Oleh Marsitiningsih
Fakultas Hukum
Universitas Palembang
e-mail: marsitiningsih61@gmail.com
Abstract
Globalization and free
trade supported by advances telecommunications and information technology have
expanded the space for the flow of transactions of goods and / or services
across borders borders of a country, so that the goods and services offered
vary both production overseas and domestic production. The legal protection is
protection will be the inherent dignity and the recognition of human rights
which are owned by the legal subject under the provisions of the law of the
authority or as a collection of laws or rules that can protect a thing from
another. In the era of globalization and free trade, many emerging a wide range
of goods and services that are marketed to consumers in the country, either
through promotion, advertising and deals directly. How legal protection for
consumers in Indonesia in the ASEAN free trade era (MEA)? ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP)
is a facility for consumers in the ASEAN region to make a complaint and claim
for damages on goods or services purchased. ACCP formed to add strength to the
consumer in ASEAN and in Indonesia in particular ACCP also support the path of
Law - Law Number 8 of 1999 on the protection of consumer rights. Thus,
Indonesian consumers do not need to worry about the goods and services coming
from other ASEAN countries in MEA era.
keywords: consumer protection
Abstrak
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas batas wilayah suatu Negara,
sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri
maupun produksi dalam negeri. Perlindungan hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau
sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal
dari hal lainnya. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang dan pelayanan jasa yang dipasarkan
kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan maupun penawaran
secara langsung. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia
dalam era perdagangan bebas ASEAN ( MEA ) ? ASEAN Committee on Consumer Protection
( ACCP ) adalah fasilitas bagi konsumen di kawasan ASEAN untuk menyampaikan
keluhan dan klaim atas kerugian atas barang atau jasa yang dibeli. ACCP
dibentuk untuk menambah kekuatan bagi konsumen di ASEAN dan di Indonesia
khususnya ACCP juga mendukung jalannya Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 atas
perlindungan hak konsumen. Dengan demikian, konsumen Indonesia tidak perlu
khawatir terhadap barang dan jasa yang
berasal dari Negara ASEAN lainnya dalam
era MEA.
Kata Kunci :
Perlindungan Konsumen
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan
nasional telah menghasilkan berbagai variasi dan / atau jasa yang dapat
dikonsumsi. Di samping itu , globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung
oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang
gerak arus transaksi barang dan / atau jasa melintasi batas batas wilayah suatu
Negara , sehingga barang dan / jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.(
Penjelasan Umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen ).
Kondisi yang demikian pada satu
pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar , kebebasan
untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan / atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
Di sisi lain, kondisi dan fenomena
tersebut di atas mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi
tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi
obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh
pelaku usaha melalui kiat promosi , cara penjualan, serta penerapan perjanjian
standar yang merugikan konsumen .
Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran
konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya
tingkat pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapatkan keuntungan
yang semaksimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung .
Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan
bebas, upaya mempertahankan pelanggan/konsumen , atau mempertahankan pasar atau
memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap
pelaku usaha, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan
yang makin kuat ini juga dapat memberikan dampak negative terhadap konsumen
pada umumnya.
Pada saat ini sasaran setiap Negara , setiap perusahaan (
setiap produsen ) adalah menuju pada pemasaran global. Orientasi pemasaran
global pada dasarnya dapat merubah berbagai
konsep , cara pandang dan cara pendekatan mengenai banyak hal termasuk segi
pemasaran. Hak konsumen yang diabaikan
oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini , banyak bermunculan berbagai macam produk
barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air , baik
melalui promosi, iklan maupun penawaran secara langsung.
Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) merupakan realisasi
pasar bebas di Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap bermula KTT
ASEAN di Singapura pada tahun 1992.[1]
Para pemimpin ASEAN telah mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA )
sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi regional ASEAN sebagai bentuk tindak
lanjut dari visi ASEAN 2020.[2]
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (
MEA ) atau Asean Economic Community ( AEC ) yang sudah berlangsung sejak
desember 2015, mengharuskan lembaga
Pemerintah maupun swasta dan
masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi pemberlakuan MEA , karena mau tidak
mau mereka akan menghadapi tantangan bisnis.
Dengan berlakunya MEA 2015 ini , tidak ada lagi dinding pembatas bagi
Pengusaha ASEAN yang tergabung dalam MEA untuk melakukan perdagangan di
Indonesia. Pengusaha ASEAN tersebut dapat menjual barang dan jasa serta
berinvestasi di Indonesia , sehingga hal tersebut merupakan kesempatan yang
harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh lembaga Pemerintah dan swasta
serta masyarakat Indonesia untuk menjalin kerjasama perdagangan dengan
pengusaha ASEAN yang lain.
