Jumat, 31 Agustus 2018

PERLINDUNGAN DANA NASABAH YANG DI SIMPAN DI BANK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN.

Oleh: SUSI YANUARSI
Fakultas Hukum Universitas Palembang

ABSTRACT
With the enactment of Law Number 24 of 2004 on deposit insurance institutions, the arrangement of guarantee for the most important to provide legal certainty to depositors of funds at banks, related to the encourages customers to rush or freeze business license of the bank. With the guarantee that it is possible for customers to trust the banking institution, and others that can be used by the deposit insurance institutions.
Keywords: bank, custumers fund, deposit insurance institutions.

ABSTRAK
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan simpanan, maka pengaturan terhadap penjaminan bagi nasabah sangat penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap para penyimpan dana pada bank, terkait adanya risiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush atau pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjemaminan demikian diharapkan nasabah dapat lebih mempercayai lembaga perbankan, meskipun sifat penjaminan yang dilakukan oleh lembaga Penjaminan simpanan tersebut terbatas
Kata kunci: bank, dana nasabah, lembaga penjaminan simpanan

I.       PENDAHULUAN


II.    Latar belakang
Krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Sebagaimana dimuat di dalam penjelasan pasal 37 B ayat (2) pembentukan lembaga Penjamin Simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004..
Dalam undang-undang perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Undang-undang perbankan hanya disebutkan pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (pasal 29 ayat 1). Tidak adanya kepastian hukum perlindungan dana nasabah yang di simpan di bank, seperti kasusu bank century banyak sekali nasabah yang merasa dirugikan oleh bank tersebut karena uang yang mereka simpan di bank century tersebut tidak dapat diambil oleh nasabah, hal ini tentulah merugikan nasabah bank.Permasalahan yang dihadapi oleh nasabah bank century tersebut tentunya berdampak kepada masyarakat umum yang bisamenimbulkan ketidak percayaan kepada lembaga perbankan di Indonesia. Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap dana nasabah yang disimpan di bank tersebut.
Tahun 2011 bank Indonesia Menutup 13 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (kompas 5 Januari 2012), penutupan BPR tersebut tentunyaakan membawa konsekuensi terhadap keberadaan dana nasabah yang di simpan di 13 BPR tersebut, dan disamping itu juga dapat menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap dunia perbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia. Dengan adanya lembaga penjamin simpanan, penutupan ke 13 BPR tersebut tentulah tidak dikhawatirkan, meskipun system penjaminan simpanan yang dilakukan oleh LPS terbatas.
Keberadaan lembaga penjaminan simpanan tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan  masyarakt terhadap lembaga perbankan. Hal ini berkaian dengan adanya kejadian yang luar biasa padasekitar tahun 1998 ketika banyaknya lembaga perbankan dilikuidasi dan tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan kembali dana yang disimpan oleh masyarakt pada lembaga perbankan. Keadaan demikian membawa dampak pada terkikisnya kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, maka dikeluarkan ketentuan tentang lembaga penjaminan simpanan.

III. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana perlindungan hukum dana nasabah yang disimpan di bank menurut UU No, 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin Simpanan dan ?
2.      Bagaimana kalau ada suatu bank yang melanggar ketentuan yang disyaratkan oleh lembaga penjaminan simpanan?

