Sabtu, 23 Januari 2016

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN YANG DIBUAT DI LUAR AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS




Penulis Abuyazid  Bustomi, SH.,MH[1]
ABSTRAK
Dalam perkembangan dunia usaha, sering didapati beberapa pihak secara bersama-sama bermaksud untuk membuat suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Dari beberapa pihak tersebut satu pihak diantaranya karena  alasan tertentu, tidak ingin namanya dimasukkan kedalam akta pendirian perseroan sebagai salah seorang pemegang saham. Namun di luar itu pihak tersebut sepakat menuangkan kedalam suatu perjanjian tertentu yang menyatakan bahwa ia sebenarnya adalah salah satu pemilik dari perseroan yang akan didirikan tersebut dan memiliki sejumlah modal di dalam perseroan sebagai pemegang saham.Kekuatan hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuat adalah sah secara hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sebagaimana dimaksud pasal 1338 (1) KUHPerdata, akan tetapi Perjanjian tersebut memiliki kelemahan, karena nama pihak kedua tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas sehingga, apabila Pihak Kesatu melakukan wansprestasi kekuatan pembuktian yang dimiliki pihak kedua tidak sempurna, pada akhirnya Pihak Kedua yang dirugikan. Agar perjanjian yang dibuat mempunyai kekuatan hukum sebaiknya kesepakatan perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta autentik oleh pejabat yang berwenang agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sempurna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Apabila para pihak ingin mendirikan Perseroan Terbatas, sebaiknya para pihak tersebut sebagai pendiri perseroan mencantumkan namanya dalam akta pendirian Perseroan Terbatas agar para pihak tersebut sah sebagai pemegang saham perseroan.
Kata Kunci : Perjanjain Tertentu Diluar Akta Pendirian Perseroan

A. Latar Belakang
Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang mempunyai akibat hukum[2], untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang merupakan konsekwensinya dari perjanjian tersebut yang disebut prestasi berupa menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu[3].
Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan. Para pihak ini mempunyai hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur. Selain orang-perorangan, para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah satu pihak dalam perjanjin. Kedua-duanya merupakan subyek hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak yang mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum dalam  perbuatan hukumnya akan mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya yaitu Direktur, namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
Dalam pelaksanaannya, jika terjadi pelanggaran perjanjian, misalnya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau wanprestasi sehingga menimbulkan kerugian pada hak pihak yang lain, maka pihak yang dirugikan itu dapat menuntut pemenuhan haknya yang dilanggar. 
Perjanjian bertujuan mengatur hubungan-hubungan hukum namun sifatnya privat, yaitu hanya para pihak yang menandatangani perjanjian itu saja yang terikat. Jika dalam pelaksanaannya menimbulkan sengketa, perjanjian itu dapat dihadirkan sebagai alat bukti di pengadilan guna menyelesaikan sengketa. Perjanjian membuktikan bahwa hubungan hukum para pihak merupakan sebuah fakta hukum, yang dengan fakta itu kesalahpahaman dalam sengketa dapat diluruskan, bagaimana seharusnya hubungan itu dilaksanakan dan siapa yang melanggar.
Dalam perkembangan dunia usaha, sering didapati beberapa pihak secara bersama-sama bermaksud untuk membuat suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Dari beberapa pihak tersebut satu pihak diantaranya karena  alasan tertentu, tidak ingin namanya dimasukkan kedalam akta pendirian perseroan sebagai salah seorang pemegang saham. Namun di luar itu pihak tersebut sepakat menuangkan kedalam suatu perjanjian tertentu yang menyatakan bahwa ia sebenarnya adalah salah satu pemilik dari perseroan yang akan didirikan tersebut dan memiliki sejumlah modal di dalam perseroan sebagai pemegang saham.
Secara umum kelihatannya keinginan salah satu pihak tersebut dapat diterima mengingat para calon pemegang saham lainnya setuju untuk membuat perjanjian tertentu diantara mereka, sebagaimana ketentuan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian telah terpenuhi dan didukung dengan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibauat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya[4].
