Selasa, 19 Juli 2016

TINJAUAN TENTANG PERTANGGUNGAN (ASURANSI) UNTUK KEPENTINGAN PIHAK KETIGA



Penulis : Marsidah

ABSTRAK
            Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian antara penanggung dengan tertanggung dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung kepadanya karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan karena peristiwa tidak tertentu. Selain itu pertanggungan juga dapat dilakukan untuk kepentingan pihak ketiga seperti yang diatur dalam Pasal 264 KUHD. Untuk itu penulis ingin melihat bagaimana cara terjadinya pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga tersebut.
            Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 264 KUHD bahwa cara terjadinya pertanggungan/asuransi untuk kepentingan pihak ketiga dapat dilakukan dengan cara yaitu : 1. Berdasarkan pemberian kuasa (lastgeving) yakni pertanggungan dibuat secara tertulis oleh pihak yang berkepentingan kepada penanggung melalui yang mempertanggungkan kepentingan itu. 2. Melalui diluar pengetahuan dari orang yang berkepentingan, artinya tertanggung hanya cukup memberikan penjelasan dalam polis yang dibuat, bahwa pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
A.  LATAR BELAKANG
Asuransi atau pertanggungan bila kita lihat dari segi hukum merupakan suatu perjanjian, maksudnya perjanjian antara pihak penanggung dan pihak tertanggung. Seperti yang telah dicantumkan dalam Pasal 246 KUH Dagang yang secara lengkap berbunyi : “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Dari perumusan definisi tersebut di atas dapat kita lihat beberapa unsur yang terkandung di dalamnya perlu diperhatikan, yaitu :
1.    Adanya perjanjian
2.    Adanya penanggung dan tertanggung
3.    Premi
4.    Penggantian kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
5.    Suatu peristiwa yang tak tertentu.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah kita jelaskan pengertiannya, bahwa sebagai suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian khusus yang biasanya dibicarakan dalam hukum perjanjian, sedangkan penanggung yang biasanya disebut sebagai penjual merupakan pihak yang menerima risiko dan berjanji akan memberi penggantian kepada tertanggung dalam hal tertanggung tadi menderita suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Tertanggung yang dapat pula disebut sebagai pembeli berjanji akan membayar premi, yaitu merupakan pembayaran atau iuran yang dibayar tertanggung kepada penanggung sebagai imbalan atas janji yang diberikan penanggung sedangkan pengertian tentang kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan sebenarnya hanya berlaku bagi asuransi kerugian saja, sedangkan pada asuransi jiwa tidak dapat diterapkan karena jiwa tidak dapat dinilai dengan uang dan peristiwa yang tidak tentu adalah suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan mungkin pula tidak (fortitaus event).
Menurut ketentuan Pasal 246 KUH Dagang ada 2 (dua) sifat yang terkandung dalam pertanggungan/ asuransi :
Pertanggungan adalah perjanjian konsensus yaitu perjanjian itu dapat terjadi oleh persesuaian kehendak saja, tanpa bentuk. Memang benar orang dapat membaca kebalikannya dari Pasal 255 KUHD, tetapi ini suatu kekeliruan, seperti jelas ternyata dari Pasal 257 dan 258 KUHD : polis hanyalah merupakan alat bukti.
Pertanggungan mempunyai sifat kepercayaan khusus kepercayaan timbal balik antara pihak-pihak memainkan peranan besar yaitu penanggung dan si tertanggung.[1]