IV.  Metodelogi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri dari buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, hasil, hasil penelitian, karya ilmiah, jurnal, harian umum
II.  PEMBAHASAN
Dalam Undang-undang No, 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998, pasal 1 ayat 2 menyatakan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sisitem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana.
Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan “simpanan”, sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan kredit. Kesimpulan ini mengandung suatu konsep dasar dari system perbankan di Indonesia bahwa dana masyarakat yang ditempatkan pada lembaga perbankan disebut simpanan tetapi dana bank yang ditempatkan pada masyarakat disebut kredit.
Undang-undang perbankan pasal 1 ayat 5 memberikan pengertian tentang simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atu bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
Kepercayaan masyarakat terhadap industry perbankan sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesedian masyarakat menempatkan dana di bank sehingga digunakan oleh banj untuk membiayai kegiatan produktif.kepercayaan terhadap lembaga perbankan merupakan kunci utama dan kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat.
Dalam undang-undang perbankan tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah. Dalam Undang-undang perbankan hanya disebutkan pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (pasal 29 ayat 1). Tidak adanya kepastian hukum perlindungan dana nasabah yang di simpan di bank, seperti kasusu bank century banyak sekali nasabah yang merasa dirugikan oleh bank tersebut karena uang yang mereka simpan di bank century tersebut tidak dapat diambil oleh nasabah, hal ini tentulah merugikan nasabah bank.Permasalahan yang dihadapi oleh nasabah bank century tersebut tentunya berdampak kepada masyarakat umum yang bisa menimbulkan ketidak percayaan kepada lembaga perbankan di Indonesia. Untuk itu perlu adanya perlindungan hukum terhadap dana nasabah yang disimpan di bank tersebut.
Secara teoritis bank yang dinyatakan sehat, tampaknya cukup aman untuk menyimpan dana di bank tersebut. Tapi apakah hal ini dapat dijadikan jaminan bahwa bank yang tidak akan dicabut izin usahanya. Tahun 2011 bank Indonesia mencabut izin 13 BPR (bank perkreditan rakyat) di indonesia. (kompas:2012:17).  Dalam hal ini muncul pendapat dari para ahli perbankan untuk menghindari kemungkinan kekurangpercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan dirasakan perlu untuk mewujudkan lembaga asuransi Deposito, sepertinya halnya di Amerika Serikat dikenal dengan lembaga Federal deposit Insurance Company (FDIC).
Dengan adanya asuransi ini, maka kemungkinan akan terjadinya bank pailit ataupun adanya mismanajemen dari direksi tidak perlu terlalu dirisaukan karena sudah ada lembaga penjamin dalam hal ini yakni lembaga asuransiSebagaimana diketahui, munculnya FDIC di Amerika serikat sendiri adalah juga tidak terlepas dari krisi perbankan sekitar tahun 1930. Bank pada waktu itu terpaksi gulung tikar ataupun menggabungkan diri dengan bank lainnya (merger). Bank yang terpaksa gulung tikar ini pada umunnya adalah bank yang belum mapan. Untuk mengatasi masalah ini lahir The banking Acts Of 1933 and 1935. Kedua undang-undang inilah yang mempunyai sejarah tersendiri dalam perkembangan lembaga keuangan Bank di Amerika Serika, karena fungsi bank di pisahkan antara bank komersial dan tugas bank sebagai lembaga investasi. Untuk menghindari adanya depresi perbankan pada tahun 1930 an  ini dibentuklah lembaga asuransi deposito (the Federal deposit Insurance Corporation, (Sentosa Sembiring:2000:65)
Di Indonesia masalah lembaga penjamin simpanan nasabah ini relative baru yaitu diatur di dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga Penjamin Simpanan. Akan tetapi sebelum lahirnya Undang-undang lembaga penjamin simpanan ini, masalah penjaminan dana nasabah sudah diatur di dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Di dalam Pasal 37 B Undang-Undang perbankan disebutkan:
1.      Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan
2.      Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud salam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan
3.      Lembaga penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan hukum Indonesia
4.      Ketentuan mengenai penjain dan masyarakt dan lembaga penjamin simpanan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pembentukan lembaga penjamin simpanan merupakan amanat dari undang-undang perbankan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 37 B ayat (2). Di dalam pasal 8 Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang lembaga Penjamin simpanan (LPS) disebutkan bahwa “bank yang ada dan berdiri di Negara Republik Indonesia wajib untuk menjadi anggota LPS. Bila suatu bank yang ada di Negara Indonesia tidak menjadi anggota LPS, maka bank tersebut tidak layak berdiri dan berperansi di Negara republic Indonesia, karena dianggap sama saja melanggar peraturan Undang-Undang