Pendirian suatu Perseroan Terbatas, walaupun didasari oleh suatu persetujuan atau kesepakatan para pihak yang membuatnya sebagaimana disyaratkan di dalam suatu perjanjian, ia terikat dengan suatu batasan hukum lainnya yaitu Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana Perseroan Terbatas tersebut memerlukan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI untuk menjadikannya sebagai suatu Badan Hukum.
Setelah melalui proses pengajuan dan setelah mendapat pengesahan dengan Surat Keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM RI, maka semua data-data kepemilikan saham dan data pengurus yang ada pada akta pendirian suatu Perseroan Terbatas telah masuk dan terdata pada Direktorat Jenderal Administrasi Umum Kementerian Hukumdan HAM RI tersebut.
Dengan demikian berarti bahwa data-data yang tercatat pada data base Kementerian Hukum dan HAM RI adalah data-data yang ada pada akta pendirian. Jadi, bagaimana halnya dengan salah satu pihak yang namanya tidak dicantumkan dalam akta pendirian Perseoan Terbatas tersebut, tapi hanya tercantum dalam perjanjian tertentu yang dibuat antara mereka saja. Selanjutnya bagaimana halnya jika suatu saat nanti jika dia ingin meminta kembali kepemilikan sahamnya sedangkan diantara mereka sudah timbul ketidakcocokan dan perselisihan. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada pihak yang tidak mengakui bahwa dia adalah salah satu dari pemegang saham perseroan tersebut.
Persoalan seperti tersebut diatas dalam prakteknya seringkali terjadi dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan, memang pada awalnya hubungan sesama pendiri tersebut aman-aman saja, namun tidak menutup kemungkinan bagi adanya perselisihan dikemudian hari. Penomena tersebut diatas membuat penulis ingin melakukan penelitian lebih jauh mengenai “Akibat Hukum Perjanjian Yang Dibuat Di Luar Akta Pendirian Perseroan Terbatas”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.        Bagaimana kekuatan hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuat ?
2.        Bagaimana akibat hukum atas perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut ?
C.  R uang Lingkup
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh maka kajian dalam  penulisan mengenai Akibat Hukum Perjanjian Yang Dibuat Di Luar Akta Pendirian Perseroan Terbatas
           Tujuan dari ruang lingkup penulisan, ini agar pembahasannya lebih  terfokus dan sesuai dengan permasalahan, yang pada akhirnya akan mendapatkan suatu kesimpulan, berdasarkan asas-asas hukum perjanjian pada umumnya.
D. Metode  Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan penulis adalah metode penelitian normatif. penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa deskriptif analitis [5] yaitu penelitian yang menggambarkan perjanian yang dibuat oleh para pihak dan dikaitkan dengan teori- teori hukum yang menyangkut akibat hukum atas perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas.
Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara mencari konsepsi, teori-teori, ketentuan perjanjian pada umumnya, buku dan majalah serta  peraturan perundang-undangan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Metode penelitian hukum ini dilakukan terhadap asas-asas hukum perjanjian yang digunakan dalam perjanjian pada umumnya di luar akta pendirian Perseroan Terbatas untuk mengetahui bagaimana kekuatan dan akibat hukum atas perjanjian tertentu di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuatnya.Sedangkan teknik pengolahan data dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari studi peraturan perundang-undangan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang telah dirumuskan.
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Perjanjian Pada Umumnya
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHPerdata,  ketentuan hukum tersebut terdapat dalam hukum perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Buku III KUHPerdata. Pada pasal 1313 KUHPerdata berbunyi suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orantg lain atau lebih. Pasal 1313 KUHPerdata ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu kepada pihak yang lain.
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH., mendefenisikan perjanjian adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu[6].
Kemudian Prof. Subekti, SH, memberikan defenisi bahwa suatu kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal[7]. Dengan demikianjtergambar jelas bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.