Dengan demikian bila ditelaah dari pendapat ini, maka dapat dilihat bahwa asuransi/pertanggungan ini merupakan suatu perjanjian antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung, dimana perjanjian itu timbul karena adanya suatu kepentingan, baik itu oleh penanggung maupun oleh tertanggung. Dalam hal ini mengenai kepentingan ini apabila tidak ada dalam perjanjian antara kedua belah pihak, maka perjanjian pertanggungan itu dikatakan tidak ada. Artinya tiada pertanggungan yang sah tanpa adanya kepentingan yang dapat dipertanggungkan dan dalam pertanggungan tidak boleh mengakibatkan pembayaran yang jumlahnya lebih tinggi daripada kerugian yang diderita dalam kepentingan yang diasuransikan, yang menyebabkan tertanggung akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau yang lebih menguntungkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah kita lihat suatu ketentuan bahwa dalam mengadakan suatu perjanjian pertanggungan harus adanya kepentingan yang pernah dijelaskan di atas, disamping itu kedudukan dari si tertanggung tidak boleh lebih menguntungkan.
Seperti kita ketahui perjanjian pertanggungan itu selain dilakukan oleh orang yang berkepentingan sendiri, perjanjian pertanggungan itu dapat juga dilakukan oleh orang yang bertindak atas nama orang yang mempunyai kepentingan, dimana, sering disebut dengan pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga.
Mengenai pertanggungan oleh pihak ketiga ini diatur dalam Pasal 264 KUHD, dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa suatu pertanggungan itu tidak saja dapat ditutup atas tanggungan sendiri, tetapi dapat juga atas tanggungan (voor rekening) pihak ketiga, baik berdasarkan atas kuasa umum atau khusus, maupun diluar pengetahuan yang berkepentingan, hal yang demikian harus mengindahkan pada ketentuan-ketentuan berikut, yaitu Pasal 265, 266 dan Pasal 267 KUHD.
Dari ketentuan pasal tersebut di atas, bahwa pertanggungan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan baik atas perintah yang berupa pemberian kuasa baik secara umum ataupun khusus atau tanpa perintah dapat saja terjadi dengan sepengetahuan dan persetujuan, namun yang perlu di ingat disini bahwa perjanjian pertanggungan oleh pihak ketiga ini tidak lepas daripada kepentingan para pihak.
B.  PERMASALAHAN
Seperti telah diketahui di atas, bahwa pertanggungan/asuransi disamping dapat dilakukan oleh : orang yang berkepentingan sendiri, perjanjian pertanggungan itu dapat juga dilakukan oleh orang yang bertindak atas nama orang yang mempunyai kepentingan atau pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga.
Dari uraian tersebut di atas, maka penulis akan menarik permasalahan sebagai berikut :
-       Bagaimana cara terjadinya pertanggungan / asuransi untuk kepentingan pihak ketiga menurut Pasal 264 KUHD ?
C.  PEMBAHASAN
1.      Cara Terjadinya Pertanggungan Untuk Kepentingan Pihak Ketiga
1.1.   Pengertian Asuransi Untuk Kepentingan Pihak Ketiga
Seperti telah diketahui pada bab terdahulu, bahwa asuransi/ pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara pihak penanggung dan pihak tertanggung. Perjanjian pertanggungan ini dapat dilakukan oleh tertanggung dimana pertanggungan itu untuk kepentingannya sendiri dan juga dapat dibuat untuk kepentingan orang ketiga.
Di dalam Pasal 264 KUH Dagang definisi mengenai pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dapat kita lihat pengertiannya sebagai berikut : “Suatu pertanggungan tidak saja dapat ditutup atas tanggungan sendiri, tetapi juga dapat ditutup atas tanggungan seorang ketiga baik berdasarkan atas kuasa umum atau khusus maupun diluar pengetahuan si yang berkepentingan sekalipun, dan demikian itu dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan”.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pertanggungan untuk kepentingan orang ketiga ini adalah pasal-pasal yang terdapat dalam KUH Dagang yang dapat kita lihat sebagai  berikut :
-       Pasal 265 KUH Dagang : Dalam halnya suatu pertanggungan untuk seorang ketiga, di dalam polis harus dengan tegas disebutkan apakah pertanggungan itu dilakukan berdasarkan suatu pemberian kuasa atau diluar pengetahuan si yang berkepentingan.
-       Pasal 266 KUH Dagang : Suatu pertanggungan yang dilakukan tanpa pemberian kuasa dan diluar pengetahuan si yang berkepentingan adalah batal, apabila satu-satunya barang oleh si yang berkepentingan tersebut atau oleh seorang ketiga atas perintahnya sudah di pertanggungkan sebelum saat si yang berkepentingan itu mengetahui tentang pertanggungan yang ditutup diluar pengetahuannya itu.
