Penulis : Marsidah
ABSTRAK
Asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian antara penanggung dengan tertanggung dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung kepadanya karena kerugian,
kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan karena peristiwa tidak
tertentu. Selain itu pertanggungan juga dapat dilakukan untuk kepentingan pihak
ketiga seperti yang diatur dalam Pasal 264 KUHD. Untuk itu penulis ingin
melihat bagaimana cara terjadinya pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga
tersebut.
Berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 264 KUHD bahwa cara terjadinya pertanggungan/asuransi untuk
kepentingan pihak ketiga dapat dilakukan dengan cara yaitu : 1. Berdasarkan
pemberian kuasa (lastgeving) yakni
pertanggungan dibuat secara tertulis oleh pihak yang berkepentingan kepada
penanggung melalui yang mempertanggungkan kepentingan itu. 2. Melalui diluar
pengetahuan dari orang yang berkepentingan, artinya tertanggung hanya cukup
memberikan penjelasan dalam polis yang dibuat, bahwa pertanggungan itu diadakan
untuk kepentingan pihak ketiga.
A. LATAR BELAKANG
Asuransi atau pertanggungan bila kita lihat dari
segi hukum merupakan suatu perjanjian, maksudnya perjanjian antara pihak
penanggung dan pihak tertanggung. Seperti yang telah dicantumkan dalam Pasal
246 KUH Dagang yang secara lengkap berbunyi : “Asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Dari perumusan definisi tersebut di atas dapat
kita lihat beberapa unsur yang terkandung di dalamnya perlu diperhatikan, yaitu
:
1. Adanya
perjanjian
2. Adanya
penanggung dan tertanggung
3. Premi
4. Penggantian
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
5.
Suatu
peristiwa yang tak tertentu.
Dari uraian tersebut
di atas dapatlah kita jelaskan pengertiannya, bahwa sebagai suatu perjanjian
asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian khusus yang biasanya
dibicarakan dalam hukum perjanjian, sedangkan penanggung yang biasanya disebut
sebagai penjual merupakan pihak yang menerima risiko dan berjanji akan memberi
penggantian kepada tertanggung dalam hal tertanggung tadi menderita suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Tertanggung
yang dapat pula disebut sebagai pembeli berjanji akan membayar premi, yaitu
merupakan pembayaran atau iuran yang dibayar tertanggung kepada penanggung
sebagai imbalan atas janji yang diberikan penanggung sedangkan pengertian
tentang kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan sebenarnya
hanya berlaku bagi asuransi kerugian saja, sedangkan pada asuransi jiwa tidak
dapat diterapkan karena jiwa tidak dapat dinilai dengan uang dan peristiwa yang
tidak tentu adalah suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan mungkin pula tidak
(fortitaus event).
Menurut ketentuan
Pasal 246 KUH Dagang ada 2 (dua) sifat yang terkandung dalam pertanggungan/
asuransi :
Pertanggungan adalah perjanjian konsensus yaitu perjanjian itu dapat
terjadi oleh persesuaian kehendak saja, tanpa bentuk. Memang benar orang dapat
membaca kebalikannya dari Pasal 255 KUHD, tetapi ini suatu kekeliruan, seperti
jelas ternyata dari Pasal 257 dan 258 KUHD : polis hanyalah merupakan alat
bukti.
Pertanggungan mempunyai sifat kepercayaan khusus kepercayaan timbal balik
antara pihak-pihak memainkan peranan besar yaitu penanggung dan si tertanggung.[1]
Dengan demikian bila
ditelaah dari pendapat ini, maka dapat dilihat bahwa asuransi/pertanggungan ini
merupakan suatu perjanjian antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung,
dimana perjanjian itu timbul karena adanya suatu kepentingan, baik itu oleh
penanggung maupun oleh tertanggung. Dalam hal ini mengenai kepentingan ini
apabila tidak ada dalam perjanjian antara kedua belah pihak, maka perjanjian
pertanggungan itu dikatakan tidak ada. Artinya tiada pertanggungan yang sah
tanpa adanya kepentingan yang dapat dipertanggungkan dan dalam pertanggungan tidak
boleh mengakibatkan pembayaran yang jumlahnya lebih tinggi daripada
kerugian yang diderita dalam kepentingan yang diasuransikan, yang menyebabkan
tertanggung akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau yang lebih
menguntungkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah kita
lihat suatu ketentuan bahwa dalam mengadakan suatu perjanjian pertanggungan
harus adanya kepentingan yang pernah dijelaskan di atas, disamping itu
kedudukan dari si tertanggung tidak boleh lebih menguntungkan.