B.           Syarat Sahnya Suatu Perjanjian.
Suatu perjanjian dianggap sah (legal) dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya apabila perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud  pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu[8] :
a.         Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
b.        Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau jika belum dewasa diwakili oleh walinya.
c.         Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian harus jelas, dan tegas.
d.        Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi akta, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Terhadap syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun, apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah untuk dijalankan dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan membuat suatu perjanjian, para pihak menciptakan hak dan kewajiban yang mempunyai kekuatan mengikat dan tidak kalah dari ketentuan undang-undang. Hak itu berlaku seolah-olah berdasarkan undang-undang dan kewajiban itu diperlukan oleh undang-undang.[9]  Pelaksanaan suatu perjanjian tidak hanya terikat pada apa yang dengan tegas ditentukan dalam perjanjian, tetapi juga pada segala sesuatu yang menurut sifat, kepatutan, keadilan dan kebiasaan nyang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1339 KUHPerdata), semuanya dengan etikad baik (Pasal 1338 ayat 3).
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, memberikan pengertian dan penjelasan tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.[10] Syarat pendirian Perseroan Terbatas secara formal diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT. Pasal-pasal penting yang perlu dikutip berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.         Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan (Pasal 7 ayat (2));
b.        Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan (Pasal 8 ayat (1).
c.         Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
1)    nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan (Pasal 8 ayat (2 butir a);
2)    nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat (Pasal 8 ayat (2 butir b);
3)    nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor (Pasal 8 ayat (2 butir c).
d.        Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa (Pasal 8 ayat (3).
e.                                  Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1)..
f.                                  Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta autentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian (Pasal 12 ayat (2).
g.                                 Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta autentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta autentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan (Pasal 12 ayat (3).
h.                                 Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan (Pasal 12 ayat (4).[11]
Dari pasal-pasal pendirian PT tersebut di atas dijelaskan bahwa setiap pendiri wajib memiliki saham di perseroan dan identitas nama para pendiri harus dicantumkan dalam akta pendirian PT yang dibuat di hadapan Notaris. Dengan demikian apabila nama dan identitas seseorang tidak tercantum dalam akta pendirian, maka yang bersangkutan tidak memiliki hak dan kewajiban sebagai pesaham dalam perseroan tersebut.
C.      Akta Outentik dan Akta Di Bawah Tangan.
Akta adalah surat yang diberi tanda-tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan kewajiban atau perikatan yang dibuat sejak semula yang disengaja untuk pembuktian. Akta sendiri dibedakan menjadi dua yaitu, akta autentik dan akta bawah tangan. Autentik artinya dapat dipercaya karena dibuat dihadapan seorang Pejabat umum yang ditunjuk untuk itu yang dalam hal ini biasanya adalah seorang Notaris. Sehingga akta yang buat dihadapan Notaris tersebut dapat dipergunakan sebagai alat bukti di depan Pengadilan.
Akta autentik adalah akta yang harus dibuat berdasarkan peraturan perundangan serta ditanda-tangani oleh notaris atau pejabat yang berwenang. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Menurut Pasal 1874 KUPerdata 1874 bahwa yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Selanjutnya menurut Prof. Subekti, aktab di bawah tangan adalah tiap akta yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum[12].
Istilah surat di bawah tangan adalah istilah yang dipergunakan untuk pembuatan suatu perjanjian antara para pihak tanpa dihadiri atau bukan dihadapan seorang Notaris sebagaimana yang disebutkan pada akta autentik di atas. Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat sendiri oleh para pihak yang berjanji, tanpa suatu standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut.
Akta dibawah tangan merupakan akta yang dibuat serta ditanda tangani oleh para pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan saja. Dengan demikian, akta di bawah tangan sebaiknya dimasukkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian.
D.      Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Tertentu Yang Dibuat Di Luar Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bagi Para Pihak Yang Membuat.
