Penulis Abuyazid Bustomi, SH.,MH[1]
ABSTRAK
Dalam perkembangan dunia usaha, sering didapati beberapa
pihak secara bersama-sama bermaksud untuk membuat suatu perusahaan berbentuk
perseroan terbatas. Dari beberapa pihak tersebut satu pihak diantaranya
karena alasan tertentu, tidak ingin
namanya dimasukkan kedalam akta pendirian perseroan sebagai salah seorang
pemegang saham. Namun di luar itu pihak tersebut sepakat menuangkan kedalam
suatu perjanjian tertentu yang menyatakan bahwa ia sebenarnya adalah salah satu
pemilik dari perseroan yang akan didirikan tersebut dan memiliki sejumlah modal
di dalam perseroan sebagai pemegang saham.Kekuatan hukum atas perjanjian yang
dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuat
adalah sah secara hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya, sebagaimana dimaksud pasal 1338 (1) KUHPerdata, akan tetapi
Perjanjian tersebut memiliki kelemahan, karena nama pihak kedua tidak tercantum
dalam akta pendirian Perseroan Terbatas sehingga, apabila Pihak Kesatu
melakukan wansprestasi kekuatan pembuktian yang dimiliki pihak kedua tidak
sempurna, pada akhirnya Pihak Kedua yang dirugikan. Agar perjanjian yang dibuat
mempunyai kekuatan hukum sebaiknya kesepakatan perjanjian tersebut dibuat dalam
bentuk akta autentik oleh pejabat yang berwenang agar dapat dijadikan sebagai
alat bukti yang sempurna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan Apabila para pihak ingin mendirikan Perseroan Terbatas,
sebaiknya para pihak tersebut sebagai pendiri perseroan mencantumkan namanya
dalam akta pendirian Perseroan Terbatas agar para pihak tersebut sah sebagai
pemegang saham perseroan.
Kata Kunci : Perjanjain Tertentu Diluar Akta Pendirian Perseroan
A. Latar
Belakang
Perjanjian merupakan suatu perbuatan
hukum yang mempunyai akibat hukum[2], untuk memperoleh seperangkat hak dan
kewajiban yang merupakan konsekwensinya dari perjanjian tersebut yang disebut
prestasi berupa menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu dan tidak melakukan
sesuatu[3].
Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan
kesepakatan. Para pihak ini mempunyai
hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut
debitur, sedangkan pihak lain
yang berhak atas
pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur.
Selain orang-perorangan, para
pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang dapat
menjadi salah satu pihak dalam perjanjin. Kedua-duanya merupakan subyek hukum,
yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak yang mengemban
hak dan kewajiban. Suatu badan hukum dalam perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum
itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun perbuatan
badan hukum itu diwakili pemimpinnya yaitu Direktur, namun perbuatan itu tidak
mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili
perusahaan sebagai legal entity.
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya salah
satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau wanprestasi sehingga menimbulkan kerugian pada hak pihak yang
lain, maka pihak yang dirugikan itu dapat menuntut pemenuhan haknya yang
dilanggar.
Perjanjian bertujuan mengatur hubungan-hubungan hukum namun sifatnya
privat, yaitu hanya para pihak yang menandatangani perjanjian itu saja yang
terikat. Jika dalam pelaksanaannya menimbulkan sengketa, perjanjian itu dapat
dihadirkan sebagai alat bukti di pengadilan guna menyelesaikan sengketa.
Perjanjian membuktikan bahwa hubungan hukum para pihak merupakan sebuah fakta
hukum, yang dengan fakta itu kesalahpahaman dalam sengketa dapat diluruskan, bagaimana
seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggar.