Dengan berlakunya undang-undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan Simpanan , yang berlaku mulai tanggal 22 september 2005, maka pengaturan terhadap penjaminan bagi nasabah simpanan kini berbentuk undang-undang. Lembaga ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap para penyimpan dan pada bank, terkait adanya risiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush dan atau pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjaminan demikian diharapkan nasabah dapat lebih mempercayan lembaga perbankan dalam penyimpanan danaya yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan (Try Widiyono:2006:113-114)
Dalam pelaksanaan ketentuan yang berlaku untuk program penjaminan simpanan yang dijalankan LPS, tentunya bank tidak hanya dapat menuntur penjaminan simpanan nasabahnya begitu saja kepada LPS. Bank pun mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala ketentuan yang berlaku sebagai peserta dari LPS. Dengan memenuhi segala kewajibannya kepada lembaga penjaminan simpanan, maka bank dapat merasa aman menjaminkan simpanan nasabahnya kepada LPS.
Tujuan utama system penjaminan nasabah penyimpan adalah memberikan perlindungan langsung kepada nasabah penyimpan. Perlindungan langsung dilakukan dengan penyusunan suatu system yang berfungsi memberikan perlindungan dalam bentuk memberikan jaminan terhadap dana nasabah bilama bank dicabut izin usahanya atau mengalami likuidasi    (Zulkarnain : 2002: 143).
Jaminan tersebut dapat berupa jaminan terbatas ataupun jaminan penuh. Perlindungan langsung dengan jaminan terbatas yang lazim digunakan adalah skim asuransi simpanan, baik skim yang di kelolah pemerintah sebagaimana diparkatikan di Amerika serikat, maupun yang dikelolah swasta sebagaimana di jerman. Perlindungan langsung secara penuh umumnya dilakukan pada masa krisis sebagaiman yang dipraktikan di Negara asia yang tertimpa krisi ekonomi, termasuk Indonesia
Di dalam penjelasan Pasal 37 B Undang-undang Perbankan disebutkan pembentukan lembaga penjamin simpanan diperlukan dalam rangka melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. Dalam menyelenggarakan penjaminan simpanan dana masyarakat pada bank, lembaga penjamin simpanan  dapat menggunakan: skim  dana bersama, skim asuransi atau skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia yang tujuannya untuk melindungi kepentingan nasabah, serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran negara dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian, tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Sebagimana disebutkan di dalam pasal 8 Undang-Undang Lembaga Penjaminan Simpanan disebutkan dalam ayat (1) bahwa “Setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan.  Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah dimulai secara penuh pada sejak tanggal 22 Maret 2007
Selanjutnya di dalam pasal 9 Undang-undang LPS disebutklan sebagai peserta penjaminan simpanan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8, setiap bank wajib:
1.      Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
a.       Salinan anggaran dasar/akta pendirian
b.      Salinan dokumen perizinan bank
c.       Surat kterangan tingkat kesehatan bank
d.      Surat pernyataan direksi, komisaris,pemegang saham bank yang memuat komitmen direksi, komisaris dan pemegang saham untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh LPS, kesediaan untukbertanggungjawab secara pribadiatas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum. Dan kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS, segala hak, kepengurusan dan/ ataukepentingan bank menjadi bank gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi
2.      Membayar kontiribusi kepesertaan sebesar 0. 1 % dari modal sendiri (ekuitas)
3.      Membayar premi penjaminan
4.      Menyampaikan laporan secara berkalah
5.      Memberikan data , informasi dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggraan kepesertaan
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank sebagai syarat kepesertaan jaminan tentunya sebagaimana disebutkan dalam pasal 9  Undang-undang LPS mrmberikan konsekuensi hukum baik terhadap lembaga perbankan itu sendiri maupun terhadap pengurus. Pelanggaran terhadap pasal 9 tersebut maka LPS dapat menjatuhkan sanksi administrative  dan sanksi pidana pada bank yang melanggar ketentuan tersebut sebagimana tercantum dalam pasal 92 Undang-undang LPS.
Mengenai penjaminan simpanan, sebelum tahun 2006 seluruh nilai simpanan di bank dijamin pemerintah baik itu simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya. Namun mulai tanggal 21 Maret 2006 jumlah simpanan yang dijamin per nasabah/bank secara bertahap dikurangi sampai tahun 2007.