Merujuk Pasal 1313 KUHPerdata bahwa para pihak telah mengikatkan dirinya  dalam suatu perbuatan hukum atas perjanjian tertentu yang dibuatnya. Perikatan antara pihak timbul karena perjanjian. Sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata, maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi pihak pertama dan pihak kedua. Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat, yaitu  kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian tertentu di luar akta pendirian perseroan terbatas yang dibuat oleh pihak pertama dan pihak kedua pada hakekatnya telah memenuhi asas-asas hukum perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1338 ayat (1) dan ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum, asas personalitas, asas konsensualisme dan asas etikad baik.
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan pihak lain dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Selanjutnya bila dilihat dari syarat subjektif dan syarat objektif sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata, maka syarat subjektif (sepakat dan cakap) dari suatu perjanjian di luar akta pendirian perseroan terbatas oleh para pihak dianggap telah terpenuhi.
Namun syarat objektif mengenai suatu hal tertentu (perjanjian tertentu di luar akta pendirian perseroan terbatas) dan suatu sebab yang halal perlu dilakukan pendalaman lebih jauh lagi, meskipun syarat subjektif telah terpenuhi. Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas dan tegas.
Dalam perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian perseroan terbatas penilaian, maka objek perjanjiannya adalah mendirikan perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas, namun pihak kedua tidak ingin namanya tercantum dalam akta pendirian Prseroan tersebut. Apabila akta perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka akta perjanjian tersebut, dapat dimintakan pembatalan. Demikian juga halnya apabila syarat objektif tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun, apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Pembahasan selanjutnya adalah berkaitan dengan hukum perseroan terbatas. Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas mengatur bahwa para pendiri Perseroan Terbatas berkewajiban untuk mengambil bagian modal  dalam bentuk saham dan mereka mendapat bukti surat saham sebagai bentuk penyertaan modal. Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 UUPT.
Pasal 7 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Selanjutnya Pasal 8 ayat (1) menjelaskan bahwa dalam akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain. Selanjutnya pendirian perseroan yang memuat identitas para pendiri perseorangan. Hal ini dipertegas lagi dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan tersebut. Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian (Pasal 12 ayat (1) UUPT). Dalam hal perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian perseroan,  tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat bagi pihak kedua yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut.
Dari pasal-pasal pendirian Perseroan tersebut di atas dijelaskan bahwa setiap pendiri wajib memiliki saham di perseroan dan identitas nama para pendiri harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan yang dibuat di hadapan Notaris. Dengan demikian apabila nama dan identitas seseorang tidak tercantum dalam akta pendirian, maka yang bersangkutan tidak memiliki hak dan kewajiban sebagai pemegang saham dalam perseroan.
Kemudian, modal saham secara formal diatur dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 50 UUPT. Pasal 48 ayat (1) menegaskan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Bila tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan/atau anggaran dasar (Pasal 48 ayat 3 UUPT). Daftar pemegang saham yang memuat identitas pemegang sahan oleh direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpannya dan diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Modal saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya dan didaftarkan dalam daftar pemegang saham. Dengan demikian apabila nama dan identitas seseorang tidak tercantum dalam daftar pemegang saham, maka yang bersangkutan tidak memiliki hak dan kewajiban sebagai pemegang saham dalam perseroan.
Kemudian menurut Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menyatakan bahwa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Kemudian dilanjutkan dengan Pasal 33 ayat (2) UUPM secara tegas menyatakan bahwa dalam hal penanaman dalam negeri dan penanaman modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain, maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
Dari pasal-pasal UUPM tersebut di atas dapat dirangkum bahwa kepemilikan saham tidak boleh untuk dan atas nama orang lain, dan bila hal itu ada, maka batal demi hukum. Lebih jauh lagi dalam Penjelasan Pasal 33 UUPM, menyatakan bahwa tujuan pengaturan ayat ini adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain.