Dalam perkembangan dunia usaha, sering didapati beberapa
pihak secara bersama-sama bermaksud untuk membuat suatu perusahaan berbentuk
perseroan terbatas. Dari beberapa pihak tersebut satu pihak diantaranya karena alasan tertentu, tidak ingin namanya dimasukkan
kedalam akta pendirian perseroan sebagai salah seorang pemegang saham. Namun di
luar itu pihak tersebut sepakat menuangkan kedalam suatu perjanjian tertentu
yang menyatakan bahwa ia sebenarnya adalah salah satu pemilik dari perseroan
yang akan didirikan tersebut dan memiliki sejumlah modal di dalam perseroan
sebagai pemegang saham.
Secara umum kelihatannya keinginan salah satu pihak tersebut
dapat diterima mengingat para calon pemegang saham lainnya setuju untuk membuat
perjanjian tertentu diantara mereka, sebagaimana ketentuan syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian telah terpenuhi dan didukung dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibauat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya[4].
Pendirian suatu Perseroan Terbatas, walaupun didasari
oleh suatu persetujuan atau kesepakatan para pihak yang membuatnya sebagaimana
disyaratkan di dalam suatu perjanjian, ia terikat dengan suatu batasan hukum
lainnya yaitu Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
dimana Perseroan Terbatas tersebut memerlukan pengesahan dari Menteri Hukum dan
HAM RI untuk menjadikannya sebagai suatu Badan Hukum.
Setelah melalui proses pengajuan dan setelah mendapat pengesahan
dengan Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM RI, maka semua data-data
kepemilikan saham dan data pengurus yang ada pada akta pendirian suatu Perseroan
Terbatas telah masuk dan terdata pada Direktorat Jenderal Administrasi Umum
Kementerian Hukumdan HAM RI tersebut.
Dengan demikian berarti bahwa data-data yang tercatat
pada data base Kementerian Hukum dan HAM RI adalah data-data yang ada pada akta
pendirian. Jadi, bagaimana halnya dengan salah satu pihak yang namanya tidak
dicantumkan dalam akta pendirian Perseoan Terbatas tersebut, tapi hanya
tercantum dalam perjanjian tertentu yang dibuat antara mereka saja. Selanjutnya
bagaimana halnya jika suatu saat nanti jika dia ingin meminta kembali
kepemilikan sahamnya sedangkan diantara mereka sudah timbul ketidakcocokan dan
perselisihan. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada pihak yang tidak mengakui
bahwa dia adalah salah satu dari pemegang saham perseroan tersebut.
Persoalan seperti tersebut diatas dalam prakteknya
seringkali terjadi dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan, memang pada awalnya
hubungan sesama pendiri tersebut aman-aman saja, namun tidak menutup
kemungkinan bagi adanya perselisihan dikemudian hari. Penomena tersebut diatas
membuat penulis ingin melakukan penelitian lebih jauh mengenai “Akibat Hukum
Perjanjian Yang Dibuat Di Luar Akta Pendirian Perseroan Terbatas”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di
atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut
:
1.
Bagaimana kekuatan hukum atas perjanjian
yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang
membuat ?
2.
Bagaimana akibat hukum atas perjanjian
tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut ?
C. R uang Lingkup
Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas dan menyeluruh maka kajian dalam penulisan mengenai Akibat Hukum Perjanjian Yang Dibuat Di Luar Akta
Pendirian Perseroan Terbatas
Tujuan dari
ruang lingkup penulisan, ini agar pembahasannya lebih terfokus dan sesuai dengan permasalahan, yang
pada akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan, berdasarkan asas-asas hukum
perjanjian pada umumnya.
D. Metode Penelitian
Metode pendekatan yang
digunakan penulis adalah metode penelitian normatif. penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa deskriptif analitis [5] yaitu penelitian yang menggambarkan perjanian
yang dibuat oleh para pihak dan dikaitkan dengan teori- teori hukum yang
menyangkut akibat hukum atas perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta
pendirian Perseroan Terbatas.