B. Permasalahan
Permasalahan
yang dihadapi konsumen Indonesia saat ini , seperti juga yang dialami konsumen
di Negara – Negara berkembang lainnya , tidak hanya pada soal cara memilih barang tetapi jauh lebih komplek , yaitu kesadaran semua pihak , baik dari pengusaha , pemerintah maupun
konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen . Pelaku usaha
menyadari bahwa mereka harus menghargai
hak – hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas ,
aman dimakan / digunakan , mengikuti standar yang berlaku , serta harga yang
sesuai. Perlindungan hukum merupakan hal penting dalam menjaga keseimbangan
hubungan hukum antara produsen dengan konsumen , sehingga perlu adanya prinsip
– prinsip perlindungan hukum bagi konsumen yang dapat menjadi acuan dalam
memberikan perlindungan kepada konsumen. Dalam era berlakunya pasar bebas Asean
( MEA ) , bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen dan bagaimanakah sikap konsumen di Indonesia supaya tidak
dirugikan dengan adanya produk barang dan jasa yang beredar di pasaran ?.
II. PEMBAHASAN
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Sumatra
Selatan , Taufik Husni menghimbau kepada masyarakat untuk lebih
berhati- hati terkait setiap barang ataupun jasa yang beredar. Masyarakat harus
memperhatikan kualitas, sebab dewasa ini berbagai macam model bentuk dan desain mengikuti masa
kekinian. Hal itu baik pada produk barang atau jasa, produk konsumsi maupun
layanan.
Selain menghimbau masyarakat untuk bhati-hati terhadap
segala produk , ia juga menghimbau kepada pelaku usaha untuk tidak mengiming-imingi
calon konsumen tetapi berikan layanan dan produk yang berkualitas.[3]
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa tariff ekspor – impor atau
hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai
tidak adanya hambatan buatan(hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam
perdagangan antara individu-individu dan perusahaan – perusahaan yang berada di
Negara berbeda.[4] Dengan
berlakunya era MEA , maka persaingan usaha akan semakin ketat sehingga para
pelaku usaha harus mampu bersaing dengan sesame pelaku usaha dari Negara
anggota MEA lainnya .
Pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha ,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum nefara Republik
Indonesia , baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi ( Pasal 1 Angka 3
. UU . No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ) . Pada dasarnya para
pelaku usaha memproduksi produk yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok yaitu berupa barang dan jasa . Produk ialah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan ,
dimiliki , digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginandan
kebutuhan konsumen .
Menurut
Fandy Tjiptono produk diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu : [5]
a.
Barang yang
terpakai habis atau tidak tahan lama : adalah barang berwujud , biasanya habis
dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian normal kurang dari satu
tahun .
b.
Barang tahan lama
merupakan barang berwujud yang tidak bisa bertahan sesuai umur ekonomisnya.
Umumnya barang seperti ini membutuhkan jaminan / garansi tertentu dari
penjualnya.
Hukum pada
dasarnya merupakan pedoman berperilaku . Akan tetapi tidak berarti adanya
peraturan hukum telah selesai prosesnya . Karena perlindungan hukum dalam
tataran empiric akan dirasakan secara langsung dan nyata oleh konsumen . hukum
bukan hanya rumusan kata – kata dalam peraturan
, tetapi yang lebih penting adalah prakteknya.[6] Perlindungan hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak – hak asasi manusia yang
dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau
sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal
dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen , berarti hukum memberikan
perlindungan terhadap hak – hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya hak-hak tersebut.[7]
Perlindungan
hukum akan menjadi hak tiap warga Negara. Namun disisi lain dapat dirasakan
juga bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi Negara itu sendiri, oleh
karenanya Negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.
Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan
hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain
dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Sedangkan Philipus M. Harjon
mendefinisikan perlindungan hukum sebagai perlindungan akan harkat dan
martabata , serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh
subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan.[8]
Menurut
Philipus M. Harjon , sarana perlindungan hukum ada 2 ( dua ) macam yaitu :
1. Sarana perlindungan hukum Preventif .
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan
untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitive. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.
Perlindungan hukum preventif sangat
besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak
karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif , pemerintah terdorong
untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada
diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai
perlindungan hukum preventif,
2. Sarana Perlindungan hukum Represif.
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelasaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan
Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber
dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia ,
karena menurut sejarah dari barat , lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan –
pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah . Prinsip kedua
yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintahan adlah prinsip
Negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi
manusia , pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia mendapat
tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari Negara hukum.[9]
Menurut
pasal 1 Undang-Undang Nomor. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
disebutkan bahwa : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen . Sedangkan
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri , keluarga , orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Istilah “ Perlindungan
konsumen “ berkaitan dengan perlindungan hukum .Oleh karena itu, perlindungan
konsumen mengandung aspek hukum . Adapun materi yang mendapatkan perlindungan
itu bukan hanya sekedar fisik , melainkan hak –haknya yang bersifat abstrak .