Terhadap perjanjian tertentu di luar akta pendirian perseroan terbatas yang dibuat di bawah tangan antara pihak pertama dan pihak kedua, yaitu dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum atau dihadapan seorang Notaris yang dibuat sendiri oleh pihak pertama dan pihak kedua yang berjanji, tanpa suatu standar baku tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut, merupakan akta di bawah tangan yang memiliki kekuatan pembuktian yang tidak sempurna. Sebagaimana yang telah dibahas di atas, bahwa akta pendirian PT adalah akta autentik, karena memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, baik pembuktian secara lahir, materil maupun formil.
Dalam arti formil, akta pendirian PT tersebut membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Sedangkan akta perjanjian tertentu di luar akta pendirian PT atau akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila pihak pertama dan pihak kedua mengakui kebenaran tanda tangannya.
Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta pendirian PT sesuai dengan Pasal 1870 KUHPerdata adalah sempurna (volledig bewijskracht) dan mengikat (bindende bewijskracht), sehingga akta pendirian PT tersebut dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, dengan kata lain akta autentik yang berdiri sendiri menurut hukum telah memenuhi ketentuan batas minimal pembuktian. Selain dari itu akta perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan tersebut, memiliki kelemahan-kelamahan formil yaitu bertentangan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.        Ketentuan yang termuat dalam KUHPerdata :
a)    Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian, yaitu bertentangan dengan UUPT dan UUPM;
b)    Pasal 1335 KUHPerdata dan Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu  tidak mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian.
c)    Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu tidak memenuhi asas kepastian hukum (pacta sunt servanda) dan asas etikad baik;
d)   Pasal 1339 KUHPerdata, yaitu asas kepatutan;
2.        Ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas
a)    Pasal 7 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan, sedangkan pihak kedua secara formal tidak memiliki bagian saham di perseroan;
b)    Pasal 8 ayat (1) UUPT dalam akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan yang memuat identitas para pendiri perseorangan, identitas pihak kedua tidak dicantumkan dalam akta pendirian perseroan;
c)    Pasal 12 ayat (1) UUPT, yaitu bahwa perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian, pihak kedua tidak memiliki bukti setor modal ke dalam perseroan;
d)   Pasal 48 ayat (1) UUPT, yaitu bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, modal saham pihak kedua dibuat atas nama pihak pertama;
e)    Pasal 48 ayat (3) UUPT, yaitu bahwa daftar pemegang saham yang memuat identitas pemegang sahan oleh direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpannya dan diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya, bukti kepemilikan saham pihak kedua dalam daftar pemegang saham tidak ada.
3.        Ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal
a)      Pasal 33 ayat (1) UUPM, yaitu dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain, modal saham pihak kedua dibuat atas nama (di antara) pihak pertama;
b)      Pasal 33 ayat (2) UUPM, yaitu bahwa dalam membuat perjanjian dan/atau pernyataan kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain, maka perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hokum, modal saham pihak kedua dibuat atas nama (di antara) pihak pertama.
Akta perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan tersebut bagi hakim merupakan bukti bebas karena akta tersebut baru mempunyai kekuatan bukti materil setelah dibuktikan secara kekuatan formil sedangkan kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu, dengan demikian akta perjanjian tertentu yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan  memiliki kelemahan hukum.
Kekuatan pembuktian Akta dibawah tanagn, akan sangat tergantung pada kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda tangannya. Apabila suatu akta di bawah tangan diakui isi dan tandatangannya oleh masing masing pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta autentik; bedanya terletak pada kekuatan pembuktian keluar, yang tidak secara otomatis dimiliki oleh akta di bawah tangan.
