Rabu, 11 Januari 2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DI INDONESIA DALAM ERA PASAR BEBAS ASEAN (MEA)



Oleh Marsitiningsih
Fakultas Hukum Universitas Palembang

Abstract
            Globalization and free trade supported by advances telecommunications and information technology have expanded the space for the flow of transactions of goods and / or services across borders borders of a country, so that the goods and services offered vary both production overseas and domestic production. The legal protection is protection will be the inherent dignity and the recognition of human rights which are owned by the legal subject under the provisions of the law of the authority or as a collection of laws or rules that can protect a thing from another. In the era of globalization and free trade, many emerging a wide range of goods and services that are marketed to consumers in the country, either through promotion, advertising and deals directly. How legal protection for consumers in Indonesia in the ASEAN free trade era (MEA)? ASEAN Committee on Consumer Protection (ACCP) is a facility for consumers in the ASEAN region to make a complaint and claim for damages on goods or services purchased. ACCP formed to add strength to the consumer in ASEAN and in Indonesia in particular ACCP also support the path of Law - Law Number 8 of 1999 on the protection of consumer rights. Thus, Indonesian consumers do not need to worry about the goods and services coming from other ASEAN countries in MEA era.
keywords: consumer protection
Abstrak
            Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas batas wilayah suatu Negara, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang dan pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan maupun penawaran secara langsung. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia dalam era perdagangan bebas ASEAN ( MEA ) ? ASEAN Committee on Consumer Protection ( ACCP ) adalah fasilitas bagi konsumen di kawasan ASEAN untuk menyampaikan keluhan dan klaim atas kerugian atas barang atau jasa yang dibeli. ACCP dibentuk untuk menambah kekuatan bagi konsumen di ASEAN dan di Indonesia khususnya ACCP juga mendukung jalannya Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 atas perlindungan hak konsumen. Dengan demikian, konsumen Indonesia tidak perlu khawatir terhadap barang dan jasa  yang berasal dari Negara ASEAN  lainnya dalam era MEA.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi dan / atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu , globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan / atau jasa melintasi batas batas wilayah suatu Negara  , sehingga barang dan / jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.( Penjelasan Umum Undang-Undang Perlindungan Konsumen ).
            Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar , kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan / atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
            Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat  promosi  , cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen .
            Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung .
            Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya mempertahankan pelanggan/konsumen , atau mempertahankan pasar atau memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap pelaku usaha, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang makin kuat ini juga dapat memberikan dampak negative terhadap konsumen pada umumnya.
            Pada saat ini sasaran setiap Negara , setiap perusahaan ( setiap produsen ) adalah menuju pada pemasaran global. Orientasi pemasaran global pada dasarnya dapat merubah  berbagai konsep , cara pandang dan cara pendekatan mengenai banyak hal termasuk segi pemasaran. Hak  konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini , banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air , baik melalui promosi, iklan maupun penawaran secara langsung.
            Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang telah dilakukan secara bertahap bermula KTT ASEAN di Singapura pada tahun 1992.[1] Para pemimpin ASEAN telah mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi regional ASEAN sebagai bentuk tindak lanjut dari visi ASEAN  2020.[2]  Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) atau Asean Economic Community ( AEC ) yang sudah berlangsung sejak desember 2015, mengharuskan lembaga  Pemerintah maupun  swasta dan masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi pemberlakuan MEA , karena mau tidak mau mereka akan menghadapi tantangan bisnis.
            Dengan berlakunya MEA 2015 ini  , tidak ada lagi dinding pembatas bagi Pengusaha ASEAN yang tergabung dalam MEA untuk melakukan perdagangan di Indonesia. Pengusaha ASEAN tersebut dapat menjual barang dan jasa serta berinvestasi di Indonesia , sehingga hal tersebut merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh lembaga Pemerintah dan swasta serta masyarakat Indonesia untuk menjalin kerjasama perdagangan dengan pengusaha ASEAN yang lain.
B. Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia saat ini , seperti juga yang dialami konsumen di Negara – Negara berkembang lainnya , tidak hanya pada soal cara memilih  barang tetapi jauh lebih komplek  , yaitu kesadaran semua pihak  , baik dari pengusaha , pemerintah maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen . Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus menghargai  hak – hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas , aman dimakan / digunakan , mengikuti standar yang berlaku , serta harga yang sesuai. Perlindungan hukum merupakan hal penting dalam menjaga keseimbangan hubungan hukum antara produsen dengan konsumen , sehingga perlu adanya prinsip – prinsip perlindungan hukum bagi konsumen yang dapat menjadi acuan dalam memberikan perlindungan kepada konsumen. Dalam era berlakunya pasar bebas Asean ( MEA ) , bagaimanakah perlindungan hukum bagi konsumen dan bagaimanakah  sikap konsumen di Indonesia supaya tidak dirugikan dengan adanya produk barang dan jasa yang beredar di pasaran ?.
II. PEMBAHASAN
            Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) Sumatra Selatan , Taufik Husni   menghimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati- hati terkait setiap barang ataupun jasa yang beredar. Masyarakat harus memperhatikan kualitas, sebab dewasa ini berbagai  macam model bentuk dan desain mengikuti masa kekinian. Hal itu baik pada produk barang atau jasa, produk konsumsi maupun layanan.
            Selain menghimbau masyarakat untuk bhati-hati terhadap segala produk , ia juga menghimbau kepada pelaku usaha untuk tidak mengiming-imingi calon konsumen tetapi berikan layanan dan produk yang berkualitas.[3]
            Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa tariff ekspor – impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan(hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individu-individu dan perusahaan – perusahaan yang berada di Negara berbeda.[4] Dengan berlakunya era MEA , maka persaingan usaha akan semakin ketat sehingga para pelaku usaha harus mampu bersaing dengan sesame pelaku usaha dari Negara anggota MEA  lainnya .
            Pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha  ,baik yang berbentuk badan hukum maupun  bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum nefara Republik Indonesia , baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi ( Pasal 1 Angka 3 . UU . No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ) . Pada dasarnya para pelaku usaha memproduksi produk yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu berupa barang dan jasa . Produk ialah segala sesuatu yang dapat ditawarkan  ke pasar untuk diperhatikan , dimiliki , digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginandan kebutuhan konsumen .  
Menurut Fandy Tjiptono produk diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu  : [5]
a.       Barang yang terpakai habis atau tidak tahan lama : adalah barang berwujud , biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian normal kurang dari satu tahun .
b.      Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang tidak bisa bertahan sesuai umur ekonomisnya. Umumnya barang seperti ini membutuhkan jaminan / garansi tertentu dari penjualnya.
Hukum pada dasarnya merupakan pedoman berperilaku . Akan tetapi tidak berarti adanya peraturan hukum telah selesai prosesnya . Karena perlindungan hukum dalam tataran empiric akan dirasakan secara langsung dan nyata oleh konsumen . hukum bukan hanya rumusan kata – kata dalam peraturan  , tetapi yang lebih penting adalah prakteknya.[6]  Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat serta pengakuan terhadap hak – hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen , berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak – hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.[7]
Perlindungan hukum akan menjadi hak tiap warga Negara. Namun disisi lain dapat dirasakan juga bahwa perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi Negara itu sendiri, oleh karenanya Negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya. Menurut Satjipto Rahardjo   perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Sedangkan Philipus M. Harjon mendefinisikan perlindungan hukum sebagai perlindungan akan harkat dan martabata , serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kewenangan.[8]
Menurut Philipus M. Harjon , sarana perlindungan hukum ada 2 ( dua ) macam yaitu :
1. Sarana perlindungan hukum Preventif  .
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif  sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif , pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif,
2. Sarana Perlindungan hukum Represif.
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelasaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia , karena menurut sejarah dari barat , lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah . Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintahan adlah prinsip Negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia , pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari Negara hukum.[9]
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen disebutkan bahwa : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen . Sedangkan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat , baik bagi kepentingan diri sendiri , keluarga , orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Istilah “ Perlindungan konsumen “ berkaitan dengan perlindungan hukum .Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum . Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan hanya sekedar fisik , melainkan hak –haknya yang bersifat abstrak . Dengan kata lain , perlindungan konsumen identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak- hak konsumen.