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
dengan cara mencari konsepsi, teori-teori, ketentuan perjanjian pada umumnya, buku
dan majalah serta peraturan
perundang-undangan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Metode penelitian hukum ini dilakukan terhadap asas-asas hukum
perjanjian yang digunakan dalam perjanjian pada umumnya di luar akta pendirian
Perseroan Terbatas untuk mengetahui bagaimana kekuatan dan akibat hukum atas perjanjian
tertentu di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuatnya.Sedangkan
teknik pengolahan data dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari studi
peraturan perundang-undangan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang
telah dirumuskan.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perjanjian Pada Umumnya
Istilah kontrak atau perjanjian
dapat kita jumpai di dalam KUHPerdata,
ketentuan hukum tersebut terdapat dalam hukum perikatan yang dilahirkan
dari kontrak atau perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351
Buku III KUHPerdata. Pada pasal 1313 KUHPerdata berbunyi suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orantg lain atau lebih. Pasal 1313 KUHPerdata ini menerangkan
secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang
adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu kepada pihak yang lain.
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH., mendefenisikan perjanjian adalah
hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta
kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi itu[6].
Kemudian Prof. Subekti, SH, memberikan defenisi bahwa suatu kontrak atau
perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal[7]. Dengan demikianjtergambar jelas
bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.
B.
Syarat
Sahnya Suatu Perjanjian.
Suatu perjanjian dianggap sah (legal) dan mengikat bagi para pihak yang
membuatnya apabila perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana
dimaksud pasal 1320 KUHP Perdata, ada
empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu[8]
:
a.
Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
b.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak secara hukum telah dewasa atau
cakap berbuat atau jika belum dewasa diwakili oleh walinya.
c.
Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah
disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian
harus jelas, dan tegas.
d.
Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian
setelah komparasi akta, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat
subjektif, yaitu syarat mengenai orang atau subjek hukum yang mengadakan
perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat
diminta pembatalan. Terhadap syarat ketiga dan keempat merupakan syarat
objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat
tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun, apabila
perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas
perjanjian, maka perjanjian tersebut sah untuk dijalankan dan berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan membuat suatu perjanjian,
para pihak menciptakan hak dan kewajiban yang mempunyai kekuatan mengikat dan
tidak kalah dari ketentuan undang-undang. Hak itu berlaku seolah-olah
berdasarkan undang-undang dan kewajiban itu diperlukan oleh undang-undang.[9] Pelaksanaan suatu perjanjian tidak hanya terikat pada apa yang dengan tegas
ditentukan dalam perjanjian, tetapi juga pada segala sesuatu yang menurut
sifat, kepatutan, keadilan dan kebiasaan nyang ditentukan oleh undang-undang
(Pasal 1339 KUHPerdata), semuanya dengan etikad baik (Pasal 1338 ayat 3).
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007, memberikan pengertian dan penjelasan tentang Perseroan
Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.[10] Syarat pendirian Perseroan Terbatas secara
formal diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT. Pasal-pasal penting
yang perlu dikutip berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat
Perseroan didirikan (Pasal 7 ayat (2));
b.
Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan
lain berkaitan dengan pendirian Perseroan (Pasal 8 ayat (1).
c.
Keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
1) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan
dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri
Perseroan (Pasal 8 ayat (2 butir a);
2) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat
tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan
Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat (Pasal 8 ayat (2 butir b);
3) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,
rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang
telah ditempatkan dan disetor (Pasal 8 ayat (2 butir
c).
d.
Dalam pembuatan akta
pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa
(Pasal 8 ayat (3).
e.
Perbuatan hukum yang
berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon
pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian
(Pasal 12 ayat (1)..
f.
Dalam hal perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta autentik, akta tersebut dilekatkan pada akta
pendirian (Pasal 12 ayat (2).
g.
Dalam hal perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta autentik,
nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta
autentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian
Perseroan (Pasal 12 ayat (3).
h.
Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi,
perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak
mengikat Perseroan (Pasal 12 ayat (4).[11]
Dari pasal-pasal pendirian PT tersebut di atas
dijelaskan bahwa setiap pendiri wajib memiliki saham di perseroan dan identitas
nama para pendiri harus dicantumkan dalam akta pendirian PT yang dibuat di
hadapan Notaris. Dengan demikian apabila nama dan identitas seseorang tidak
tercantum dalam akta pendirian, maka yang bersangkutan tidak memiliki hak dan
kewajiban sebagai pesaham dalam perseroan tersebut.