Dengan demikian akta perjanjian tertentu, yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas, hanya memiliki kekuatan pembuktian  sempurna apabila para pihak mengakui tandatangan yang tercantum dalam akta itu (Pasal 1875 KUHPerdata) dan mengakui isi dari perjanjian, kebenaran dari yang tertulis dalam perjanjian tersebut. Upaya untuk meningkatkan kekuatan bukti akta di bawah tangan adalah dengan legalisasi. Legalisasi merupakan pengesahan tanggal dan tanda tangan dari surat di bawah tangan, yaitu dengan cara akta perjanjian tertentu di luar akta pendirian PT dibawa dan dibacakan/dijelaskan serta ditandatangani di depan Notaris dan kemudian dicatatkan dalam buku daftar dengan memberi nomor. Dalam hal ini Notaris tidak bertanggung jawab terhadap isi aktanya, Notaris hanya menjamin tanggal dan orang/pihak yang menandatanganinya adalah orang yang cakap dan berwenang.
E.  Akibat Hukum Dari Perjanjian Tertentu Di Luar Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bagi Para Pihak Yang Membuat.
Akibat hukum dari perjanjian tertentu yang dibuat diluar akta pendirian perseroan, berlaku bagi pihak pertama dan pihak kedua. Secara umum kedudukan hukum pihak pertama lebih kuat bila dibandingkan dengan pihak kedua. Pihak kedua dikatakan lemah secara hukum, disebabkan oleh suatu keadaan dimana apabila dikemudian hari pihak pertama ingkar janji atas perjanjian tersebut, maka Pihak kedua dalam posisi pihak yang dirugikan karena pihak pertama memiliki kekuatan pembuktian sebagai pemegang saham perseroan yang sah, karena nama pihak kedua tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas.
Sedangkan perjanjian tertentu yang mereka buat bertentangan dengan hukum positif, yaitu KUHPerdata yang mengatur tentang perjanjian dan undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas dan undang-undang yang mengatur tentang penanaman modal. Oleh karena bertentangan dengan ketentuan tersebut, maka perjanjian tertentu tersebut batal demi hukum dan atau dapat dibatalkan. Apabila pihak pertama melakukan wansprestasi terhadap perjanjian tertentu di luar akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut, maka akibat hukumnya adalah dilakukan pembatalan perjanjian.
Menurujuk ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus mentaati terhadap semua isi perjanjian tersebut. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Alasan pembatalan perjanjian tersebut adalah bahwa perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
Menurut Tan Thong Ki Kebatalan (neitigheid) disebut juga batal absolut atau “batal demi undang-undang”. Suatu tindakan batal absolut tidak menyebabkan suatu akibat.  Pembatalan suatu perikatan (vernictiging der verbintennisen)  menyebabkan suatu akibat yang dapat dibatalkan atas permintaan suatu pihak.   Perbedaan dari kebatalan dan pembatalan perikatan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)         Suatu perikatan yang batal absolut tidak dapat dikuatkan (bekrachtiged) sedangkan perikatan yang batal relatif dapat dibatalkan;
b)         Suatu tindakan yang batal absolut tidak menjadi suatu alasan atau dasar (titel) untuk memperoleh kedaluarsa, sedangkan tindakan yang batal relatif dapat memperoleh kedaluarsa;
c)         Hakim karena jabatannya tidak memperhatikan tindakan yang batal demi undang-undang, ia hanya memperhatikan kebatalan relatif apabila ada suatu pihak yang mengajukan permintaan untuk itu[13].
Asas kebebasan berkontrak tidak dapat diartikan sebagai bebas mutlak, dapat dijadikan alasan pembatalan selanjutnya. Ketentuan dalam KUHPerdata, ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUHPerdata tersebut terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.
Pasal 1320 KUHPerdata juga menentukan bahwa perjanjian tidak sah apabila dibuat tidak memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian dibatasi undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Kemudian diperjelas lagi dalam Pasal 1320 ayat jo.1337 KUHPerdata yang menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang dilarang oleh undang-undang .
Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian melalui Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad tidak baik mempunyai akibat hukum perjanjian tertentu tersebut dapat dibatalkan. Pihak pertama dan pihak kedua seharusnya menyadari bahwa perjanjian tertentu yang mereka buat tersebut cacat hukum, karena kedua belah pihak menyadari bahwa perjenjian tertentu tersebut tidak mendapat pengakuan di muka hukum.