Dengan kata lain , perlindungan konsumen identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum terhadap hak- hak konsumen.
Secara
umum di kenal ada 4 ( empat ) hak dasar konsumen , yaitu :
1.
Hak
untuk memperoleh keamanan ( the right to
safety ). Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari
penawaran barang dan/ jasa yang membahayakan keselamatan konsumen. Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari
barang yang ditawarkan kepadanya , produk barang dan/ jasa tidak boleh
membahayakan jika di konsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara
jasmani maupun rohani .
2.
Hak
untuk memilih ( the right to choose ). Bagi konsumen , hak untuk memilih
merupakan prerogatife konsumen , apakah ia akan membeli atau tidak membeli
suatu barang dan/ atau jasa . Dalam mengkonsumsi suatu produk , konsumen berhak
menentukan pilihannya . Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar
sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli.
3. Hakuntuk
mendapat informasi yang benar ( the right to be informed ). Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi
konsumen bila di lihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap
produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar .
Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang
keliru atas produk barang dan atau jasa . Informasi ini dapat disampaikan
dengan cara lisan kepada konsumen , melalui iklan di bagian media atau mencantumkan
dalam kemasan produk ( barang ).
4.
Hak
untuk didengar ( the right to be heard ). Hak ini dimaksudkan untuk menjamin
konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut
didengar dalam pembentukan kebijakan tersebut. Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasia adalah hak
untuk didengar . Hal ini disebabkan informasi yang diberikan pihak yang
berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen.
Apabila
diperhatikan konsumen diIndonesia dewasa ini , maka tampak bahwa posisikonsumen
masih sangat lemah di banding dengan posisi produsen , sehinggaperlu adanya
pemberdayaan konsumen agar posisinya tidak selalu pada pihak yang di rugikan .
Pemberdayaan konsumen ini harus diakui bahwa bukan pekerjaan yang mudah , namun
harus tetap diusahakan agar kondisinya tidak semakin memburuk , mengingat
posisi keduanya ling membuthkan , maka
sebenarnya konsumen memiliki potensi untuk menempati posisi yang seimbang
dengan produsen , karena kemajuan usaha
produsen sangat tergantung pada konsumen.[10]
Menurut
Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , Pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/ atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal , sebagaimana pernyataan halal
yang dicantumkan pada label produk yang dipasarkan. Hal ini bertujuan agar
konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut.
Selain itu konsumen juga mendapat jaminan bahwa produk tersebut tidak
mengandung sesuatu yang tidak halal dan diproduksi dengan bahan dan melalui
proses yang halal serta beretika.
Kehalalan suatu produk
menjadi kebutuhan yang wajib di Indonesia , karena sebagian besar masyarakat di
Indonesia didominasi oleh umat Muslim , maka dari itu kehalalan suatu produk
menjadi kebutuhan yang penting untuk mendapat perhatian dari pemerintah .Seiring
dengan semakin mudahnya produk-produk asing masuk ke wilayah Indonesia terkait
era MEA , namun tidak juga membuat segala jenis produk-produk tersebut bebas
beredar , karena kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat
muslim baik itu makanan , obat – obatan maupun barang – barang konsumsi
lainnya. Oleh karena itu , untuk melindungi konsumen muslin tersebut telah
dibentuk Undang-Undang sebagai dasar legalitas atas produk halal yaitu Undang – Undang nomor . 33 tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal.
Tujuan dari Jaminan Produk Halal tersebut pada dasarnya
untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dakepastian ketersediaan
produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk, dan
meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual
produk halal. Pada prinsipnya, perlindungan konsumen memang diberikan oleh
Negara . akan tetapi terdapat kemungkinan bahwa regulasi yang dibuat Negara
tidak melindungi konsumen dari produk barang dan jasa dari luar negeri . Untuk
mengatasi hal itu , maka perlindungan konsumen lintas batas Negara menjadi
penting.
Soal perlindungan konsumen , PBB telah membuat pedoman
yang menyebutkan bahwa Negara harus menjamin keselamatan , keamanan,
kenyamanan, mekanisme penyelesaian sengketa konsumen, fasilitas distribusi
terhadap konsumen yang berada di wilayah pedesaan , serta edukasi konsumen ( 1999 ) . Akan tetapi satu hal yang
diingatkan oleh PBB bahwa perlindungan tersebut tidak boleh menghambat
perdagangan internasional. Meskipum berdsarkan hukum internasional daya ikat
pedoman hanya setingkat soft law ( kekuatan moral) , negara tetap memiliki kewajiban
untuk melaksanakannya sebagai praktik Negara atau kebiasaan internasional.
