipasok oleh pihak franchisor atau
ditentukan pemasoknya/spesifiknya oleh para pihak franchisor. Hal ini dilakukan dengan tujuan utama agar produk hasil
franchising (waralaba) dapat dijaga
dari segi kualitasnya maupun dari segi keseragamannya. Dengan sistem demikian
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang-barang yang akan diolah
tersebut menjadi lebih ringan, mengingat adanya pembelian produk dalam jumlah
yang besar oleh satu atau beberapa franchisee.
Hanya saja di negara-negara tertentu, pembelian dengan sistem diskon khusus ini
dari suatu pemasok tertentu saja mungkin akan berbenturan dengan Undang-Undang Antitrust di negara yang bersangkutan. Untuk itu, syarat-syarat yang ada harus disesuaikan agar
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Antitrust tersebut.
j.
Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
Sebagaimana diketahui bahwa
agar suatu bisnis dapat berkembang dengan baik, maka bisnis tersebut harus
menyisihkan sebagian dana untuk keperluan promosi, apapun bentuknya. Salah satu
keuntungan dari bisnis dengan cara franchising
(waralaba) adalah bahwa biasanya produk dari franchising (waralaba) tersebut sudah dikenal secara meluas
dipasaran. Namun demikian, promosi tersebut perlu juga dilakukan terus-menerus
untuk tetap menjaga image kepada
masyarakat, apalagi jika ada pesaing pendatang baru. Karena itu, dalam sistem
bisnis franchisee (waralaba) ini
biasanya ditentukan besarnya biaya yang dialokasikan untuk promosi biasanya
berkisar antara 1% sampai 6% dari omset penjualan yang harus diberikan oleh
pihak franchisee kepada pihak franchisor.
k.
Pelayanan
Pemilihan Lokasi oleh Franchisor
Bagi suatu bisnis franchising (waralaba), biasanya letak lokasi dari bisnis Franchising (waralaba) tersebut juga
sangat penting. Masing-masing franchisor yang mempunyai kriteria
sendiri untuk penentuan lokasi ini. Misalnya ada franchising (waralaba) yang lebih memilih di tempat lain. Bahkan
terkadang lokasi juga menentukan produk franchising
(waralaba) untuk sedikit diberi variasi. Misalnya, Kentucky Fried Chicken di
lokasi negara-negara Asia tertentu dilengkapi juga menunya dengan hidangan
nasi, apa yang dilakukannya di wilayah-wilayah lain, termasuk di negara asalnya
di USA. Dengan demikian, setiap lokasi franchisee
harus terlebih dahulu disetujui oleh pihak franchisor.
Dalam meninjau lokasi tersebut beberapa faktor yang biasanya dipertimbangkan
oleh pihak franchisor antara lain
sebagai berikut :
1. Jumlah
dan kepadatan penduduk.
2. Latar
belakang etnik penduduk.
3. Pendapatan
per-kapita.
4. Jauh
dekatnya lokasi pesaing.
5.
Arus lalu
lintas, tempat parkir, keadaan alam sekitar dan sebagainya.
l.
Daerah
Pemasaran yang Eksklusif
Biasanya oleh pihak franchisor diberikan hak pemasaran kepada pihak franchisee dalam suatu daerah yang
eksklusif dalam arti hak tersebut tidak diberikan untuk dua orang franchisee dalam lokasi yang sama.
m. Pengendalian/Penyegaran Mutu
Karakteristik lain yang sangat penting dalam
suatu bisnis franchising (waralaba)
adalah pengendalian bahkan
penyeragaman mutu dari produk dan pelayanan dari suatu franchisee dapat menghancurkan kepercayaan masyarakat
konsumen
yang mungkin sudah cukup lama dibangun oleh pihak franchisor. Karena itu pula, pihak franchisor sangat berkepentingan akan masalah mutu tersebut dan
selalu memonitor mutu tersebut dengan jalan melakukan pengolahan, pelayanan,
dan hal-hal lainnya yang dapat mempengaruhi mutu produk dan pelayanan tersebut.
n.
Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Disamping unsur merek
dagang (trademark) dan atau nama
dagang (tradenome) yang dimiliki oleh
pihak franchisor yang diserahkan
pemakaiannya kepada pihak franchisee.
Unsur lainnya yang terkandung dalam suatu bisnis franchising (waralaba) adalah apa yang disebut dengan istilah
“sistem bisnis”. Sistem bisnis ini termasuk pertimbangan akan penggunaan ramuan
khusus untuk diperdagangkan, pengontrolan kualitas, marketing,
appearance (termasuk pemilihan lokasi, bentuk bangunan) dan sebagainya.
Sistem ini sangat penting, terutama bagi model franchising (waralaba) format bisnis. Karena bisa saja terjadi
bahwa suatu bisnis franchising (waralaba)
dengan merek populer sekalipun dalam praktek bisa gagal jika sistem bisnisnya
tidak bagus.
III. PENUTUP
Dalam perjanjian franchising (waralaba) ada beberapa bentuk-bentuk franchising, yaitu :
1. Franchising
(waralaba) format bisnis yang meliputi, franchising
pekerjaan dan franchising usaha dan franchising investasi.
2. Franchising
(waralaba) distribusi produk, yakni franchisor
(pemilik waralaba) memberikan kesempatan kepada mitra usahanya untuk
mengembangkan usaha waralaba lanjutan.
Adapun karakteristik perjanjian waralaba adalah
sebagai berikut :
- Ada unsur
dasar yang harus dimiliki dalam franchising
yaitu, franchisor, franchisee dan adanya bisnis franchisingnya.
-
Produk
bisnisnya unik, konsep bisnisnya total, franchisee
menjual produk.
- Franchisor menerima
fee dan royalty.
-
Adanya
pelatihan managemen dan skill khusus.
-
Adanya
pendaftar merek dagang, paten dan hak cipta.
- Adanya
bantuan pendanaan dari pihak franchisor
dari pembelian produk langsung dari franchise
serta bantuan promosi dan periklanan dari franchisor.
-
Pelayanan
pemilik lokasi oleh franchisor.
-
Daerah
pemasaran yang eksklusif, dan pengendalian/penyegar mutu serta mengenai unsur
merek dan sistem bisnis.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku-Buku
Gunawan Widjaya, Lisensi
atau Waralaba dalam Seri Hukum Bisnis, PT. Radja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002.
Handoyo Dipo, Sukses
Memperoleh Dana Usaha, Pustaka Utama Gafiti, Jakarta, 1993.
Harsono Adisumarto, Paten
dan Merek, Akademika Fresindo, Jakarta, 1990.
Martin Mandelsohn, Franchising,
Pustaka Binaan Presindo, Jakarta, 1997.
Munir Fuadi, Pembiayaan
Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997.
Perundangan-Undangan
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang.
Peraturan Pemerintah
No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.
0 komentar:
Posting Komentar