            Secara umum di kenal ada 4 ( empat ) hak dasar konsumen , yaitu :
1.      Hak untuk memperoleh keamanan  ( the right to safety ). Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari penawaran barang dan/ jasa yang membahayakan keselamatan konsumen.  Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang yang ditawarkan kepadanya , produk barang dan/ jasa tidak boleh membahayakan jika di konsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani maupun rohani .
2.      Hak untuk memilih ( the right to choose ). Bagi konsumen , hak untuk memilih merupakan prerogatife konsumen , apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/ atau jasa . Dalam mengkonsumsi suatu produk , konsumen berhak menentukan pilihannya . Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli.
3.      Hakuntuk mendapat informasi yang benar ( the right to be informed ). Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen bila di lihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar . Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan atau jasa . Informasi ini dapat disampaikan dengan cara lisan kepada konsumen , melalui iklan di bagian media atau mencantumkan dalam kemasan produk ( barang ).
4.      Hak untuk didengar ( the right to be heard ). Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam  kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalam pembentukan kebijakan tersebut. Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasia adalah hak untuk didengar . Hal ini disebabkan informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen.
Apabila diperhatikan konsumen diIndonesia dewasa ini , maka tampak bahwa posisikonsumen masih sangat lemah di banding dengan posisi produsen , sehinggaperlu adanya pemberdayaan konsumen agar posisinya tidak selalu pada pihak yang di rugikan . Pemberdayaan konsumen ini harus diakui bahwa bukan pekerjaan yang mudah , namun harus tetap diusahakan agar kondisinya tidak semakin memburuk , mengingat posisi keduanya ling membuthkan  , maka sebenarnya konsumen memiliki potensi untuk menempati posisi yang seimbang dengan produsen  , karena kemajuan usaha produsen sangat tergantung pada konsumen.[10]
Menurut Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen , Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/ atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal , sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan pada label produk yang dipasarkan. Hal ini bertujuan agar konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Selain itu konsumen juga mendapat jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang tidak halal dan diproduksi dengan bahan dan melalui proses yang halal serta beretika.
            Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib di Indonesia , karena sebagian besar masyarakat di Indonesia didominasi oleh umat Muslim , maka dari itu kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang penting untuk mendapat perhatian dari pemerintah .Seiring dengan semakin mudahnya produk-produk asing masuk ke wilayah Indonesia terkait era MEA , namun tidak juga membuat segala jenis produk-produk tersebut bebas beredar , karena kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat muslim baik itu makanan , obat – obatan maupun barang – barang konsumsi lainnya. Oleh karena itu , untuk melindungi konsumen muslin tersebut telah dibentuk Undang-Undang sebagai dasar legalitas atas produk halal  yaitu Undang – Undang nomor . 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Tujuan dari Jaminan Produk Halal tersebut pada dasarnya untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dakepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk, dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal. Pada prinsipnya, perlindungan konsumen memang diberikan oleh Negara . akan tetapi terdapat kemungkinan bahwa regulasi yang dibuat Negara tidak melindungi konsumen dari produk barang dan jasa dari luar negeri . Untuk mengatasi hal itu , maka perlindungan konsumen lintas batas Negara menjadi penting.
Soal perlindungan konsumen , PBB telah membuat pedoman yang menyebutkan bahwa Negara harus menjamin keselamatan , keamanan, kenyamanan, mekanisme penyelesaian sengketa konsumen, fasilitas distribusi terhadap konsumen yang berada di wilayah pedesaan  , serta edukasi konsumen  ( 1999 ) . Akan tetapi satu hal yang diingatkan oleh PBB bahwa perlindungan tersebut tidak boleh menghambat perdagangan internasional. Meskipum berdsarkan hukum internasional daya ikat pedoman hanya setingkat soft law ( kekuatan moral) , negara tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakannya sebagai praktik Negara atau kebiasaan internasional. Pedoman internasional tersebut juga mengikat bagi organisasi internasional termasuk dalam hal ini adalah ASEAN.