Penyalahgunaan kesempatan atau keadaan ini dapat dikategorikan cacat hukum dalam menentukan kehendaknya untuk memberikan persetujuan. Hal ini merupakan alasan untuk menyatakan batal atau membatalkan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam Undang-undang melainkan merupakan suatu konstruksi yang dapat dikembangkan melalui Yurisprudensi. Konstruksi penyalahgunaan kesempatan/keadaan ini merupakan atau dianggap sebagai faktor yang membatasi atau yang mengganggu adanya kehendak yang bebas untuk menentukan persetujuan antara kedua belah pihak. Dengan demikian maka jelaslah bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti yang tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggungjawab para pihak, dan dibatasi oleh kewenangan hakim untuk menilai isi dari setiap kontrak/perjanjian.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Kekuatan hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang membuat adalah sah secara hukum dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sebagaimana dimaksud pasal 1338 (1) KUHPerdata, akan tetapi Perjanjian tersebut memiliki kelemahan, karena nama pihak kedua tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas sehingga, apabila Pihak Kesatu melakukan wansprestasi kekuatan pembuktian yang dimiliki pihak kedua tidak sempurna, pada akhirnya Pihak Kedua yang dirugikan.
2.        Akibat hukum atas perjanjian yang dibuat di luar akta pendirian Perseroan Terbatas bagi para pihak yang  membuat  adalah batal demi hukum, karena bertentangan dengan ketentuan : Pasal 7 ayat (2) jo Pasal 8 ayat (1) jo Pasal 12 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (3) UUPT, yaitu nama pihak kedua selaku pemegang saham perseroan tidak tercantum dalam akta pendirian Perseroan Terbatas.
A.      Saran-Saran
B.       Agar perjanjian yang dibuat mempunyai kekuatan hukum sebaiknya kesepakatan perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta autentik oleh pejabat yang berwenang agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sempurna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1.        Apabila para pihak ingin mendirikan Perseroan Terbatas, sebaiknya para pihak tersebut sebagai pendiri perseroan mencantumkan namanya dalam akta pendirian Perseroan Terbatas agar para pihak tersebut sah sebagai pemegang saham perseroan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru, Sakka Pati, Hukum Perikatan, Penjelasan makna Pasal 1233 Sampai Pasal 1456 BW, Jakarta, Radja Grafindo, 2008.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Burhanudin Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Jakarta, Hi-Fest Publishing, 2009.
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Penerbit Alumni, 1994.
P.N.H. Simanjubtak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan, 2009.
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak  Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2003.
Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-Serbi  Praktek Notaris, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Jakarta, Visimedia, 007.
Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU RI No. 40 Th. 2007) dilengkapi Peraturan pemerintah, Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2007. 




            [1]. Abuyazid  Bustomi, SH.,MH,  Dosen  Fakultas  Hukum  Universitas  Palembang.
[2] Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hlm.15.
[3] Salim H.S, Ibid.,hlm. 24
[4] Ahmadi Miru, Sakka Pati.,  Hukum, Perjanjian, Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 KUHPerdata, Jakarta, Radja Grafindo, 2008.,hlm.115 – 116.
[5]. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 42.
           
[6] Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Penerbit Alumni, 1994, hlm. 3.
[7] Burhanudin Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Jakarta, Hi-Fest Publishing, 2009, hlm. 9.
[8] P.N.H. Simanjuntak., Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2009, hlm. 334 - 335
[9] Tan Thong Kie,  Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Penerbit Ickhtiar Baru Van Hoeve, 2007, hlm. 411-412.
[10]Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 174.
[11] Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU RI No. 40 Th. 2007) dilengkapi Peraturan pemerintah, Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2007.
[12] P.N.H. Simanjuntak.,Op.cit.,hlm. 376.
[13] Tan Thong Kie., Op.cit. hlm. 432.