C.
Akta Outentik
dan Akta Di Bawah Tangan.
Akta adalah surat yang diberi
tanda-tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan
kewajiban atau perikatan yang dibuat sejak semula yang disengaja untuk
pembuktian. Akta sendiri dibedakan menjadi dua yaitu, akta autentik dan akta bawah tangan. Autentik artinya dapat dipercaya
karena dibuat dihadapan seorang Pejabat umum yang ditunjuk untuk itu yang dalam
hal ini biasanya adalah seorang Notaris. Sehingga akta yang buat dihadapan
Notaris tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti di depan Pengadilan.
Akta autentik adalah akta yang harus dibuat
berdasarkan peraturan perundangan serta ditanda-tangani oleh notaris atau pejabat
yang berwenang. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik ialah
suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di
hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Menurut Pasal 1874 KUPerdata 1874 bahwa
yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani
di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan
lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Selanjutnya menurut
Prof. Subekti, aktab di bawah tangan adalah tiap akta yang tidak dibuat oleh
atau dengan perantaraan seorang pejabat umum[12].
Istilah surat di bawah tangan adalah istilah yang dipergunakan untuk
pembuatan suatu perjanjian antara para pihak tanpa dihadiri atau bukan dihadapan
seorang Notaris sebagaimana yang disebutkan pada akta autentik di atas.
Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat sendiri
oleh para pihak yang berjanji, tanpa suatu standar baku tertentu dan hanya
disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut.
Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat serta ditanda tangani oleh
para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang
berkepentingan saja. Dengan demikian, akta di bawah tangan sebaiknya
dimasukkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian.
D.
Kekuatan
Hukum Atas Perjanjian Tertentu Yang Dibuat Di Luar Akta Pendirian Perseroan
Terbatas Bagi Para Pihak Yang Membuat.
Merujuk Pasal 1313 KUHPerdata bahwa para pihak telah mengikatkan dirinya dalam suatu perbuatan hukum atas perjanjian
tertentu yang dibuatnya. Perikatan antara pihak timbul karena perjanjian. Sesuai
dengan Pasal 1338
KUHPerdata, maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi pihak pertama dan pihak kedua. Supaya terjadi persetujuan
yang sah, perlu dipenuhi empat syarat, yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan
untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab
yang tidak terlarang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian tertentu di luar akta pendirian perseroan
terbatas yang dibuat oleh pihak pertama dan pihak kedua pada hakekatnya telah
memenuhi asas-asas hukum perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
dan ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu asas kebebasan
berkontrak, asas kepastian hukum, asas personalitas, asas konsensualisme dan asas
etikad baik.
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan
adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata,
tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan pihak lain dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Selanjutnya bila dilihat dari syarat subjektif dan syarat objektif sahnya
suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata, maka syarat subjektif (sepakat
dan cakap) dari suatu perjanjian di luar akta pendirian perseroan terbatas oleh
para pihak dianggap telah terpenuhi.
Namun syarat objektif mengenai suatu hal tertentu (perjanjian tertentu
di luar akta pendirian perseroan terbatas) dan suatu sebab yang halal perlu
dilakukan pendalaman lebih jauh lagi, meskipun syarat subjektif telah
terpenuhi. Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah
disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas dan tegas.
Dalam perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian perseroan terbatas penilaian, maka objek
perjanjiannya adalah mendirikan perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas,
namun pihak kedua tidak ingin namanya tercantum dalam akta pendirian Prseroan
tersebut. Apabila akta perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka akta
perjanjian tersebut, dapat dimintakan pembatalan. Demikian juga halnya apabila
syarat objektif tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Namun, apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan
asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Pembahasan selanjutnya adalah berkaitan dengan
hukum perseroan terbatas. Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas
mengatur bahwa para pendiri Perseroan Terbatas berkewajiban untuk mengambil
bagian modal dalam bentuk saham dan
mereka mendapat bukti surat saham sebagai bentuk penyertaan modal. Ketentuan
ini dipertegas dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT.
