Kamis, 12 Januari 2017

UNDANG-UNDANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI SEBAGAI PERLINDUNGANHAK ASASI MANUSIA DI BIDANG EKONOMI



Oleh SUSI YANUARSI.SH.MH.[1]
Abstrak
Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang hak sasi manusia, memuat berbagai jenis hak asasi manusia dalam berbagai bidang seperti di bidang ekonomi yaitu hak atas kesejahteraan. Hak ksejahteraan dari setiap warga negara harus mendapat perlindungan dari negara dalam hal ini pemerintah. Untuk itu pemerinta mengeluarkan peraturan perundangundangan yang mengatur kebijakan ekonomi yang tujuannya adalah untuk melindungi dan msenjeaterahkan rakyat indonesia.
Kata kunci. Praktek Monopoli, Perlindungan HAM, Ekonmi,
A.    Latar belakang
Bahwa manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang maha Esa akan budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yng buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akan budi dan nuraninya itu maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping emiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atassemua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Penginkaran terhadap hak tersebut berarti menginkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah atau organisasi apap pun mengemban kewajiban untyk megakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tenpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalui menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan pandangan di atas, Pancsila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan yang maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni aspek individual (pribadi) dan aspek sosialitas (masyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun. Terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi.
Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang hak sasi manusia, memuat berbagai jenis hak asasi manusia dalam berbagai bidang seperti di bidang ekonomi yaitu hak atas kesejahteraan. Hak ksejahteraan dari setiap warga negara harus mendapat perlindungan dari negara dalam hal ini pemerintah. Untuk itu pemerinta mengeluarkan peraturan perundangundangan yang mengatur kebijakan ekonomi yang tujuannya adalah untuk melindungi dan msenjeaterahkan rakyat indonesia. Seperti undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

B.     Permasalahan
Dari uraian tersebut diatas maka dapat dirumuskan permasalahan bagaimana peran  undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dalam melindungi hak  asasi di bidang ekonomi warga negara indonesia dari praktik bisnis tidak sehat?