Tanggung jawab LPS terhadap nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada setiap bank ditetapkan sebagai berikut (PLPS Nomor I/PLPS/2006)
a.       Paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000.000 (lima milyar Rupiah) sejak tanggal 22 Maret 2006 sampai dengan 21 september 2006.
b.      Paling tinggi sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) sejak tanggal 22 september 2006 sampai dengan 21 maret 2007;
c.       Paling tinggi sebesar Rp. 100.000.000 ( seratus juta rupiah) sejak tanggal 22 maret 2007.
Menurut ketentuan pasal 11 Undang-Undang No. 24 tahun 2004 sebagaimana diubah peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang No 3 tahun 2008 disebutkan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Nilai simpanan yang dijamin tersebut kemungkinan dapat diubah, apabila dipenuhi salah salah satu atau lebih criteria sebagai berikut:
a.       Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan
b.      Terjadi inflasiyang cukup besardalam beberapa tahun
c.       Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannnya menjadi berkurang dari 90 % dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank
d.      Terjadiancaman krisisyang berpotensimengakibatkan merosotnya kepercayaan masyaraat terhadap perbankan dan membahayakan stabalitas system keuangan.
Jadi nilai simpanan yang dijamin oleh LPS mengelami perubahan.dengan demikian tanggung jawab LPS terhadap simpanan nasabah terutama terhadap nilai simpanannya bersifat tidak mutlak. Nasabah tidak dijamin bahwa nilai simpanan akan dibayar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) walaupun berdasarkan ketentuan pasal 11 undang-Undang LPS nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Dengan demikian jika dilihat dari sisi perlindungan hukum dana nasabah yang disimpan di bank terutama terhadap nilai simpanan ketentuan pasal 11 undang-undang LPSsebagaimana diubah dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang No 3 tahun 2008; yang menyebutkan “nilaisimpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Selanjutnya didalam peraturan pemerintah No. 66 tahun 2008  tentang Besaran nilai simpanan yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan di dalam pasal 1 disebutkan “ Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabh pada satu bank berdasarkan pasal 11 ayat (1) undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjaminan simpanan ditetapkan paling banyak Rp. 100. 000.000 (seratus juta) berdasarkan peraturan pemerintah ini diubah menjadi paling banyak Rp. 2000. 000.000 (dua milyar rupiah).
Dengan demikian ada perubahan nilai nominal dana nasabah yang disimpan di bank yang dulunya maksimal  Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sekarang menjadi Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah). Akan tetapi masih adanya pembatasan saldo maksimal yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan membuat kedudukan nasabah penyimpan danayang simpanannya lebih dari Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah) sangat lemah, karena simpanannya tidak dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan.
III.      PENUTUP
1.      Perlindungan dana nasabah yang disimpan di bank di jamin oleh lembaga penjaminan Simpanan dengan system terbatas maksimal Rp. 2000.000.000 (dua milyar rupiah)membuat keberadaan dana nasabah yangsimpanannya melebihi dari yang dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan yang  disimpan di bank menjadi sangat lemah, karena tidak dijamin oleh lembaga penjaminan simpanan.
2.      Terhadap bank yang melanggar ketentuan sebagaimana ditentukan oleh lembaga penjaminan simpanan, maka lembaga enjaminan simpanan dapat menjatuhkan sanksi administrative pada bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 Undang-undang LPS.
DAFTAR PUSTAKA
Hermansyah, Hukum Perbankan nasional Indonesia, Prenada media Jakarta, 2005
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Kasmir, manajemen Perbankan, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan bank dan nasabah terhadap Produk Tabungan Deposito (suatu Tinjauan hukum terhadap perlindungan deposan di Indonesia Dewasa ini, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Trnsaksi Produk Perbankan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,  2006
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan dana nasabah bank Swasta, suatu gagasan pendirian Lembaga Penjamin Simpanan, cetakan I, Universitas Indonesia fakultas Hukum Program PascaSarjana, Jakarta, 2002
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Harian

1 komentar:


  1. ayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
    dengan minimal deposit hanya 20.000

    BalasHapus