Pasal 7 ayat (2) UUPT
menjelaskan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada
saat Perseroan didirikan. Selanjutnya Pasal 8 ayat (1) menjelaskan bahwa dalam akta pendirian memuat anggaran
dasar dan keterangan lain. Selanjutnya pendirian perseroan yang memuat identitas para pendiri perseorangan. Hal ini dipertegas lagi
dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan tersebut. Perbuatan hukum yang
berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon
pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian
(Pasal 12 ayat (1) UUPT). Dalam hal perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian perseroan, tidak
menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat bagi pihak kedua yang
namanya tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut.
Dari pasal-pasal pendirian Perseroan tersebut di
atas dijelaskan bahwa setiap pendiri wajib memiliki saham di perseroan dan
identitas nama para pendiri harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan
yang dibuat di hadapan Notaris. Dengan demikian apabila nama dan identitas
seseorang tidak tercantum dalam akta pendirian, maka yang bersangkutan tidak
memiliki hak dan kewajiban sebagai pemegang saham dalam perseroan.
Kemudian, modal saham secara formal diatur dalam
Pasal 48 sampai dengan Pasal 50 UUPT. Pasal 48 ayat (1) menegaskan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
Bila tidak dipenuhi, pihak yang
memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku
pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT
dan/atau anggaran dasar (Pasal 48 ayat 3 UUPT). Daftar pemegang saham yang memuat identitas pemegang sahan oleh direksi perseroan
wajib mengadakan dan menyimpannya dan
diberi bukti pemilikan saham untuk
saham yang dimilikinya.
Modal saham perseroan
dikeluarkan atas nama pemiliknya dan didaftarkan dalam daftar pemegang saham.
Dengan demikian apabila nama dan identitas seseorang tidak tercantum dalam
daftar pemegang saham, maka yang bersangkutan tidak memiliki hak dan kewajiban
sebagai pemegang saham dalam perseroan.
Kemudian menurut Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, menyatakan bahwa penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan
terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa
kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Kemudian
dilanjutkan dengan Pasal 33 ayat (2) UUPM secara tegas menyatakan bahwa dalam
hal penanaman dalam negeri dan penanaman modal asing membuat perjanjian
dan/atau pernyataan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas
nama orang lain, maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi
hukum.
Dari pasal-pasal UUPM tersebut di atas dapat dirangkum
bahwa kepemilikan saham tidak boleh untuk dan atas nama orang lain, dan bila
hal itu ada, maka batal demi hukum. Lebih jauh lagi dalam Penjelasan Pasal 33
UUPM, menyatakan bahwa tujuan pengaturan ayat ini adalah untuk menghindari
terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara
materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.
Terhadap perjanjian tertentu di luar akta pendirian
perseroan terbatas yang dibuat di bawah tangan antara pihak pertama dan pihak
kedua, yaitu dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum atau dihadapan seorang Notaris yang
dibuat sendiri oleh pihak pertama dan pihak kedua yang berjanji, tanpa suatu
standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak
tersebut, merupakan akta di bawah tangan yang memiliki kekuatan pembuktian
yang tidak sempurna. Sebagaimana yang telah dibahas di atas, bahwa akta
pendirian PT adalah akta autentik, karena memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna, baik pembuktian secara lahir, materil maupun formil.
Dalam arti formil, akta pendirian PT tersebut membuktikan
kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami
sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya.
Sedangkan akta perjanjian tertentu di luar akta pendirian PT atau akta dibawah
tangan tidak mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila pihak pertama dan pihak
kedua mengakui kebenaran tanda tangannya.
Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta
pendirian PT sesuai dengan Pasal 1870 KUHPerdata adalah sempurna (volledig bewijskracht) dan mengikat (bindende bewijskracht), sehingga akta
pendirian PT tersebut dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau
dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain akta autentik yang berdiri
sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian. Selain
dari itu akta perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan
tersebut, memiliki kelemahan-kelamahan formil yaitu bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.
Ketentuan
yang termuat dalam KUHPerdata :
a) Pasal 1320
KUHPerdata, yaitu tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu
bertentangan dengan UUPT dan UUPM;
b) Pasal 1335 KUHPerdata
dan Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi
para pihak yang membuat perjanjian.
c) Pasal 1338
KUHPerdata, yaitu tidak memenuhi asas kepastian hukum (pacta sunt servanda) dan
asas etikad baik;
d) Pasal 1339
KUHPerdata, yaitu asas kepatutan;
2.
Ketentuan
yang termuat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas
a) Pasal 7 ayat (2) UUPT
menjelaskan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada
saat Perseroan didirikan, sedangkan pihak kedua secara formal tidak memiliki
bagian saham di perseroan;
b) Pasal 8 ayat (1) UUPT
dalam akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan
pendirian perseroan yang memuat identitas para pendiri perseorangan, identitas
pihak kedua tidak dicantumkan dalam akta pendirian perseroan;
c) Pasal 12 ayat (1)
UUPT, yaitu bahwa perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan,
harus dicantumkan dalam akta pendirian, pihak kedua tidak memiliki bukti setor
modal ke dalam perseroan;
d) Pasal 48 ayat (1) UUPT, yaitu bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya,
modal saham pihak kedua dibuat atas nama pihak pertama;
e) Pasal 48 ayat (3)
UUPT, yaitu bahwa daftar pemegang saham yang memuat identitas pemegang sahan oleh direksi perseroan
wajib mengadakan dan menyimpannya dan diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya,
bukti kepemilikan saham pihak kedua dalam daftar pemegang saham tidak ada.
3.
Ketentuan
dalam Undang-Undang Penanaman Modal
a)
Pasal 33 ayat (1) UUPM, yaitu dilarang membuat perjanjian
dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan
terbatas untuk dan atas nama orang lain, modal saham pihak kedua dibuat atas
nama (di antara) pihak pertama;
b)
Pasal 33 ayat (2) UUPM, yaitu bahwa dalam membuat
perjanjian dan/atau pernyataan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk
dan atas nama orang lain, maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan
batal demi hokum, modal saham pihak kedua dibuat atas nama (di antara) pihak
pertama.
Akta perjanjian tertentu yang
dibuat di luar akta pendirian Perseroan tersebut bagi hakim merupakan bukti
bebas karena akta tersebut baru mempunyai kekuatan bukti materil setelah
dibuktikan secara kekuatan formil sedangkan kekuatan pembuktian formilnya baru
terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan
cara pembuatan akta itu, dengan demikian akta perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta
pendirian Perseroan memiliki kelemahan
hukum.
Kekuatan pembuktian Akta dibawah tanagn, akan sangat tergantung pada
kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan
masing-masing tanda tangannya. Apabila suatu akta di bawah tangan diakui isi
dan tandatangannya oleh masing masing pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir
sama dengan akta autentik; bedanya terletak pada kekuatan pembuktian keluar,
yang tidak secara otomatis dimiliki oleh akta di bawah tangan.
Dengan
demikian akta perjanjian
tertentu, yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas, hanya memiliki
kekuatan pembuktian sempurna apabila
para pihak mengakui tandatangan yang tercantum dalam akta itu (Pasal 1875
KUHPerdata) dan mengakui isi dari perjanjian, kebenaran dari yang tertulis
dalam perjanjian tersebut. Upaya untuk
meningkatkan kekuatan bukti akta di bawah tangan adalah dengan legalisasi.