C.    Pembahasan
Undang-undang no. 5 tahun 1999 tentang Larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diberlakukan pada tanggal 5 Maret 2000, merupakan undang-undang yang lahir dari terjadinya krisi ekonomi indonesia pada tahun 1998. Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 tidak terlepas dari akibat buruknya sistem pengelolaan usaha, sehingga terjadinya pemusatan ekonomi dalam bentuk konglomerasi yang menyebabkan terjadinya praktik-praktik monopoli yang menyebabkan tidak berjalannya usaha secara sehat yang dampaknya berpengaruh terhadap sistem perekonomian nasional.
Terjadinya praktik monopoli tersebut tidak terleps dari kedekatan antara pelaku usaha dengan penguasa atau elit kekuasaan yang mendapat kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak pada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan kelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung semangat kewirausaaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing, sehingga banyak pengusaha yang bankrut atau pailit.
Memperhatikan kondisi perkembangan perekonomian negara indonesia, maka perlu menata kembali kegiatan usaha di indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh berkembang serta sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perseorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat.
Dalam kegiatan perkonomian, pelaku bisnis merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama dalam bentuk kebijakan. Pelaku bisnis selaku subyek hukum, kadangkala dapat memaksakan kehendak terhadap regulator atau pembuat kebijakan, jika pelaku bisnis tersebut telah berhasil menguasai perekonomian nasional suatu negara. Untuk itu, sadar atau tidak sadar kepentingan-kepentingan pengusaha tersebut akan tercermin atau terakomodasi dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Hal ini perlu dicermati, karena dapat menimbulkan ketidakadilan, sehingga timbul ketimpangan-ketimpangan dalam praktik bisnis. Untuk itu perlu regulasi yang berkeadlan agar tercipta bisnis yang fair.(Marwah M. Diah dan Joni Emrzon : 2003 :1
Untuk menciptakan bisnis yang sehat maka pemerintah membuat regulasi undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang persaigan usaha ini adalah undang-undang yang melarang perusahaan-perusahaan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang melemahkan kekuatan-kekuatan persaingan. Undang-undang melarang perusahaan-perusahaan mengambil keuntungan-keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan konsumen dan keefisiensian, dam pada akhirnya dengan membebankan perekonomian. Undang-undang persaingan usaha tidak sehat tidak hanya membantu konsumen, akan tetapi juga pelaku usaha kecil dan menengah yang berusaha untuk menjadi efisien dan tanggap terhadap para pelangganya. Oleh karena itu, peraturan tentang persaingan usaa dan bukan pengusaan dan pengendalian oleh pemerintah, yang menjadikan pasar lebih transparan dan peluang pasar lebih terbuka. Kondisi ini yang perlu diciptakan dapat membentu perkembangan bisnis di indonesia, untuk itu dengan terbitkanya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 diharapkan akan ada perbaikan kondisi bisnis di indonesia saat ini.
Undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berazaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Azas kepentingan umum ini adalah salah satu bentuk dari Hak asasi manusia dibidang ekonomi, dimana masyaraat umum ingin adanya perlindungan hukum dari pelaku usaha yang bisa saja melakukan perbuatan curang seperti praktik Monopoli. Yang menguasai produksi atau pemasaran barang atau jasa. Praktik monopoli yang terjadinya dengan pemusatan kekuatan  ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pamasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang dapat merugikan kepentingan masyarakat umum.
Undang-undang laparngan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagai bentuk upaya dari perlindugan hak asasi manusia dibidang ekonomi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat umum dari praktik-praktik bisnis curang yang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum. Dengan adanya undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaa tidak sehat, maka hak asasi masyarakat dibidang ekonomi terjamin dari pemusatan ekonomi.
Undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dibuat oleh pemerinta dengan tujuan adalah untuk:
a.         Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningaktkan kesejahteraan rakyat.
b.        Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melali pengaturan persaingan usaha yang tidak sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil.
c.         Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaa.
d.        Terciptaknya efetivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dengan berlakunya undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, diharapkan dapat merubah suasana atau kondisi bisnis di indonesia dan juga dapat diharapkan akan memberikan jaminan kepastian hukum untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upata peningkatan kesejaahteraan umum serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa UUD 1945.
Undang-undang dasar 1945 sebagai asas hukum yang bersifat material yang memuat hak ekonomi sebagaimana dimuat di dalam pasal 27 ayat (2) dan pengertian kekeluargaan dalam sistem perekonmian dalam pasal 33 ayat (1) yang dapat kita tafsirkan bersama sebagai pemberi kesempatan kepada seluruh lapisan masyarakat berhak untuk berusaha. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang dasar 1945 menyatakan: “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dan dalam ayat (3) dinyatakan bahwa: Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Menurut penjelasan pasal 33 UUD 1945, dengan alasan karena perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Dalam  demokrasi ekonomi dihindarkan persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli yang merugikan dan bertentangan dengan konsep keadilan.
Dengan adanya undang-undang larangan praktik monopoli diharapkan terwujudnya struktur ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 Undang-undang dasar 1945. Dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: ekonomi diatur dengan kerja sama berdasarkan prinsip gotong royong. Pemikiran mengenai demokrasi eonomi, yang dimasukan ke dalam pasal 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Ciri khas demokrasi ekonomi adalah diwujudkan oleh semua anggoa masyarakat, dan haus mengabdi kepada kesejahteraan seluruh rakyat.
Prinsip-prinsip dasar tersebut tercermin dalam pasal 2. Hal mana disetujui secara umum bahwa negara harus menciptakan peraturan persaingan usaha untuk mencapai tujuan demokrasi ekonomi. Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan  praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat tidak bertujuan semata-mata melindungi persaingan usaha demi kepentingan persaingan itu sendiri. Oleh karena itu, ketentuan pasal 3 tidak hanya terbatas kepada tujuan utama perundang-undangan anta monopoli, yaitu sistem persaingan usaha yang bebas dan adil, di mana terdapat kepastian kesempatan berusaha yang sam bagi semua pelaku usaha, dan tidak adanya perjanjian atau penggabungan usaha yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan kekuatan ekonomi, sehingga bagi semua pelaku usaha terdapat ruang gerak yang luas dalam melakukan kegiatan ekonomi. Selain itu pasal 3 menyebutkan tujuan sekunder perundang-undangan anti monopoli yang ingin dicapai sistem persaingan usaha yang bebas dan adil, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan suatu sistem ekonomi yang efisien, sehingga konsekuensi terakhir tjuan kebijakan ekonomi, yaitu penyediaan barang dan jasa konsuemn secara optimal dapat dilaksanakan.
Menurut konsepsi persaingan usaha yang modern, hal tersebut dapat dicapat dai proses persaingan melalui memaksa alokasi faktor secara ekonomis, sehingga terwujudlah penggunaan paling efisien sumber daya yang terbatas, penyesuaian kapasitas produksi dengan perubaan metode produksi dan struktur permintaan, serta orentasi penyedaan barang dan jasa kepada kepentingan konsumen (fungsi kontrol persaingan usaha). Dengan menjamin pertumbuhan ekonomi yang optimal, kemajuan tekonologi dan tingkat harga yang stabil (fungsi pendorong persaingan usaha), serta menyalurkan dengan distribusi pendapat menurut kinerja pasar melalui kompensasi berdasarkan produktivitas marginal (fungsi distribusi). (Suyud Margono : 2009 : 29
Pembangunan dan perkembangan perekonomian di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi badan dan/atau jasa yang dapat dkikonsumsi. Ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi kiranya memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/ atau jasa. Akibat barang dan jasa yang dkeluarkan oleh pelaku usaha dalam persaingan usaha yang sehat  yang bervariasi baik produksi luar negari maupun produksi dalam negeri. Kondisi seperti ini di satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenui serta semakin terbuka lebar, karena adnya kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen, tetapi di sisi lain, dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah, yang menjadi objek aktvitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sbesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang merugikan konsumen. Untuk itu perlu dipahami hak dan kewajiban antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang laparangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak semata-mata melindungi kepentingan dari para pelaku usaha saja. Tetapi yang lebih penting bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap konsumen sebagai objek dari pelaku usaha. Untuk itu ada hak-hak konsumen yang diatur secara komprehensif di dalam undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di dalam pasal  4 disebutkan hak-hak konsumen adalah sebagai berikut:
a.         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa
b.        Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
c.         Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
d.        Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/aau jasa yang digunakan
e.         Ha untuk mendapatkan alokasi.perlindungan dan upaya penyelesaiakan sengketa perlindungan konsumen secara patut
f.         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen,
g.        Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
h.        Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mstinya.
i.          Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 undang-undang Perlindungan Konsumen lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy di depan kongres pada tanggal 15 maret 1962 yang terdiri atas:[2] (Ahmadi Miru Dan Sutarman
a.         Hak memperoleh keamanan
b.        Hak memilih
c.         Hak mendapat informasi
d.        Hal untuk didengar
Keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi hak-hak asasi manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masing-masing pasal 3, 8, 19, 21 dan pasal 26 yang oleh organisasi konsumen sedunia (international Organization of Xonsumers Union IOCU) ditambahkan empat hak dasar kosnsumen lainnya, yaitu:[3]
a.         Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
b.        Hak untuk memperoleh ganti rugi
c.         Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
d.        Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Dari sekian banyak hak-hak konsumen yang diatur didalam undang-undang Perlindungan Konsumen, secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar yaitu:[4]
1.        Hak yang yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian persoal maupun kerugian harta kekayaan
2.        Hak untuk memperoleh barang dan/ atau jasa dengan harga yang wajar
3.        Hak untuk memperole penyelesaian yang ptatut terhadap permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan beberapa hakkonsumen sebagaimana diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, maka hal tersebut sangat esensial bagi konsumen, sehingga dapat dijadikan/merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di indonesia.
Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenui baik oleh pemerintah maupun oleh pelaku usaha atau produsen, karena pemenuhan hak-hak konsumen tersebut merupakan hak dari setiap warga negara untuk mendapat perlindungan di bidang ekonomi dalam kaitannya dengan persaingan usaha yang sehat. Dengan adanya persaingan usaa yang sehat, maka akan semakin terjaminnya kepastian terhadap perlindungan masyarakat (konsumen) terhadap produk yang diasilkan ol  eh produen (pelaku usaha). Dengan demikian undang-undang larangan praktik monopoli adalah undang-undang yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pera pelaku usaha sendiri dan melindungi kepentingan masyarakat umum dari praktik-praktik bisnis curang yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Sehingga dapat meningkatka kesejahteraan rakyat.
D.    Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang laparangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah untuk melindungi hak asasi warga negara dari praktik-praktik bisnis yang tidak sehat seperti praktik monopoli, oligopili, kartel dan sebagainya yang berdampak  merugikan masyarakat dan disamping itu juga undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak semata-mata melindungi kepentingan dari  masyarakat atau konsumen tetapi juga melindungi para pelaku usaha juga. Tetapi yang lebih penting bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap konsumen sebagai objek dari pelaku usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2007,
Marwah M. Diah dan Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Persaingan Bisnis indonesia (perjanjian yang dilarang, perbuatan Bisnis yang dilarang, dan posisi dominan yang dilarang, kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya, Unsri, 2003Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, jakarta, 2009,
Undang-Undang dasar 1945
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia



[1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Palembang
[2] Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2007, hlmn, 38-39
[3] Ibid, hlm, 39
[4] Ibid, hlm, 46-47

Rabu, 11 Januari 2017

HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI BAGIAN DARI HAK ASASI MANUSIA



Oleh Abuyazid  Bustomi
Dosen  Fakultas  Hukum  Universitas  Palembang
 Abuyazid.bustomi13.ab@gmail.com
Abstract
The legal relationship of the Indonesian nation with the land is a relationship has, because it is timeless which is a reflection of the human rights that are natural, for the grace of Almighty God, to follow and inherent to the dignity of the nation, as well as there must be in accordance with human presence in the state and nation. In this regard, the legal relationship between each individual has a relationship with the ground is civil law relationships, which is natural for the basic needs for the purposes of human life. Therefore individuals consisting of individuals and private legal entities have the same rights to land. However, type, depending on the designation of their rights in development planning. Property Rights to Land for Indonesian citizens proved to be a real part of the implementation and protection of human rights that are natural, universal and lasting, which should be protected, respected, preserved and should not be ignored, reduced or taken away by anyone. And this means any person or government assumed the obligation to recognize and respect human rights. The ownership of the land is considered as a part of human rights, because the rights belong to the most important or in the narrow sense the same as the title for the land. The concept of ownership of private property rights that have meant something other people have an obligation to not rob him. and the state has a duty to melindungginya. And every person is entitled to have private property rights and property rights must not be taken over arbitrarily by anyone, and this is the rationale of property rights, especially property rights to land as a reflection of human rights.
Keyword: Property Rights to Land's rights is part manuasia

Abstrak
            Hubungan hukum bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan memiliki, karena bersifat abadi yang merupakan refleksi dari HAM yang bersifat kodrati, atas karunia Tuhan yang Maha Esa, mengikuti dan melekat dalam harkat dan martabat bangsa, serta harus ada sesuai dengan keberadaan manusia dalam berbangsa  dan bernegara.  Dalam kaitan tersebut, hubungan hukum antara masing-masing individu dengan tanah adalah hubungan memiliki  hubungan hukum perdata, yang bersifat kodrati untuk kebutuhan dasar bagi keperluan kehidupan manusia. Oleh  karena itu individu yang terdiri dari perorangan dan badan hukum privat mempunyai hak yang sama  atas tanah. Akan tetapi, jenis, jenis haknya tergantung kepada peruntukkan dalam perencanaan pembangunan. Hak Milik Atas Tanah bagi Warga Negara Indonesia ternyata merupakan bagian yang nyata dari pelaksanaan dan perlindungan dari Hak Asasi Manusia yang bersifat kodrati, universal dan langgeng, yang harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Dan ini berarti setiap orang dan atau pemerintah mengemban kewajiban untuk mengakui dan menghormati hak asasi manusia.       Hak milik atas tanah dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia, dikarenakan hak milik yang terpenting atau dalam pengertian sempit sama dengan hak milik atas tanah. Konsep pemilikan dari hak milik perorangan bahwa  memiliki sesuatu berarti orang lain mempunyai kewajiban untuk tidak merampas dari padanya. dan negara mempunyai kewajiban untuk melindungginya. Dan setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, dan  ini merupakan landasan pemikiran hak milik khususnya hak milik atas tanah sebagai refleksi dari hak asasi manusia.