-       Pasal 267 KUH Dagang : Apabila di dalam polis tidak disebutkan bahwa pertanggungan itu telah dilakukan atas tanggungan seorang ketiga, maka dianggaplah bahwa si tertanggung telah membuat pertanggungan tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dilihat dari ketentuan pasal tersebut di atas memberi aturan-aturan yang jelas mengenai bagaimana pelaksanaan bila terjadinya perjanjian pertanggungan antara pihak penanggung dan tertanggung, dimana pertanggungan itu ditutup untuk kepentingan pihak ketiga.
Mengenai pengaturan pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dapat kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dimana dalam KUHD pengaturan pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini diatur di dalam ketentuan dari Pasal 264 KUHD.
1.2.     Cara Pertanggungan/Asuransi Untuk Kepentingan Pihak Ketiga Menurut Pasal 265 KUHD
Di dalam praktek perasuransian, asuransi untuk kepentingan pihak ketiga ini dikatakan mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan, apabila dalam membuat suatu perjanjian pertanggungan di dalam polis harus ada dicantumkan pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini menunjukkan bahwa pihak ketiga itu mempunyai hak atas barang yang dipertanggungkan apabila terjadi klaim.
Bila pertanggungan itu tidak dicantumkan untuk kepentingan pihak ketiga, pihak penanggung tidak  berkewajiban untuk memberikan ganti rugi pada pihak ketiga. Cara pelaksanaan perjanjian pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga, masih banyak mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam KUH Dagang, salah satunya Pasal 264 KUHD. Adapun caranya untuk mengadakan perjanjian pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini menurut undang-undang, yaitu dalam Pasal 264 KUHD :
1.    Berdasarkan pemberian kuasa (lastgeving).
2.    Diluar pengetahuan dari orang yang berkepentingan.
Dengan melihat ketentuan di atas,  bila terjadinya perjanjian pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga, maka pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga berdasarkan atas pemberian kuasa atau tanpa kuasanya, pertanggungan dibuat secara tertulis oleh pihak yang berkepentingan kepada penanggung melalui yang mempertanggungkan kepentingan itu, tetapi bila pertanggungan itu untuk kepentingan pihak ketiga itu dibuat tanpa pemberian kuasa/atau diluar pengetahuan orang yang berkepentingan, maka tertanggung itu hanya cukup memberikan penjelasan dalam polis yang dibuat bahwa pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Adapun perbedaan antara pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dengan pemberian kuasa dengan diluar pengetahuan orang yang berkepentingan si tertanggung itu hanya cukup memberikan penjelasan ke dalam polis yang dibuat bahwa pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Adapun perbedaan antara pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini dengan pemberian kuasa dengan diluar pengetahuan orang yang berkepentingan adalah apabila terjadi klaim dalam pemberian kuasa mengenai sahnya suatu perjanjian apabila yang berkepentingan itu sendiri telah mempertanggungkan kepentingannya itu di tempat lain kalau terjadi hal demikian, maka dalam pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga ini penyelesaiannya adalah menurut azas kronologis (urut-urutan), sedangkan tanpa pemberian kuasa dari yang berkepentingan maka pertanggungan itu batal dengan tidak mengingat waktu dalam perjanjian pertanggungan itu diadakan apabila dan sejauh mana kepentingan yang sama oleh yang berkepentingan atau oleh seorang ketiga atau kuasanya telah dipertanggungkan pada saat sebelum dia menerima pemberitaan tentang pertanggungan yang dibuat diluar pengetahuannya.
Di dalam suatu persetujuan atau perjanjian setiap orang yang mengadakannya tentu mempunyai hak dan kewajiban, termasuk juga dalam praktek perjanjian pertanggungan hak dan kewajiban juga harus dipenuhi, baik itu bagi penanggung maupun bagi orang yang berkepentingan yaitu pihak ketiga.
Pada dasarnya kewajiban darpada penanggung adalah memberikan ganti rugi kepada tertanggung terhadap bahaya barang yang dipertanggungkannya dengan imbalan atau berhak menerima pembayaran uang premi dari tertanggung terhadap barang yang dipertanggungkan.
Selain hak dan kewajiban penanggung yang telah dijelaskan di atas, maka bagi pihak tertanggung / pihak ketiga dibebankan juga hak dan kewajiban, dimana hak dari pada pihak ketiga itu mendapatkan ganti rugi hak dari pada penanggung apabila terjadi kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan terhadap barang yang dipertanggungkan.
Adapun hak dan kewajiban yang perlu dipenuhi oleh pihak ketiga sebagai orang yang berkepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan adalah sebagai berikut :
Ad.1. Apa yang tertera dalam polis yang dibuat