Legalisasi merupakan pengesahan tanggal dan tanda tangan dari surat di bawah
tangan, yaitu dengan
cara akta perjanjian tertentu di luar akta pendirian PT dibawa dan
dibacakan/dijelaskan serta ditandatangani di depan Notaris dan kemudian
dicatatkan dalam buku daftar dengan memberi nomor. Dalam hal
ini Notaris tidak bertanggung jawab terhadap isi aktanya, Notaris hanya menjamin tanggal dan orang/pihak yang
menandatanganinya adalah orang yang cakap dan berwenang.
E. Akibat Hukum Dari Perjanjian Tertentu Di Luar Akta
Pendirian Perseroan Terbatas Bagi Para Pihak Yang Membuat.
Akibat hukum dari perjanjian tertentu yang dibuat diluar
akta pendirian perseroan, berlaku bagi pihak pertama dan pihak kedua. Secara
umum kedudukan hukum pihak pertama lebih kuat bila dibandingkan dengan pihak
kedua. Pihak kedua dikatakan lemah secara hukum, disebabkan oleh suatu keadaan
dimana apabila dikemudian hari pihak pertama ingkar janji atas perjanjian tersebut,
maka Pihak kedua dalam posisi pihak yang dirugikan karena pihak pertama
memiliki kekuatan pembuktian sebagai pemegang saham perseroan yang sah, karena
nama pihak kedua tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas.
Sedangkan perjanjian tertentu yang mereka buat
bertentangan dengan hukum positif, yaitu KUHPerdata yang mengatur tentang
perjanjian dan undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas dan
undang-undang yang mengatur tentang penanaman modal. Oleh karena bertentangan
dengan ketentuan tersebut, maka perjanjian tertentu tersebut batal demi hukum
dan atau dapat dibatalkan. Apabila pihak pertama melakukan wansprestasi
terhadap perjanjian tertentu di luar akta pendirian Perseroan Terbatas
tersebut, maka akibat hukumnya adalah
dilakukan pembatalan perjanjian.
Menurujuk ketentuan yang
tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan
berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya
memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus mentaati terhadap
semua isi perjanjian tersebut. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Alasan pembatalan perjanjian tersebut
adalah bahwa perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu
perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Menurut Tan Thong Ki
Kebatalan (neitigheid) disebut juga
batal absolut atau “batal demi undang-undang”. Suatu tindakan batal absolut
tidak menyebabkan suatu akibat. Pembatalan suatu perikatan (vernictiging der verbintennisen) menyebabkan suatu akibat yang dapat dibatalkan
atas permintaan suatu pihak. Perbedaan dari kebatalan dan pembatalan perikatan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a)
Suatu perikatan yang
batal absolut tidak dapat dikuatkan (bekrachtiged)
sedangkan perikatan yang batal relatif dapat dibatalkan;
b)
Suatu tindakan yang batal
absolut tidak menjadi suatu alasan atau dasar (titel) untuk memperoleh kedaluarsa, sedangkan tindakan yang batal
relatif dapat memperoleh kedaluarsa;
c)
Hakim karena jabatannya
tidak memperhatikan tindakan yang
batal demi undang-undang, ia hanya memperhatikan kebatalan relatif apabila ada
suatu pihak yang mengajukan permintaan untuk itu[13].
Asas kebebasan berkontrak tidak dapat diartikan sebagai bebas mutlak, dapat
dijadikan alasan pembatalan selanjutnya. Ketentuan dalam KUHPerdata, ternyata
asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan
yang diberikan oleh pasal-pasal KUHPerdata tersebut terhadap asas ini yang
membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.
Pasal 1320 KUHPerdata juga menentukan bahwa perjanjian tidak sah apabila
dibuat tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Ketentuan tersebut
mengandung pengertian bahwa kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat
perjanjian dibatasi undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Kemudian
diperjelas lagi dalam Pasal 1320 ayat jo.1337 KUHPerdata yang menentukan bahwa
para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang dilarang oleh
undang-undang .
Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat dijadikan
alasan pembatalan perjanjian melalui Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh
karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul
yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan
itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad tidak baik mempunyai akibat
hukum perjanjian tertentu tersebut dapat dibatalkan. Pihak pertama dan pihak
kedua seharusnya menyadari bahwa perjanjian tertentu yang mereka buat tersebut
cacat hukum, karena kedua belah pihak menyadari bahwa perjenjian tertentu
tersebut tidak mendapat pengakuan di muka hukum.