Kata Kunci : Hak Milik Atas Tanah merupakan Bagian Hak azazi Manuasia




I. PENDAHULUAN
A. Latar  Belakang
            Pancasila, UUD 45 dan UUPA sebagai dasar negara, konstitusi dan landasan hukum menuntut agar politik, arah dan kebijakan serta pengelolaan pertanahan mampu memberikan kontribusi nyata dalam proses mewujudkan keadilan sosial dan sebesar-besar kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai luhur bangsa ini mensyaratkan dipenuhinya hak rakyat untuk dapat mengakses berbagai sumber kemakmuran, utamanya tanah. Terbukanya akses rakyat kepada tanah dan kuatnya hak rakyat atas tanah, akan memberikan kesempatan luas bagi rakyat untuk memperbaiki sendiri kesejahteraan sosial-ekonominya: hak-hak dasarnya terpenuhi, martabat sosialnya meningkat, rasa keadilannya tercukupi, dan dengan demikian harmoni sosial pun akan tercipta. Terwujudnya kesemuanya ini akan menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
            Dalam kehidupan manusia, tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat, sehingga sering terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan kaedah – kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.
            Dalam UUPA, terdapat tiga subyek hukum pemegang hak atas tanah, yang sekaligus menunjukkan tiga bentuk hubungan hukum antara tanah dengan pemegang hak, yaitu bentuk hubungan hukum yang melahirkan hak bangsa (bersifat hubungan hukum publik), bentuk hubungan hukum yang melahirkan hak bernegara (bersifat hubungan hukum publik/administrasi) dan hubungan hukum yang melahirkan hak individu (perorangan dan badan hukum) yang bersifat hubungan hukum privat.[1]
            Hubungan hukum bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan memiliki, karena bersifat abadi yang merupakan refleksi dari HAM yang bersifat kodrati, karunia Tuhan yang Maha Esa, mengikuti dan melekat dalam harkat dan martabat bangsa, serta harus ada sesuai dengan keberadaan manusia dalam berbangsa  dan bernegara. Hak bangsa atas tanah tersebut seharusnya mendapat pengaturan dalam UUD 1945, karena hak fundamental bangsa merupakan salah satu materi muatan konstusi sebagaimana ketentuan dalam hukum konstitusi. Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagia hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Hal ini menjadi penting, mengigat proses normatif dari aturan dasar hingga aturan pelaksanaan UUPA.
            Hubungan hukum  antara tanah dengan negara adalah hubungan menguasai, hubungan ini nerlaku keluar dan ke dalam wilayah Republik Indonesia. Hubungan ke Luar, disebut konsep hubungan hukum dalam perlindungan hukum terhadap kedaulatan wilayah Republik Indonesia. Sedangkan ke dalam, disebut konsep hubungan hukum dalam perlindungan hak-hak individu atas tanah dan konsep hubungan hukum administratif (pemerintah mempunyai kewenangan mengatur, mengurus dan mengawasi hak-hak atas tanah milik individu bangsa Inonesia).[2] 
            Dalam praktek pengelolaan pertanahan selama ini hak negara mempunyai kedudukan tertinggi dan mendapatkan pengaturan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Hal ini menimbulkan kedudukan yang tidak seimbang dengan pengaturan hak-hak individu bangsa Indonesia dalam pasal 1 ayat (2) UUPA.  Sehingga dalam  proses hak-hak individu selalu terdesak oleh hak-hak atas tanah yang dikuasai oleh negara, seperti dalam pasal 21 Keppres 55 tahun 1993, yang menyatakan bahwa pemegang hak milik atas tanah tidak dapat mempertahankan haknya apabila di atas tanahnya akan dijadikan proyek pembangunan untuk kepentingan pembangunan bagi kepentingan umum.
            Hubungan hukum antara individu dengan tanah adalah hubungan memiliki (bersifat hubungan hukum perdata), oleh  karena itu individu yang terdiri dari perorangan dan badan hukum privat dapat mempunyai hak milik atas tanah. Akan tetapi, jenis, jenis haknya tergantung kepada peruntukkan dalam perencanaan pembangunan.  
B. Permasalahan
           Bertitik tolak dari penjelasan tersebut diatas, maka kita dapat melihat bagaimana Fungsi Tanah  bagi setiap kepentingan  privat setiap manusisa yang bersifat kodrati yang bersandarkan dan bersumber dalam hubungan hak privat setiap individu manusia dengan Hak  Asasi  Manusia secara universal, hal ini sepatutnya mendapat pengaturan dan perlindungan hukum secara tegas.  
            Keadaan yang seperti ini adalah hal yang diperlukan untuk memberikan  ketenangan setiap warga manusia sebagai warga negara dalam berbangsa dan bernegara, yang pada gilirannya munculkan pertanyaan  antara lain adalah ; Bagaimana Implementasi  dari Hak Milik Atas Tanah  Dalam Perwujutannya Sebagai Bagian Dari  Hak Asasi  Manusia ?
C.  Tujuan Penelitian  
            Selain berusaha untuk pengembangkan substansi bidang ilmu, tujuan penelitian dan penulisan  ini adalah  ; Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan atau Implementasi mengenai  Hak Milik  Atas Tanah  Sebagai Bagian dari Perwujutan  Hak Asasi Manusia  yang merupakan hak universal, yang secara kodrati dimiliki oleh individu secara inheren serta tidak dapat dikurangi atau dicabut, kecuali atas kuasa undang-undang.
 D.  Manfaat  Penelitian 
            Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat, baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan (teoritis) maupun kepentingan praktis dalam bidang  Pertanahan, antara lain sebagai berikut :

      1.   Kegunaan Teoritis, memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan tentang        Kedudukan dan Implementasi  Hak Milik Atas Tanah Sebagai  Bagian  Dari  Hak     Asasi Manusia.           