Seperti kita ketahui perjanjian pertanggungan
itu selain dilakukan oleh orang yang berkepentingan sendiri, perjanjian
pertanggungan itu dapat juga dilakukan oleh orang yang bertindak atas nama
orang yang mempunyai kepentingan, dimana, sering disebut dengan pertanggungan
untuk kepentingan pihak ketiga.
Mengenai pertanggungan oleh pihak ketiga ini
diatur dalam Pasal 264 KUHD, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suatu
pertanggungan itu tidak saja dapat ditutup atas tanggungan sendiri, tetapi
dapat juga atas tanggungan (voor rekening) pihak ketiga, baik berdasarkan atas
kuasa umum atau khusus, maupun diluar pengetahuan yang berkepentingan, hal yang
demikian harus mengindahkan pada ketentuan-ketentuan berikut, yaitu Pasal 265,
266 dan Pasal 267 KUHD.
Dari ketentuan pasal tersebut di atas, bahwa
pertanggungan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan baik atas perintah yang
berupa pemberian kuasa baik secara umum ataupun khusus atau tanpa perintah
dapat saja terjadi dengan sepengetahuan dan persetujuan, namun yang perlu di
ingat disini bahwa perjanjian pertanggungan oleh pihak ketiga ini tidak lepas
daripada kepentingan para pihak.
B. PERMASALAHAN
Seperti telah diketahui di atas, bahwa pertanggungan/asuransi
disamping dapat dilakukan oleh : orang yang berkepentingan sendiri, perjanjian
pertanggungan itu dapat juga dilakukan oleh orang yang bertindak atas nama
orang yang mempunyai kepentingan atau pertanggungan untuk kepentingan pihak
ketiga.
Dari uraian tersebut
di atas, maka penulis akan menarik permasalahan sebagai berikut :
- Bagaimana
cara terjadinya pertanggungan / asuransi untuk kepentingan pihak ketiga menurut
Pasal 264 KUHD ?
C. PEMBAHASAN
1.
Cara
Terjadinya Pertanggungan Untuk Kepentingan Pihak Ketiga
1.1.
Pengertian
Asuransi Untuk Kepentingan Pihak Ketiga
Seperti telah diketahui pada bab terdahulu,
bahwa asuransi/ pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara pihak
penanggung dan pihak tertanggung. Perjanjian pertanggungan ini dapat dilakukan
oleh tertanggung dimana pertanggungan itu untuk kepentingannya sendiri dan juga
dapat dibuat untuk kepentingan orang ketiga.
Di dalam Pasal 264 KUH Dagang definisi mengenai
pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dapat kita lihat pengertiannya
sebagai berikut : “Suatu pertanggungan tidak saja dapat ditutup atas tanggungan
sendiri, tetapi juga dapat ditutup atas tanggungan seorang ketiga baik
berdasarkan atas kuasa umum atau khusus maupun diluar pengetahuan si yang berkepentingan sekalipun, dan demikian
itu dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan”.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi
dalam pertanggungan untuk kepentingan orang ketiga ini adalah pasal-pasal yang
terdapat dalam KUH Dagang yang dapat kita lihat sebagai berikut :
- Pasal
265 KUH Dagang : Dalam halnya suatu pertanggungan untuk seorang ketiga, di
dalam polis harus dengan tegas disebutkan apakah pertanggungan itu dilakukan
berdasarkan suatu pemberian kuasa atau diluar pengetahuan si yang
berkepentingan.
- Pasal
266 KUH Dagang : Suatu pertanggungan yang dilakukan tanpa pemberian kuasa dan
diluar pengetahuan si yang berkepentingan adalah batal, apabila satu-satunya
barang oleh si yang berkepentingan tersebut atau oleh seorang ketiga atas perintahnya
sudah di pertanggungkan sebelum saat si yang berkepentingan itu mengetahui
tentang pertanggungan yang ditutup diluar pengetahuannya itu.
- Pasal
267 KUH Dagang : Apabila di dalam polis tidak disebutkan bahwa pertanggungan
itu telah dilakukan atas tanggungan seorang ketiga, maka dianggaplah bahwa si
tertanggung telah membuat pertanggungan tersebut untuk kepentingan dirinya
sendiri.
Dilihat dari ketentuan pasal tersebut di atas
memberi aturan-aturan yang jelas mengenai bagaimana pelaksanaan bila terjadinya
perjanjian pertanggungan antara pihak penanggung dan tertanggung, dimana
pertanggungan itu ditutup untuk kepentingan pihak ketiga.
Mengenai pengaturan pertanggungan untuk
kepentingan pihak ketiga ini dapat kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD), dimana dalam KUHD pengaturan pertanggungan untuk kepentingan
pihak ketiga ini diatur di dalam ketentuan dari Pasal 264 KUHD.
1.2.