Pedoman internasional tersebut juga mengikat bagi organisasi internasional
termasuk dalam hal ini adalah ASEAN.
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut , ASEAN mempunyai
pedoman untuk memperkuat perlindungan konsumen dalam era Masyarakat Ekonomi
Asean ( MEA ) . Dasarnya untuk mewujudkan MEA yang berbasis masyarakat ( people-
oriented ), adanyaperlindungan konsumen diharapkan mampu melindungi kepentingan
dan kesejahteraan konsumen. Oleh
karena itu, sejak tahun 2007, ASEAN berhasil membentuk ASEAN Committee on
Consumer Protection ( ACCP ), yang bertujuan untuk melakukan notifikasi dan
bertukar informasi , menyelesaikan masalah konsumen lintas bayas , serta
peningkatan kapasitas masyarakat ASEAN . ACCP telah mewajibkan tukar menukar
data tentang produk yang dilarang oleh suatu Negara anggota ASEAN. Dengan
demikian, penyebaran produk yang dilarang oleh suatu Negara tidak dapat
dipasarkan ke Negara lain .
III. KESIMPULAN
Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka
perlu ditingkatkan kesadaran ,
pengetahuan , kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggujawab. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah
tingkat kesadaran dari konsumen akan hak – haknya sebagai konsumen dan hal
inilah yang sering dijadikan oleh produsen maupun para pelaku usaha untuk
mendapatkan keuntungan sepihak. Oleh karena itu Undang – Undang No.8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen ,
dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen. Sebagian besar penduduk Indonesia beragama
Islam , maka kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat
muslim baik itu makanan , obat- obatan maupun barang konsumsi lainnya . Untuk
melindungi konsumen muslim tersebut dikeluarkan Undang-Undang nomor 33 tahun
2014 sebagai dasar legalitas atas produk halal.
ASEAN Committee on Consumer Protection ( ACCP ) adalah
fasilitas bagi konsumen di kawasan ASEAN untuk menyampaikan keluhan dan klaim
atas kerugian atas barang atau jasa yang dibeli. ACCP dibentuk untuk menambah
kekuatan bagi konsumen di ASEAN dan di Indonesia khususnya ACCP juga mendukung
jalannya Undang-Undang no. 8 tahun 1999 atas perlindungan hak konsumen. Dengan
demikian , konsumen Indonesia tidak perlu khawatir terhadap barang dan
jasa yang berasal dari Negara ASEAN lainnya dalam era MEA.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru , Prof.Dr . Prinsip –prinsip
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia , PT. Raja grafindo
Persada , Jakarta , 2011
Fandy Tjiptono ,
Manajemen Pemasaran , Andi ,
Yogyakarta , 2002
Philipus M . Hardjon , Perlindungan Hukum Bagi rakyat di
Indonesia , Bina Ilmu , Surabaya , 1987
Syamsul Arifin et.al (I).Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 ,PT.Elex Media Komputindo , Jakarta,2008 .
Wahyu Sasongko , SH .MH , Ketentuan – ketentuan Pokok
Hukum Perlindungan , Universitas Lampung
, Bandar lampung , 2007 .
Undang-Undang nomor . 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen .
Undang
– Undang nomor . 33 tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal .
http:/www.KemenKeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum(
diakses pada tanggal 5 desember 2016)
http:/tesishukum.com/pengertian-perlindungan
hukum-menurut-para-ahli ( diakses pada tanggal 5 desember 2016 ).
Kompas
Halaman 35, Tanggal 26 februari 2016 .
Tribun Sumsel Halaman 1 dan 7 , Tanggal 25 oktober 2016.
[1]
http:/www.KemenKeu.go.id.
[2] Syamsul Arifin
et.al (I).Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,PT.Elex Media Komputindo ,
Jakarta,2008. hal.37
[4]
http:/www.tarif.depkeu.go.id diakses pada tanggal 5 des 2016).
[5] Fandy Tjiptono , Manajemen Pemasaran , Andi , Yogyakarta , 2002, hal.98
[6] Wahyu Sasongko , SH .MH ,
Ketentuan – ketentuan Pokok Hukum Perlindungan , Universitas Lampung , Bandar lampung , 2007 .hal.8
[7] Philipus M . Hardjon ,
Perlindungan Hukum Bagi rakyat di Indonesia , Bina Ilmu , Surabaya , 1987,hal.
30
[8] http/tesishukum.com/pengertian perlindungan
hukum menurut para ahli.
[9]
Ibid.
[10]
Ahmadi Miru, Prinsip –prinsip Perlindungan
Hukum Bagi Konsumen di Indonesia
, PT. Raja grafindo
Persada , Jakarta , 2011, hal. 41
[11]
Sumber : Kompas Hal. 35 , 26 Februari 2016 .
0 komentar:
Posting Komentar