      2.   Kegunaan Praktis, hasil penlitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan          sekaligus memberikan cakrawala bagi pihak-pihak yang terkait dan mempunyai      kewenangan dalam pengaturan terhadap hak-hak atas tanah dan perlindungan hak-  hak tersebut   khususnya aparatur pemerintah  dan Badan Pertanahan  Nasional     

E.     Metode Penelitian

1.      Jenis Penelitian  dan  Bahan  Hukum
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (normative-legal research). Penelitian normatif dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan hukum berupa teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. Bahan hukum penelitian menggunakan satu macam data, yaitu data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Bahan Hukum Primer yang meliputi peraturan perundang-undangan seperti
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999  Tentang Hak Asasi  Manusia.
Undang-Undang Nomor 5 tahaun 1960  tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok  Agraria
b.      Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan bahan hukum primer, berupa buku-buku, literatur hasil karya ilmiah sarjana dan hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.
c.       Bahan hukum tersier bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari majalah, jurnal hukum dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penulisan ini.
2.       Analisis Bahan Hukum
Pengumpulan dan analisa bahan hukum yang digunakan, yaitu studi Kepustakaan yang berupa asas-asas, teori-teori hukum, konsep-konsep, doktrin, serta kaidah hukum yang diperoleh. baik dari bahan hukum primer maupun dari bahan hukum sekunder dan tersier. Dalam kegiatan studi kepustakaan, dilakukan melalui serangkaian kegiatan membaca, mencatat, mengutip dan menyusun secara sistematis ataupun melakukan pengelompokan bahan hukum baik peraturan perundang-undangan, doktrin maupun informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Dan analisis bahan hukum tersebut dilakukan penarikan kesimpulan dan selanjutnya dari beberapa kesimpulan tersebut akan diajukan saran-saran.
II.  Pembahasan
A. Tinjuan  Umum  Tentang  Hak  Milik Atas Tanah Bagi Bangsa
            Hak dasar manusia yang lahir dari pergaulan hidup adalah hak yang menyertai hak-hak dasar manusia dan merupakan pendukung hak-hak dasar yang merupakan satu kesatuan untuk memenuhi kehidupan dasar secara layak dan bermartabat, seperti hak-hak kesejahteraan cara hukum, hak-hak dasar manusia tersebut dilegitimasi menjadi hak asasi manusia yang berlaku secara universal, sebagaimana yang diatur juga dalam UU No. 39 Tahun 1999. Dalam pasal 1 ayat (1):
            Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan            keberadaan manusia sebagai mkhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan        anugrah-Nya yang wajib dihormati, diujung tinggi dan dilindungi oleh Negara,          hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan   harkat             manusia. 
            Dalam hukum agraria, hak milik bangsa dimaknai sebagai hak untuk memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hak atas tanah bagi bangsa yang didasarkan kepada pemahaman hak milik bangsa atas tanah berdasarkan konsep perlindungan wilayah dalam pasal 1 ayat (2) uupa. Hak bangsa menurut Boedi Harsono adalah hak penguasaan yang tertinggi atas tanah bersama, bersifat abadi, merupakan hak induk dari hak lain atas tanah, dan mendapat pengaturan dalam pasal 1 UUPA.[3]
            A.P. Parlindungan menyebutkan sekurang-kurangnya terdapat delapan prinsip dasar dalam UUPA: unifikasi hukum, hak menguasai negara, fungsi sosial, pengakuan hukum adat sebagai landasan UUPA, persamaan derajat laki-perempuan dan antara sesama warga negara, landreform, perencanaan umum tata ruang dan nasionalitas.[4]                 Bangsa Indonesia terbentuk dari berbagai suku bangsa yang menyatu sebagai bangsa dalam tatanan hukum tanah nasional, hanya diberlakukan satu hukum yaitu UUPA. Hal ini dimaksudkan demi keadilan dalam menata tanah yang bersifat menyeluruh dan tidak persial, baik untuk memperoleh hak maupun untuk mendapatkan distribusi hak atas tanah secara benar dan adil.
            Hak penguasaan negara atas tanah merupakan pendelegasian bangsa kepada negara sebagai organisasi tertinggi, egara dalam tatanan tertinggi diberikan kewenangan untuk mengatur, mengurus dan mengawasi hak-hak atas tanah, baik hak privat maupun hak publik. Prinsip Sosial menegaskan bahwa hak privat dan publik atas tanah tidak mengandung sifat mutlak. Prinsip inilah yang membedakan konsep hak milik UUPA dengan konsep hak milik dalam KUHPerdata. Setiap penggunaan hak  atas tanah, harus diusahakan oleh pemiliknya hingga bermanfaat bukan saja kepada dirinya, tetapi juga bagi orang lain sebagai sesama bangsa.
            Kesamaan derajat sesama warga negara dan antara laki-laki dan perempuan untuk memperoleh hak-hak atas tanah. Prinsip ini tidak membedakan antara warga asli dan turunan. Pembedaan terjadi apabila ia beda warga negara, sedangkan perlindungan hanya di tujukan kepada  suatu masyarakat ekonomi lemah untuk memperoleh hak atas tanah (pasal 4 ayat (1) Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001.
            Penataan, penguasaan, dan Pemilikan Tanah bertujuan untuk memperjelas peranan hak bangsa sebagai konsep hak bersama yang tertinggi, namun dalam pemanfaatannya perlu yuridiksi pembagian hak, inilah yang disebut dengan hak milik bagi bangsa Indonesia. Prinsip ini untuk menjaga keseimbangan proposional agar pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan tanah tidak terjadi keadaan yang menyebabkan ketimpangan.
            Penatagunaan tanah dimaknai sebagai penghormatan terhadap stabilitas dan kesinambungan lingkungan hidup dalam rangka pemanfaatan tanah, agar tidak terjadi pengusahaan yang berlebihan oleh pemegang hak. Substansi prinsip penatagunaan tanah adalah sinkronisasi antara peruntukan dan penggunaan tanah. Peruntukan tanah diartikan sebagai pengalokasian penggunaan tanah secara teoritik, yang didasari teknik kemampuan tanah. Sedangkan, penggunaan tanah adalah pemakaian lahan yang belum tentu sesuai dengan peruntukan, tetapi didasari data fisik yang ada dilapangan.         
            Prinsip Nasionalitas bertujuan memperjelas eksistensi bangsa sebagai warga negara, hanya warga negara yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah, yang bukan warga negara tidak dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah. Prinsip ini mempertegas subyek hak terhadap hak milik atas tanah tanah bagi bangsa Indonesia, yang memenuhi syarat memperoleh hak atas tanah. Prinsip ini mengakomodasi prinsip hak bangsa Indonesia atas tanah sebagai refleksi dari Hak Asasi Manusia.
            Hak milik bangsa atas tanah merupakan keseluruhan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalam negara Indonesia adalah hak milik bangsa Indonesia yang mengakui kepemilikan perorangan, masyarakat hukum (ulayat), badan hukum privat dan badan hukum publik (pemerintah), yang kesemua ini disebut konsep hak milik atas tanah bangsa Indonesia dan hak milik bangsa Indonesia atas tanah dalam konsep perlindungan wilayah seperti disebutkan. Dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) UUPA jo Pasal 4 ayat (a) Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001. Dan apabila kedudukan hak bangsa atas tanah merupakan kedudukan tertinggi dan merupakan induk dari hak-hak yang ada dalam hukum tanah nasional sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 UUPA.[5]