Cara
Pertanggungan/Asuransi Untuk Kepentingan Pihak Ketiga Menurut Pasal 265 KUHD
Di dalam
praktek perasuransian, asuransi untuk kepentingan pihak ketiga ini
dikatakan mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, apabila
dalam membuat suatu perjanjian pertanggungan di dalam polis harus ada
dicantumkan pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini
menunjukkan bahwa pihak ketiga itu mempunyai hak atas barang yang
dipertanggungkan apabila terjadi klaim.
Bila pertanggungan itu tidak dicantumkan untuk
kepentingan pihak ketiga, pihak penanggung tidak berkewajiban untuk memberikan ganti rugi pada
pihak ketiga. Cara pelaksanaan perjanjian pertanggungan untuk kepentingan pihak
ketiga, masih banyak mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam KUH Dagang,
salah satunya Pasal 264 KUHD. Adapun caranya untuk mengadakan perjanjian
pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini menurut undang-undang, yaitu
dalam Pasal 264 KUHD :
1. Berdasarkan
pemberian kuasa (lastgeving).
2.
Diluar
pengetahuan dari orang yang berkepentingan.
Dengan melihat
ketentuan di atas, bila terjadinya
perjanjian pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga, maka pertanggungan
untuk kepentingan pihak ketiga berdasarkan atas pemberian kuasa atau tanpa
kuasanya, pertanggungan dibuat secara tertulis oleh pihak yang berkepentingan
kepada penanggung melalui yang mempertanggungkan kepentingan itu, tetapi bila
pertanggungan itu untuk kepentingan pihak ketiga itu dibuat tanpa pemberian
kuasa/atau diluar pengetahuan orang yang berkepentingan, maka tertanggung itu
hanya cukup memberikan penjelasan dalam polis yang dibuat bahwa pertanggungan
itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Adapun perbedaan
antara pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dengan pemberian kuasa
dengan diluar pengetahuan orang yang berkepentingan si tertanggung itu hanya
cukup memberikan penjelasan ke dalam polis yang dibuat bahwa pertanggungan itu
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Adapun perbedaan
antara pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dengan pemberian kuasa
dengan diluar pengetahuan orang yang berkepentingan adalah apabila terjadi
klaim dalam pemberian kuasa mengenai sahnya suatu perjanjian
apabila yang berkepentingan itu sendiri telah mempertanggungkan kepentingannya
itu di tempat lain kalau terjadi hal
demikian, maka dalam pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini
penyelesaiannya adalah menurut azas kronologis (urut-urutan), sedangkan tanpa
pemberian kuasa dari yang berkepentingan maka pertanggungan itu batal dengan
tidak mengingat waktu dalam perjanjian pertanggungan itu diadakan apabila dan
sejauh mana kepentingan yang sama oleh yang berkepentingan atau oleh seorang
ketiga atau kuasanya telah dipertanggungkan pada saat sebelum dia menerima
pemberitaan tentang pertanggungan yang dibuat diluar pengetahuannya.
Di dalam suatu
persetujuan atau perjanjian setiap orang yang mengadakannya tentu mempunyai hak
dan kewajiban, termasuk juga dalam praktek perjanjian pertanggungan hak dan
kewajiban juga harus dipenuhi, baik itu bagi penanggung maupun bagi orang yang
berkepentingan yaitu pihak ketiga.
Pada dasarnya
kewajiban darpada penanggung adalah memberikan ganti rugi kepada tertanggung
terhadap bahaya barang yang dipertanggungkannya dengan imbalan atau berhak
menerima pembayaran uang premi dari tertanggung terhadap barang yang
dipertanggungkan.
Selain hak dan
kewajiban penanggung yang telah dijelaskan di atas, maka bagi pihak tertanggung
/ pihak ketiga dibebankan juga hak dan kewajiban, dimana hak dari pada pihak
ketiga itu mendapatkan ganti rugi hak dari pada penanggung apabila terjadi
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan terhadap barang yang
dipertanggungkan.
Adapun hak dan
kewajiban yang perlu dipenuhi oleh pihak ketiga sebagai orang yang
berkepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan adalah sebagai berikut :
Ad.1. Apa yang tertera dalam polis yang dibuat
Biasanya dalam perjanjian pertanggungan telah dimuat
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang
harus dipenuhi atau dipatuhi baik itu bagi penanggung maupun bagi pihak ketiga sebagai yang
berkepentingan dalam perjanjian itu.
Adapun isi polis yang
dibuat itu biasanya mengenai salah satunya penyebutan yang cukup jelas tentang
hal atau obyek yang dipertanggungkan, hal ini untuk memudahkan menentukan
berapa besar penggantian bila terjadi klaim terhadap barang yang
dipertanggungkan, maksudnya ialah kewajiban penanggung untuk memberikan ganti
rugi kepada pihak ketiga yang berkepentingan.