Untuk melaksanakan kewajiban tersebut , ASEAN mempunyai pedoman untuk memperkuat perlindungan konsumen dalam era Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA ) . Dasarnya untuk mewujudkan MEA yang berbasis masyarakat ( people- oriented ), adanyaperlindungan konsumen diharapkan mampu melindungi kepentingan dan kesejahteraan konsumen.        Oleh karena itu, sejak tahun 2007, ASEAN berhasil membentuk ASEAN Committee on Consumer Protection ( ACCP ), yang bertujuan untuk melakukan notifikasi dan bertukar informasi , menyelesaikan masalah konsumen lintas bayas , serta peningkatan kapasitas masyarakat ASEAN . ACCP telah mewajibkan tukar menukar data tentang produk yang dilarang oleh suatu Negara anggota ASEAN. Dengan demikian, penyebaran produk yang dilarang oleh suatu Negara tidak dapat dipasarkan ke Negara lain .
III. KESIMPULAN
Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu ditingkatkan kesadaran  , pengetahuan , kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya  serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggujawab. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran dari konsumen akan hak – haknya sebagai konsumen dan hal inilah yang sering dijadikan oleh produsen maupun para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Oleh karena itu Undang – Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen  , dimaksudkan  menjadi landasan hukum yang kuat masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam , maka kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi umat muslim baik itu makanan , obat- obatan maupun barang konsumsi lainnya . Untuk melindungi konsumen muslim tersebut dikeluarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2014 sebagai dasar legalitas atas produk halal.
ASEAN Committee on Consumer Protection ( ACCP ) adalah fasilitas bagi konsumen di kawasan ASEAN untuk menyampaikan keluhan dan klaim atas kerugian atas barang atau jasa yang dibeli. ACCP dibentuk untuk menambah kekuatan bagi konsumen di ASEAN dan di Indonesia khususnya ACCP juga mendukung jalannya Undang-Undang no. 8 tahun 1999 atas perlindungan hak konsumen. Dengan demikian , konsumen Indonesia tidak perlu khawatir terhadap barang dan jasa  yang berasal dari Negara ASEAN  lainnya dalam era MEA.[11]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru , Prof.Dr . Prinsip –prinsip Perlindungan  Hukum Bagi  Konsumen di Indonesia , PT. Raja grafindo Persada , Jakarta , 2011
Fandy Tjiptono ,  Manajemen Pemasaran ,  Andi , Yogyakarta , 2002
Philipus M . Hardjon , Perlindungan Hukum Bagi rakyat di Indonesia , Bina Ilmu , Surabaya , 1987
Syamsul Arifin et.al (I).Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ,PT.Elex Media Komputindo , Jakarta,2008 .
Wahyu Sasongko , SH .MH , Ketentuan – ketentuan Pokok Hukum Perlindungan , Universitas Lampung  , Bandar lampung , 2007 .
Undang-Undang nomor . 8 tahun 1999 tentang  Perlindungan Konsumen .
Undang – Undang nomor . 33 tahun 2014 tentang  Jaminan Produk Halal .
http:/www.KemenKeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum( diakses pada tanggal 5 desember 2016)
http:/tesishukum.com/pengertian-perlindungan hukum-menurut-para-ahli ( diakses pada tanggal 5 desember 2016 ).
Kompas Halaman 35, Tanggal 26 februari 2016 .
Tribun Sumsel Halaman 1 dan  7 , Tanggal 25 oktober 2016.



[1]  http:/www.KemenKeu.go.id.
[2] Syamsul Arifin et.al (I).Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,PT.Elex Media Komputindo , Jakarta,2008. hal.37

[3]  Tribun Sumsel ,  senin 24 oktober 2016.
[4]  http:/www.tarif.depkeu.go.id diakses pada tanggal 5 des 2016).
[5] Fandy Tjiptono ,  Manajemen Pemasaran ,  Andi , Yogyakarta , 2002, hal.98
[6] Wahyu Sasongko , SH .MH , Ketentuan – ketentuan Pokok Hukum Perlindungan , Universitas Lampung  , Bandar lampung , 2007 .hal.8
[7] Philipus M . Hardjon , Perlindungan Hukum Bagi rakyat di Indonesia , Bina Ilmu , Surabaya , 1987,hal. 30
[8]  http/tesishukum.com/pengertian perlindungan hukum menurut para ahli.
[9] Ibid.
[10] Ahmadi Miru, Prinsip –prinsip Perlindungan  Hukum Bagi  Konsumen di Indonesia , PT. Raja grafindo Persada , Jakarta , 2011, hal. 41
[11]  Sumber : Kompas Hal. 35 , 26 Februari 2016 .  

0 komentar:

Posting Komentar