B. Hak Milik Privat Atas Tanah
            Logika dasar pemikiran hak milik pribadi menjadi salah satu unsur hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup dan kebebasan, merupakan hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup dan kebebasan, merupakan hak asasi yang harus ada dalam diri setiap manusia selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi terhormat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, kemutlakan hak milik atas tanah dalam hukum perdata, dapat dilihat dari kelima ciri berikut ; hak menikmati secara leluasa, hak menguasai terkuat, tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak mengganggu hak orang lain dan dapat dicabut untuk kepentingan umum dengan ganti rugi.[6]
            Dalam hukum tanah makna dan hakikat hak milik atas tanah adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan menggigat fungsi sosial. Sehingga hubungan hak milik atas tanah dengan hak asasi manusia merupakan hubungan hak asasi manusia yang lahir dari pergaulan dan merupakan hubungan hak kodrati, karena prinsip hubungan antara hak milik dengan hak asasi manusia menjadi dasar pengembangan sistem hukum tanah.[7]
            Dari makna dan hakikat hak milik atas tanah yang dilandasi hubungan hak milik atas tanah tersebut merupakan hak yang lahir secara kodrati, sedangkan hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia merupakan refleksi dari dari hak asasi manusia yang lahir dari pergaulan. Sesuai dengan paham kebangsaan yang berdasarkan Pancasila yang mengakomodasikan semua paham yang ada di dunia. Dalam praktek dan sejalan dengan perkembangan hak-hak atas tanah mengarah kepada konsep liberalistik yang didukung oleh konsep hak milik yang diatur dalam UUPA, yang tidak mampu menemukan sandarannya kepada konsepsi hak milik atas tanah bangsa Inonesia. Dalam praktek selalu didasarkan kepada konsep hak menguasai negara yang dianggap negara memiliki sepenuhnya hak atas tanah.
            Dalam hal hak milik atas tanah, lembaga konversi mempunyai peranan yang amat penting dalam proses terjadinya hak milik melalui pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak pribadi atas tanah terdahulu sebagai wujud dari hak milik bangsa. Lembaga konversi yang diatur dalam ketetntuan UUPA merupakan akses terhadap keberadaan hak milik pribadi atas tanah sebagai bagian dari hak asasi manusia yang kodrati dan hak milik bangsa yang lahir dari pergaulan hidup bermasyarakat dan berbangsa.[8]       
            Terjadinya hak milik atas tanah merupakan dasar timbulnya hubungan hukum antara subyek/pemegang hak dengan tanah sebagai obyek hak. Pada dasarnya hak milik dapat terjadi secara original dan derivatif yang mengandung unsur, ciri dan sifat masing-masing. Secara original hak milik terjadi berdasarkan hukum adat, sedangkan secara derivatif ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.[9]                   
C. Hak  Milik  Publik  Atas  Tanah
            Hak milik publik, khususnya hak milik publik atas tanah lahir karena negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan setiap warga negaranya yang merupakan wujud konkrit dai konsep negara kesejahteraan. Dengan demikian, pemerintahan dapat bertindak atas nama negara sebagai tindakan hukum publik dan dapat pula melakukan perbuatan berdasakan hukum perdata, untuk memenuhi kepentingan masyarakat banyak. Dalam doktrin subyek hukum bahwa negara mempunyai sifat khusus sebagai subyek hukum bahwa negara mempunyai sifat khusus sebagai subyek hukum dibandingkan dengan subyek hukum lainnya, seperti perorangan dan badan hukum privat.[10]
            Hal ini dapat dikarenakan negara sebagai subyek hukum publik mempunyai hak yang melebihi subyek hukum lainnya seperti negara membuat dan memutus hukum naik di bidang hukum publik maupun privat. Penggunaan tanah untuk kepentingan publik tidak mengharuskan tanah dimiliki oleh negara.
            Dalam praktek pengelolaan hukum pertanahan setelah berlakunya UUPA, dibedakan tiga konsep hak atas tanah yang didasarkan kepada tiga jenis subyek hukum, yaitu; Konsep hak atas tanah milik individu (perorangan), Konsep hak atas tanah milik pada hukum privat (badan Hukum perdata) dan  Konsep hak atas tanah milik publik (Instansi pemerintah). Hak milik publik dapat diartikan sebagai bagian hak milik bangsa Indonesia yang kepunyaan, peruntukan dan penggunaannya ditujukan kepada kepentingan bersama bangsa dan pengelolaannya ditangan negara.
D. Implementasi  Hak Milik Atas Tanah Sebagai Bagian Hak Asasi Manusia
            Tanah adalah aset bangsa Indonesia yang merupakan modal dasar pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur. Landasan pemikiran lahirnya konsepsi hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia merupakan manifestasi dari sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang diwujudkan dalam hak milik privat dan hak milik publik, negara pada tatanan  tertinggi diberikan kewenangan mengatur, mengurus, dan mengendalikannya dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur material dan spritual.
            Oleh karena itu, pemanfaatan tanah haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, dan kebijakan pertanahan didasarkan kepada upaya konsisten untuk menjalankan amat pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.[11]
            Untuk dapat hidup dan berkembang serta mempertahankan kehidupan, seseorang harus mempunyai hak milik dan dijamin oleh negara. Dan setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
            Hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia adalah hak yang lahir dari interaksi pergaulan masyarakat bangsa yang merupakan refleksi dari hak asasi manusia yang kodrati, sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, yang harus ada dan melekat dalam harkat dan mertabat sebagai manusia, yang harus dihormati dan dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang. Oleh sebab itu hak milik atas tanah bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari hak milik privat dengan hak milik publik atas tanah bangsa Indonesia dalam pelaksanaannya harus dijaga agar tetap ada dan dalam konsep keseimbangan antara perlindungan, jaminan  dan untuk pembanguan serta kepentingan yang  harus dijadikan sebagai dasar pengembangan hukum tanah nasional yang dinamis.
            Terhadap hak atas tanah ulayat masyarakat hukum adat dihormati dan dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman dan tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat, dan pengingkaran terhadap hak ulayat merupakan pelanggaran hak asasi manusia.[12] Dan terhadap hak adat yang secara nyata masih berlaku bdan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan peraturan perundang-undangan.
             Hak milik, khususnya hak milik atas tanah sebagai bagian dari hak asasi manusia berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dasar untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial. Dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar akan tanah, perlu adanya suatu pembatasan hak milik atas tanah, untuk mendapatkan sesuatu hanya sebanyak yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau norang lain. Sejauh tidak menghalangi kepentingan orang lain dalam mendapatkan sesuatu demi kebutuhan hidupnya.[13]  Artinya batas yang diperlukan dan standar hidup secara layak bagi kehidupan sosial.