Biasanya dalam perjanjian pertanggungan telah dimuat ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi atau dipatuhi baik itu bagi penanggung maupun bagi pihak ketiga sebagai yang berkepentingan dalam perjanjian itu.
Adapun isi polis yang dibuat itu biasanya mengenai salah satunya penyebutan yang cukup jelas tentang hal atau obyek yang dipertanggungkan, hal ini untuk memudahkan menentukan berapa besar penggantian bila terjadi klaim terhadap barang yang dipertanggungkan, maksudnya ialah kewajiban penanggung untuk memberikan ganti rugi kepada pihak ketiga yang berkepentingan.
Ad.2. Membayar uang premi pertanggungan
     Kewajiban daripada tertanggung dalam hal ini pihak ketiga bila akan mempertanggungkan barang kepada penanggung dibebankan untuk membayar uang premi.
Adapun uang premi yang harus dibayar oleh tertanggung harus ditentukan dari jumlah yang dipertanggungkan (uang pertanggungan), maksudnya saat perjanjian itu diadakan berapakah jumlah maksimum dari prestasi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dimana uang pertanggungan itu berfungsi untuk mengganti kerugian dari penanggung.
Dengan melihat cara pembayaran premi yang terjadi di dalam praktek, maka dapatlah kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUH Dagang dimana pasal tersebut mengatur tentang penentuan jumlah maksimum dari uang premi yang dijadikan sebagai dasar perhitungan dalam hal kerugian sebagian dalam pertanggungan di bawah nilai benda sesungguhnya.
Ad.3. Harus memenuhi syarat-syarat klaim yang diminta
Mengenai syarat ini biasanya ditentukan oleh pihak asuransi yang bersangkutan, bila terjadi perjanjian atau penutupan terhadap suatu nilai barang, maka pihak asuransi menentukan hal-hal yang berhubungan tentang apa yang dipertanggungkan oleh pihak si tertanggung/pihak ketiga yang mempunyai kepentingan terhadap barang itu.
Adapun kebanyakan isi dari syarat-syarat klaim yang diminta itu adalah mengenai barang-barang yang akan ditutup oleh pihak tertanggung/pihak ketiga, apakah barang itu berupa kendaraan ataupun bangunan, selain itu kewajiban dari tertanggung harus juga memberitahukan tentang kondisi dari suatu barang yang dipertanggungkan tersebut.
Sedangkan tujuan daripada untuk menentukan syarat-syarat ini adalah untuk mengetahui dan menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan tersebut, dan untuk dijadikan sebagai tuntutan pengajuan klaim.
Pada dasarnya perjanjian pertanggungan adalah merupakan perjanjian yang mempunyai prinsip indemnitas atau ganti rugi rugi, dimana maksud daripada indemnitas adalah seimbang yaitu seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita, oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugian.
Adapun caranya pihak tertanggung dapat mengajukan klaim terhadap kerugian yang dideritanya adalah :
1.    Adanya surat keterangan dari kepolisian/pemerintah setempat.
2.    Surat tuntutan dari tertanggung tentang kerugian yang dideritanya kepada pihak penanggung.
3.    Laporan kerugian yang salah satu isinya adalah tentang perincian besarnya kerugian yang diderita.
Apabila surat pengajuan klaim dari pihak ketiga itu telah memenuhi semua dari isi pertanggungan maka pihak tertanggung/pihak ketiga berhak mendapat ganti rugi dari pihak penanggung. Adapun perhitungan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga sama saja dalam perhitungan ganti rugi yang diderita oleh pertanggungan untuk kepentingan sendiri.
D.  KESIMPULAN
Dengan melihat uraian-uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat kita ketahui pertanggungan itu merupakan suatu perjanjian timbal balik, dimana seseorang dengan memberikan suatu prestasi dan orang lain berhak menerima suatu prestasi, dengan ini penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
-       Menurut ketentuan dalam Pasal 264 KUHD, bahwa pertanggungan untuk kepentingan pihak ketiga dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : berdasarkan pemberian kuasa (lastgeving) dan diluar dari orang yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Penerbit PT. Citra Aditya, Bandung, 1990.
H.M.N. Purwosutjipto, SH, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang, Indonesia Jilid 6, Penerbit Djambatan, 1986.
MR. P. L. Wery Hooffdzaken Van Het Verzekeringsrecht, Penataran Nasional Hukum Asuransi, Yogyakarta, 1988.
Prof. Ny. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, SH, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1982.
Prof. R. Soekardono, SR, Hukum Dagang Indonesia Jilid I dan II, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1989.
Drs. A. Abbas Salim, Dasar-dasar Asuransi, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1989.
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979.



[1] MR. P. L. Wry, Hoofdzaken Van Het Verzeneringsrecht. Penataran Nasional Hukum Asuransi, Yogyakarta, 1988, hlm. 12

0 komentar:

Posting Komentar