Ad.2. Membayar uang premi pertanggungan
Kewajiban
daripada tertanggung dalam hal ini pihak ketiga bila akan mempertanggungkan
barang kepada penanggung dibebankan untuk membayar uang premi.
Adapun uang premi yang harus dibayar oleh tertanggung
harus ditentukan dari jumlah yang dipertanggungkan (uang pertanggungan),
maksudnya saat perjanjian itu diadakan berapakah jumlah maksimum dari prestasi
yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dimana uang pertanggungan itu
berfungsi untuk mengganti kerugian dari penanggung.
Dengan melihat cara pembayaran premi yang terjadi di
dalam praktek, maka dapatlah kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1)
KUH Dagang dimana pasal tersebut mengatur tentang penentuan jumlah maksimum
dari uang premi yang dijadikan sebagai dasar perhitungan dalam hal kerugian
sebagian dalam pertanggungan di bawah nilai benda sesungguhnya.
Ad.3. Harus memenuhi syarat-syarat klaim yang
diminta
Mengenai syarat ini
biasanya ditentukan oleh pihak asuransi yang bersangkutan, bila terjadi
perjanjian atau penutupan terhadap suatu nilai barang, maka pihak asuransi
menentukan hal-hal yang berhubungan tentang apa yang dipertanggungkan oleh
pihak si tertanggung/pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap barang
itu.
Adapun kebanyakan isi
dari syarat-syarat klaim yang diminta itu adalah mengenai barang-barang yang
akan ditutup oleh pihak tertanggung/pihak ketiga, apakah barang itu berupa
kendaraan ataupun bangunan, selain itu kewajiban dari tertanggung harus juga
memberitahukan tentang kondisi dari suatu barang yang dipertanggungkan
tersebut.
Sedangkan tujuan
daripada untuk menentukan syarat-syarat ini adalah untuk mengetahui dan
menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak yang
mengadakan perjanjian pertanggungan tersebut, dan untuk dijadikan sebagai
tuntutan pengajuan klaim.
Pada dasarnya
perjanjian pertanggungan adalah merupakan perjanjian yang mempunyai prinsip
indemnitas atau ganti rugi rugi, dimana maksud daripada indemnitas adalah
seimbang yaitu seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita, oleh
tertanggung dengan jumlah ganti kerugian.
Adapun caranya pihak
tertanggung dapat mengajukan klaim terhadap kerugian yang dideritanya adalah :
1.
Adanya
surat keterangan dari kepolisian/pemerintah setempat.
2.
Surat
tuntutan dari tertanggung tentang kerugian yang dideritanya kepada pihak
penanggung.
3. Laporan
kerugian yang salah satu isinya adalah tentang perincian besarnya kerugian yang
diderita.
Apabila surat
pengajuan klaim dari pihak ketiga itu telah memenuhi semua dari isi
pertanggungan maka pihak tertanggung/pihak ketiga berhak mendapat ganti rugi
dari pihak penanggung. Adapun perhitungan ganti rugi terhadap kerugian yang
diderita oleh pihak ketiga sama saja dalam perhitungan ganti rugi yang diderita
oleh pertanggungan untuk kepentingan sendiri.
D. KESIMPULAN
Dengan melihat uraian-uraian yang telah
dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat kita ketahui pertanggungan itu
merupakan suatu perjanjian timbal balik, dimana seseorang dengan memberikan
suatu prestasi dan orang lain berhak menerima suatu prestasi, dengan ini
penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
- Menurut
ketentuan dalam Pasal 264 KUHD, bahwa pertanggungan untuk kepentingan pihak
ketiga dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : berdasarkan pemberian kuasa
(lastgeving) dan diluar dari orang
yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan,
Penerbit PT. Citra Aditya, Bandung,
1990.
H.M.N. Purwosutjipto, SH, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang, Indonesia Jilid 6, Penerbit Djambatan, 1986.
MR. P. L. Wery Hooffdzaken Van Het
Verzekeringsrecht, Penataran Nasional Hukum Asuransi, Yogyakarta,
1988.
Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak,
SH, Hukum
Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa),
Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,
1982.
Prof. R. Soekardono, SR, Hukum Dagang Indonesia Jilid I dan II, Penerbit CV.
Rajawali, Jakarta,
1989.
Drs. A. Abbas Salim, Dasar-dasar Asuransi, Penerbit
Rajawali Pers, Jakarta,
1989.
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, Hukum
Asuransi di Indonesia, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979.
[1] MR. P. L. Wry, Hoofdzaken
Van Het Verzeneringsrecht. Penataran Nasional Hukum Asuransi, Yogyakarta,
1988, hlm. 12
0 komentar:
Posting Komentar