            Tanah merupakan faktor utama pendukung kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga konsep hak kepemilikan menentukan susunan kehidupan dalam suatu negara.[14]  Dalam teori John Locke (1632-1704) hak milik dalam jumlah tak terbatas sebagai hak kodrati seorang pribadi, yang lebih awal dari pemerintah.  Hak milik pribadi secara khusus sebagai pemilik tanah dan secara umum mencakup unsur hak asasi manusia yang terdiri dari hak hidup, hak kebebasan jasmani dan hak milik pribadi. Dengan demikian hak milik atas tanah adalah bagian dari hak milik, sedangkan hak milik atas tanah bangsa merupakan refleksi dari hak asasi manusia.
            Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. Dan Negara  Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagia hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
            Penghormatan atas hak milik pribadi, didasarkan pada keadaan alamiah, manusia sudah mempunyai hak atas milik pribadi, apa yang dimiliki manusia berasal dari Tuhan, merupakan anugerah-Nya, yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Tuhan memberikan dunia ini untuk dikembangkan seproduktif mungkin, untuk itu manusia yang mau memenuhi kebutuhan hidupnya harus berjuang dengan meningkatkan usahanya. Dengan kata lain bahwa hak semua manusia adalah sama besarnya, sedangkan besar kecilnya milik yang dapat dicapai tergantung pada usaha setiap orang.
            Hak asasi manusia merupakan hak universal yang secara kodrati dan dimiliki oleh individu secara inheren serta tidak dapat dikurangi atau dicabut, kecuali atas kuasa undang-undang.  Dalam hal ini Sri Soemantri  Martosoewignjo, mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada jati diri manusia secara kodrati dan universal, berfungsi menjaga integritas kebedaannya, berkaitan dengan hak atas hidup dan kehidupan, keselamatan, keamanan, kemerdekaan, keadilan, kebersamaan dan  kesejahteraan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh diabaikan dan dirampas oleh siapapun.[15]
            Hak asasi manusia  dibedakan menjadi hak asasi yang kodrati sebagai anugrah Tuhan dan hak asasi yang lahir dari pergaulan sosial masyarakat, yang awalnya hak asasi manusisa hanya mencakup hak hidup, kebebasan dan kesamaan.[16] Adam Smith sebagai ahli ekonomi mendasarkan pemkirannya pada hukum kodrat berupa hak yang melekat pada manusia, yang berkaitan dengan aspek kerugian pribadi, nama baik dan hak milik, termasuk hak yang melekat pada seseorang sebagi anggota keluarga berkaitan dengan ketentuan harta bersama yang terikat karena perkawinan dan hak yang melekat pada seseorang sebagai warga negara dengan pemerintah.
            Hak milik adalah suatu kualifikasi pasif dari penguasaan tertinggi atas barang yang harus ada sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berkaitan dengan hal itu, John Locke sebagai penganut hukum kodrat, mengemukakan dua hal tentang keberadaan hak milik yaitu, manusia secara kodrati mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya dan untuk kelangsungan hidupnya, manusia diberkahi bumi dengan segala isinya untuk dimiliki secara bersama dan semua orang mempunyai hak yang sama untuk menggunakan sumber-sumber daya alam bagi kelangsungan hidupnya.[17]
            Amanat kodrati yang memerintahkan mempertahankan kehidupan pribadi yang merupakan legitimasi lahirnya hak milik perorangan, ditempatkan pada tempat pertama, tanpa mengabaikan perhatian terhadap kehidupan orang lain yang menjadi dasar tempat mempertahankan kehidupan bersama ditempatkan pada tempat berikutnya.
            UUPA tidak menempatkan kedudukan istimewa hak perorangan atas tanah di atas hak yang lain, akan tetapi menganut prinsip keseimbangan proporsional antara hak milik privat dan hak milik publik atas tanah. Logika dasar pemikiran hak milik menjadi salah satu unsur hak asasi manusia adalah hak untuk hidup dan kebebasan jasmaniah (hak asasi yang harus ada dalam diri setiap individu selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai yang lainnya).[18]  Dengan demikian hak milik atas tanah dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia, dikarenakan hak milik yang terpenting atau dalam pengertian sempit sama dengan hak milik atas tanah.
            Dasar konsep pemilikan dari hak milik perorangan bahwa  memiliki sesuatu berarti orang lain mempunyai kewajiban untuk tidak merampas dari padanya. Setiap orang mempunyai hak milik pribadi dan hak itu dimaksudkan untuk memperoleh sesuatu serta mempertahankan apa yang menjadi miliknya dan negara mempunyai kewajiban untuk melindungginya. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, dan  ini merupakan landasan pemikiran hak milik khususnya hak milik atas tanah sebagai refleksi dari hak asasi manusia.
III.  KESIMPULAN
            Hak asasi manusia  dibedakan menjadi hak asasi yang kodrati sebagai anugrah Tuhan dan hak asasi yang lahir dari pergaulan sosial masyarakat, yang awalnya hak asasi manusisa hanya mencakup hak hidup, kebebasan dan kesamaan. Adam Smith sebagai ahli ekonomi mendasarkan pemikirannya pada hukum kodrat berupa hak yang melekat pada manusia, yang berkaitan dengan aspek kerugian pribadi, nama baik dan hak milik, termasuk hak yang melekat pada seseorang sebagi anggota keluarga berkaitan dengan ketentuan harta bersama yang terikat karena perkawinan dan hak yang melekat pada seseorang sebagai warga negara dengan pemerintah.
            Hak milik atas tanah dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia, dikarenakan hak milik yang terpenting atau dalam pengertian sempit sama dengan hak milik atas tanah. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun
DAFTAR  PUSTAKA
Aslam Noor,  Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju,           Bandung, 2006,
A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996.
A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi,   Kanisius,Yogyakarta,        1997.
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewewnangan  Pemerintah di Bidang                 Pertanahan, Rajawali Pers,  Jakarta, 2008.
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungan Dengan Tap MPR RI. IX/MPR/2001, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta,                         2002.
Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil Problematik Filsafat Hukum,  Grassindo, Jakarta, 1999.
Darji  Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan bagaimana       Filsafat Hukum Indoneisa,  Grmedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Imam Soetiknjo.  Proses  Terjadinya UUPA,  Gadjah  Mada University  Press,       Yogyakarta, 1986.
Indoharto, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Perdata, Tanpa Penerbit,                 Jakarta, 1992.
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni,                              Bandung, 1997.
Muhammad  Bakri,  Hak Menguasai Tanah  Oleh  Negara,  Citra Medja, Cet 1,     Yogjakarta, 2007.
Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim,  Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran           Tinjauan Filsafat Hukum,  Ghalia Indonesia Jakarta, 1982.
Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaruan Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1978. 
Soejono dan Abdurrahman,  Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,  Rineka Cipta, Jakarta, 1998.
Sri Soemantri M, Peningkatan Perlindungan Hukum Melalui Hak Asasi Manusia,  Jurnal Ilmiah Untag No. 1, Januari 1995.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun  1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5  Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria.
Undang-Undang Republik  Indonesai, Nomor 39  Tahun 1999  Tentang  Hak  Asasi  Manusia.
           