Penyalahgunaan kesempatan atau keadaan ini dapat dikategorikan cacat hukum
dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini merupakan
alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yang tidak
diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan suatu konstruksi yang dapat
dikembangkan melalui Yurisprudensi. Konstruksi
penyalahgunaan kesempatan/keadaan ini merupakan atau dianggap sebagai faktor
yang membatasi atau yang mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan
persetujuan antara kedua belah pihak. Dengan demikian maka jelaslah bahwa asas
kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi
terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim
untuk menilai isi dari setiap kontrak/perjanjian.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kekuatan
hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para
pihak yang membuat adalah sah secara hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya, sebagaimana dimaksud pasal 1338 (1) KUHPerdata,
akan tetapi Perjanjian tersebut memiliki kelemahan, karena nama pihak kedua
tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas sehingga, apabila Pihak
Kesatu melakukan wansprestasi kekuatan pembuktian yang dimiliki pihak kedua
tidak sempurna, pada akhirnya Pihak Kedua yang dirugikan.
2.
Akibat hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta
pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuat
adalah batal demi hukum, karena bertentangan dengan ketentuan : Pasal 7 ayat (2) jo Pasal 8 ayat (1) jo Pasal 12
ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) jo Pasal
48 ayat (3) UUPT, yaitu nama pihak
kedua selaku pemegang saham perseroan tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan
Terbatas.
A.
Saran-Saran
B.
Agar perjanjian yang dibuat mempunyai kekuatan hukum
sebaiknya kesepakatan perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta autentik
oleh pejabat yang berwenang agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang
sempurna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.
Apabila para pihak ingin mendirikan Perseroan Terbatas,
sebaiknya para pihak tersebut sebagai pendiri perseroan mencantumkan namanya
dalam akta pendirian Perseroan Terbatas agar para pihak tersebut sah sebagai
pemegang saham perseroan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi
Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan, Penjelasan makna Pasal 1233 Sampai Pasal 1456 BW,
Jakarta, Radja Grafindo, 2008.
Bambang
Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada,
1996.
Burhanudin
Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak),
Jakarta, Hi-Fest Publishing, 2009.
Jamin
Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung,
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Mariam Darus
Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Penerbit Alumni, 1994.
P.N.H.
Simanjubtak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Penerbit
Djambatan, 2009.
Salim
H.S, Perkembangan
Hukum Kontrak Di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika, 2003.
Tan Thong Kie, Studi
Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris,
Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007)
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), Jakarta, Visimedia, 007.
Undang-Undang
Perseroan Terbatas (UU RI No. 40 Th. 2007)
dilengkapi Peraturan pemerintah, Keputusan
Menteri Kehakiman dan HAM, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2007.
[2] Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia,
Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hlm.15.
[3] Salim H.S, Ibid.,hlm. 24
[4] Ahmadi Miru, Sakka Pati., Hukum,
Perjanjian, Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 KUHPerdata, Jakarta,
Radja Grafindo, 2008.,hlm.115 – 116.
[5]. Bambang Sunggono, Metodologi
Penelitian Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 42.
[7] Burhanudin
Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh
Perjanjian (Kontrak), Jakarta, Hi-Fest Publishing, 2009, hlm. 9.
[8] P.N.H. Simanjuntak., Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta,
Djambatan, 2009, hlm. 334 -
335
[9] Tan Thong
Kie, Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Penerbit
Ickhtiar Baru Van Hoeve, 2007, hlm. 411-412.
[10]Jamin
Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No.
40 Tahun 2007), Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 174.
[11] Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU RI No. 40 Th.
2007) dilengkapi Peraturan pemerintah, Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM,
Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2007.
[12] P.N.H.
Simanjuntak.,Op.cit.,hlm. 376.
[13] Tan Thong Kie., Op.cit. hlm. 432.