                [1]. Indoharto, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Perdata, Tanpa Penerbit, Jakarta, 1992, hlm.35.
                [2]. Aslam Noor, SH.,CN, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2006, Hlm.288-289.
                [3]. Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional Dalam Hubungan Dengan Tap MPR RI. IX/MPR/2001, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2002 Hlm. 43.
                [4]. A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, Hlm.24-26.
                [5]. Boedi Harsono,  Opcit. Hlm.43.
                [6]. Mariam Darus Badrulzaman, Mencar€i Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1997. Hlm. 128.
                [7]. Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaruan Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1978. Hlm.58.
                [8]. Aslam Noor.  Konsep Hak Milik Atas Tanah. Mandar Maju, Bandung, 2006. Hlm.313.
                [9]. Imam Soetiknjo.  Proses  Terjadinya UUPA,  Gadjah  Mada University  Press, Yogyakarta, 1986. Hlm.45.
                [10]. Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban Yang Adil Problematik Filsafat Hukum,  Grassindo, Jakarta, 1999. Hlm. 144.
                [11]. Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewewnangan  Pemerintah di Bidang Pertanahan, Rajawali Pers,  Jakarta, 2008, Hlm.83.
                [12]. Muhammad  Bakri,  Hak Menguasai Tanah  Oleh  Negara,  Citra Medja, Yojakarta, 2007, Hlm.137-138.
                [13]. Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan halim,  Hak Milik Keadilan dan Kemakmuran Tinjauan Filsafat Hukum,  Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. Hlm.7.
                [14]. Soejono dan Abdurrahman,  Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,  Rineka Cipta, Jakarta, 1998, Hlm.1.
                [15]. Sri Soemantri Martosoewignjo, Peningkatan Perlindungan Hukum Melalui Hak Asasi Manusia,  Jurnal Ilmiah Untag No. 1, Januari 1995, Hlm 20.
                [16]. Darji  Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan bagaimana Filsafat Hukum Indoneisa,  Grmedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, Hlm.172.
                [17]. A. Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, Kanisius, Yogyakarta, 1997, Hlm.69-70.
                [18]. Prnadi Prbacaraka dan A. Ridwan Halim,  Opcit,  Hlm. 8.